06. Bukan Panah Arjuna

441 47 0
                                    

Arjuna Jawakarsa menjadi salah satu murid kebanggaan SMA Garuda sejak pertama kali menginjakkan kaki ke dalam gedung ini. Dimulai dari masa MPLS, Juna berhasil berdiri di atas panggung utama dengan wajah riang mirip koala menjadi Peserta MPLS paling aktif. Proporsi tubuh sempurna Juna mulai dari kaki panjangnya, tubuh tegap, sampai bahu lebar membuat pemuda itu segera mendapatkan banyak sorotan.

Namun lama-kelamaan, pamor cowok pemilik gummy smile itu mulai pudar karena dirinya jarang sekali terlihat. Selama kelas X, Juna hanya disibukkan dengan tugasnya sebagai Ketua Kelas dan ekstrakurikuler band yang ia ikuti. Ketika tiba waktunya pemuda itu naik ke atas panggung pada kenaikkan kelas XI, Juna harus rela mundur karena pita suaranya bermasalah dan tidak diizinkan untuk bernyanyi lebih dulu.

Hanya saja, kehidupan tenang yang menyenangkan milik Arjuna Jawakarsa harus gugur sejak kemarin pemuda itu ikut maju mewakili tim basket XI-IPA5.

”Yoga bego banget ah elah! Beban!” cibir cowok itu membenarkan duduknya ribet sendiri. ”Lo kebanyakan main Pou apa kebanyakan rumus matematika dah?”

Jeiden yang tak kalah kesal menendang kaki bawah Juna membuat cowok itu kehilangan keseimbangan. ”Yoga beban tapi gak minta gendong, lo dari tadi kalau gak di belakang gue ya di belakang William muluk.”

”Ini bakal jadi tim paling lagent dalam sejarah permainan Mobile Lagent gue.” William tampak santai, menggerakan jari-jemarinya mahir pada layar ponsel. ”Yog, lo beneran gak pernah main pakek hp?”

Cowok dengan raut dingin dan wajah blesteran Jepang-Indonesia itu hanya bergumam pelan, tak terlalu menanggapi. Lagipula ia sudah menolak mentah-mentah ketika ditawari melengkapi anggota karena beberapa anak cowok lain kini tengah sibuk konser dadakan di belakang kelas bersama Chacha, dan beberapa yang lain entah pergi ke mana. Tapi Jeiden dan Hessa justru mengancam seolah keduanya tengah melakukan perudungan pada Yoga jika ia terus menolak.

”Rasio hp gak terlalu nyaman buat main game, bikin sakit mata.”

”Itu mah hp lo aja anjing!” Hessa merasa tak terima. ”Hp gue dong!” sombong pemuda itu maju menodongkan ponselnya yang merupakan keluaran terbaru milik Apple Inc pada Yoga, seperti tengah melakukan promosi merk ponsel.

”Orang kaya habis pamer biasanya langsung kena azab,” ujar Jeiden santai membuat Hessa kembali mundur ke tempatnya. ”Juna sama Yoga beban, but boys have to be together till the end.”

Hessa, Wiliam, dan Juna langsung bersorak rusuh sedangkan Jeiden tersenyum bangga pada dirinya sendiri. Yoga hanya menggeleng pelan, memandang keempat cowok di masing-masing sisinya dengan tatapan heran juga aneh. Pemuda itu yang awalnya sudah ingin berdiri menuju ke bangkunya justru kembali ditarik oleh sosok Jeiden yang secara lancang melingkarkan tangan di bahu Yoga sok akrab.

”Lo baik-baikin gue karena besok ada ulangan harian matematika kan?” selidik Yoga tiba-tiba, walaupun biasanya memang mereka berkumpul bersama, tapi ini pertama kalinya Jeiden terkesan sangat memaksa dan tidak ingin ditinggal.

”Enggak lah bangsat, enak aja. Gini-gini otak gue sama matematika temenan, ya. Ya emang lo mau ke mana sih? Jangan gabung Chacha sama Hadi deh, bisa budek kuping lo.”

”Ya terserah gue dong anjing mau ke mana, kek pacar aja lo,” cibir Yoga menepis tangan Jeiden, ”gak dapet spikkan cewek di kelas makin gila aja otak lo.”

Jeiden mengumpat kasar. ”Cewek-cewek di sini aja yang penglihatannya perlu dipertanyakan.”

”ARJUNA ADA YANG NYARI!” Gadis dengan wajah galak berhiaskan kantong mata panda melongok dari luar. ”JUN-”

”IYA SENYA IYA! Tipis banget apa kesabaran lo?” Juna ikut berteriak mengalah, menutup layar ponselnya. ”Bar-bar banget sih cewek di kelas ini.”

Juna bangkit dari duduknya, melangkah berat ke luar kelas. Kemarin sore, setelah pertandingan selesai di mana XI-IPA5 berhasil meraih kemenangan dari XI-IPS1 tapi harus kalah dengan XI-IPA3, Juna harus rela ditahan oleh beberapa adik kelas di depan ruang kelas. Ia sempat mengernyit heran, menanyakan bagaimana cara berpikir dedek-dedek gemes itu sampai berani menghampirinya dan meminta nomor WhatsApp. Oke, memang banyak film yang Juna tonton kerap kali menunjukkan insiden serupa, tapi dalam dunia nyata... hal itu tampak aneh, sangat aneh malah bagi Juna.

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang