22. Kencan Buta Pertama Senya Amanda

242 42 2
                                    

”Mau ya Chaer.”

Gadis mungil dengan rambut sebahu itu masih mencoba, tak lelah mendapatkan penolakan Chaerra yang sejak tadi sudah menunjukkan wajah tak suka.

”Lo tuh kenal dari Mobile Legends doang lho, Nya, lo gak tau dia jahat atau baik, gak tau gimana penampilan orangnya. Lo gak takut diperkosa apa?” tanya Chaerra berusaha sabar. ”Enggak-enggak, benci banget gue ginian.”

Empat gadis lain yang tengah duduk saling berhadapan siang ini di bangku Cafetaria sembari menikmati makan siang tak berani menyela sama sekali. Bersikap layaknya anak baik yang tengah menunggu keputusan dari ibu mereka. Mendengar Senya bercerita telah mengenal cowok dari game selama kurang lebih dua bulan dan berniat untuk melakukan meet up.

”Makannya gue ngajak lo, dia bilang dia juga mau ngajak temennya kok.” Senya membujuk melas. ”Lagian cuman jalan-jalan ke Mall aja.”

”Nya, coba deh lo pikir, bisa aja orang yang lo kenal itu cuman Bapak-Bapak berkumis lagi cari calon istri, atau bisa aja orang jahat yang mau melakukan hipnotis biar bisa melakukan tindakan pencurian, bisa aja-”

”Chaer, omongan lo makin ngelantur.” Untuk pertama kalinya Chacha menengahi. ”Lo yakin gak sama tuh cowok?” tanya Chacha sembari menikmati semangka sebagai makanan penutup.

Dengan cepat Senya mengangguk. ”Kita udah ngobrol dua bulan dan sefrekuensi, kalau dia tua gak bakal lah bisa nyambung, gue ajak ngomong tentang pelajaran juga nyambung kok.”

”Pertemuannya kapan?” Kali ini Lia ikut nimbrung, menyodorkan sepotong semangkanya pada Chacha yang langsung diterima gadis itu. ”Terus kenapa dia tiba-tiba mau meet up?”

”Dia ngajak Sabtu sore lusa biar sama-sama kosong,” jawab Senya benar-benar terima saja diinterogasi, “gue cerita gitu kan kalau sering main ke daerah taman Kota, dia bilang dia juga sering, terus dia tanya mau ketemu di Mall gak Sabtu sore, gue jawab boleh aja nanti biar gue coba ngajak temen.”

Chaerra mengangguk, tapi tiga detik berikutnya jadi memicing. ”Enggak, sekali enggak gue tetep enggak. Sekarang banyak banget orang jahat kebanyakan motif.”

Senya berdecak, mengerucutkan bibirnya kesal. Akhirnya menyerah juga untuk mengajak Chaerra. Tapi pandangannya jadi menuju anak lain yang kini tengah sibuk. Arina tampak ingin menyerahkan semangka bagiannya pada Chacha yang langsung ditolak Lia, membuat gadis Chinese dengan wajah bulat itu menurunkan ekspresi wajah kesal.

”Gak usah banyak-banyak, lo kalau ke kamar mandi muluk pasti minta gue yang nganterin.”

”Satu aja,” bujuk Chacha menohon.

”Enggak! Gak ada! Udah, Rin, makan sendiri.” Lia mendorong tangan Arina yang masih mematung dengan menodongkan semangka.

”Mau gue anterin?”

Kalimat sederhana dari satu gadis yang sejak tadi diam membuat lima gadis lain menolehkan kepala bersamaan. Chaerra sudah melotot dengan Arina dan Chacha yang mengerjap aneh. Berbeda dengan respons horor gadis lain, wajah Senya justru merekah, memandang gadis dengan rambut di bawah bahu yang tengah menunjukkan wajah polos itu.

”Serius?” tanya Senya tanpa pikir panjang.

Eli mengangguk dengan gumaman kecil.

”Apaan? Gak ada gak ada! Eli ikut gue juga harus ikut!” Chaerra memotong cepat. ”Kapan lo berangkat?” tanya Chaerra menyerah juga pada Senya, mengulangi pertanyaan Lia karena tadi tak terlalu berniat mendengarkan.

”Sabtu Sabtu,” jawab Senya bersemangat sendiri, ”oke, Sabtu ya, El, Chaer.”

”Bertiga banget? Gak sekalian anak sekelas lo ajak,” cibir Arina kecil, memakan semangka dengan pipi penuh, ”udah serasa kayak putri raja aja Senya, perlu pengawalan.”

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang