16. Empat Serangkai

279 53 16
                                    

"Baiklah, siaran akan saya serahkan kepada Haikal Chandra di lokasi kejadian."

Haikal dengan tingkah soknya menerima benda pipih hitam dari Rendra, menjadikan ponsel iPhone keluaran terbaru milik Nathan sebagai mikrofon jadi-jadian untuk rutinitas membunuh bosan kali ini. Pemuda itu berdeham pelan, melakukan tes suara sebelum mulai berbicara tidak jelas memberikan pembukaan. Mengucapkan terima kasih terlebih dulu kepada Rendra sebelum memperkenalkan diri layaknya news presenter.

"Izinkan saya memperkenalkan dua narasumber yang akan kita liput malam ini," ujar pemuda itu serius berlagak seperti ada kamera yang tengah fokus padanya, "kepada narasumber pertama, Jeno Alexander dari XI-IPA1, dan narasumber kedua, Nathan Abian Prayoga dari XI-IPA5."

Rendra mengulum kedua sisi bibirnya berusaha menahan tawa yang siap meledak receh, sedangkan Jeno hanya memutar bola mata malas. Haikal dengan wajah seriusnya berusaha tak terpengaruh sama sekali, masih mempertahankan image pembawa acara berita yang baik. Pemuda itu kembali berdeham pelan, mengarahkan ponsel ke depan bibir tipis Jeno.

"Seperti yang kita tau, pemilihan Ketua OSIS akan dilaksanakan pada Jumat besok pukul 08.00 WIB di aula Garuda High Scholl dengan peserta dari kalangan keluarga besar Garuda termasuk tiga puluh kelas beserta siswa di dalamnya. Bagaimana perasaan anda ketika tahu ternyata rival anda merupakan sahabat anda sendiri?"

"Kalimat pembuka sama pertanyaan lo gak cocok, gak nyambung, gak ada kohensi koherensinya anjing," kritik Rendra mengambil alih ponsel, berganti mengarahkan benda tersebut ke hadapan Nathan. "Harusnya tuh gini lho. Dari informasi yang kami dapatkan pada jauh-jauh hari, kandidat untuk Ketua OSIS tahun ini berasal dari tiga kelas berbeda yang antara lain XI-IPA1, XI-IPA5, dan XI-IPS3. Perwakilan dari XI-IPA1 sendiri ialah Jeno Alexander yang merupakan sahabat baik anda, bagaimana anda selaku kandidat dari perwakilan XI-IPA5 menyikapi hal ini mengingat berarti anda harus berseteru dengan Jeno Alexander?"

Nathan melirik, memandang Rendra dengan tatapan sinis. "Tadi Juna tanya alamat Arina ke gue."

"Hah?" Haikal dan Rendra sama-sama menganga terkejut. "Serius? Katanya Juna gak mau ngalah," lanjut Haikal jadi teralihkan sepenuhnya.

"Emang paling bener lo ajak gosip aja," cibir Jeno lelah sendiri, "capek banget gue ngeladenin mereka."

Bisa bayangkan Nathan yang setiap saat ada di sisi Haikal dan Rendra? Duduk di belakang kedua cowok tersebut setiap proses belajar-mengajar? Harus merespons dan berdiri di sisi keduanya ketika sudah rusuh dan heboh sendiri? Pemuda itu tiba-tiba menyesal karena tidak belajar dengan serius di kelas X dan harus berakhir bersama dua manusia paling tidak jelas ini.

Mereka berempat, Haikal, Rendra, Nathan, dan Jeno berteman di kelas X-2 pada awalnya, sempat mendapatkan julukan empat serangkai dari beberapa tetangga kelas karena kerap bersama. Tapi aturan pemisahan jurusan di kelas XI membuat Nathan tau sejak awal ia akan terpisah kelas dengan Jeno mengingat kepintaran cowok itu, tapi ia tidak tau takdir akan begitu kebetulan menaruh nama ketiganya di kelas XI-IPA5. Awalnya Nathan pikir, Haikal akan ditempatkan di IPS dan paling tidak sisa ia dan Rendra jika memang harus sekelas. Atau paling tidak, Nathan berharap ia yang masuk IPS jika Haikal dan Rendra yang harus ada di IPA, yang pasti, tidak ada harapan sekelas sejak awal dalam diri pemuda itu.

"Gak kaget kalau mereka jadian, sama-sama goblok, bego, dan gak jelasnya," kata Haikal tiba-tiba, tidak mengacuhkan Jeno, "aneh gak sih kalau ada sekelas yang jadian?"

"Kenapa?" tanya Jeno tak mengerti. "Ada dua kalau gak tiga pasangan di kelas gue. Katanya jadi bisa belajar bareng-bareng."

"Yeee, itu mah kalau pinter ketemu pinter," sahut Rendra enteng, "gak yakin kalau yang biasa ketemu biasa, palingan malah gak inget belajar."

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang