26. Yoga & Katharina

232 45 3
                                    

Juna

Gue udah di rumah Soni.

Yoga

Gue tungguin di Indomaret.

Juna

Kata Soni jangan lupa beli rokok.

Yoga mengumpat pelan membaca pesan baru yang masuk ke dalam notifikasi ponselnya. Cowok dengan tinggi hampir mencapai 180 cm itu berdecak, merasa menyesal mengiyakan ajakan Juna untuk berkumpul dengan anak kelas. Bukan karena ia harus mengeluarkan uang, tapi karena barang apa yang ia beli dengan uang. Rokok? Dari beberapa pilihan mulai dari snack sampai Coca-Cola, kenapa sebagian teman-teman kelasnya ini tidak bisa lepas dari benda dengan stigma negatif seperti rokok?

Perdagangan rokok memang tak bisa dikatakan ilegal, karena sama sekali tak melarang hukum. Tapi masalahnya... Mbak Citra, kasir Indomaret saat ini sudah jadi bestie Mama-nya yang memang terkenal sebagai ketua ibu-ibu rempong komplek.

Bisa bayangkan jika tiba-tiba Mbak Citra mengadu pada Mama jika Yoga membeli rokok di malam ia pamit ingin mengerjakan tugas bersama teman-temannya? Yang benar saja!

Yoga

Beli sendiri lah entar lo, gue kasih duit.

Juna

Beliin, gue udah mau otw tempat lo.

Juna

Gak lo beliin Soni mau mewek di depan Indomaret biar lo malu.

Kali ini pemuda itu benar-benar mengumpat, menghela nafas panjang dengan gerutuan kecil. Yoga meletakkan kembali ponsel ke dalam saku hoodie hitamnya, berniat masuk ke dalam Indomaret. Namun langkah pemuda itu refleks berhenti begitu tak sengaja bersiroboh dengan sosok gadis cantik dengan rambut bergelombang panjang.

Keduanya jadi sama-sama terpaku. Kelopak indah gadis itu bahkan sempat melebar terkejut, mengerjap aneh dengan gerak tubuh tak nyaman. ”Lo... ngapain?”

”Lo ngapain di sini?” Bukannya menjawab, Yoga justru bertanya balik dingin.

Katharina membasahi bibirnya sembari menggerakkan bola mata menoleh ke kanan dan kiri. ”Gue lagi mau nginep di rumah Mama,” jawabnya jadi mundur selangkah.

Pandangan Yoga memicing, mata sipitnya menajam tampak tak suka. Pemuda itu seolah sudah hafal dengan sikap jelek gadis di hadapannya ini. Hanya ada satu alasan kenapa Katharina ada di perumahan rumahnya, gadis itu pasti tengah membuat masalah di rumah sang ayah sampai harus kabur ke sini. Mereka memang bertetangga sejak kecil, namun Katharina harus ikut sang ayah setelah kedua orang tuanya bercerai.

Bola mata Yoga bergulir, memandang Katharina dari atas kepala dan turun menyampai kresek putih Indomaret yang bergantung di genggamannya. ”Itu rokok?”

Gadis yang lebih akrab di sapa Rina di depan sana tersentak, ikut menoleh ke bawah sebelum mengarahkan tangannya ke belakang. ”Enggak.”

”Yang lo bawa rokok?” ulang Yoga makin tajam.

”Enggak.” Gadis itu kembali mengulang jawabannya dengan gelengan keras, berusaha menjauhkan kresek dari jangkauan Yoga yang kini maju berusaha mengulurkan tangan ke belakang Rina. ”Enggak, Yoga, Ya Tuhan, bukan rokok.”

Yoga berdecak, kembali mendur selangkah dengan ekspresi wajah datar. ”Kalau bukan rokok ngapain lo panik banget?”

”Lagian kenapa sih kalau rokok? Bukan urusan lo juga,” ujar Rina asal setelah beberapa saat termenung sendiri.

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang