24. Bencana Ruang Olahraga

253 56 6
                                    

Tepat pukul 12.45 WIB di mana matahari tengah berada di atas kepala, XI-IPA5 Garuda High School harus melangsungkan pelajaran olahraga. Banyak yang belum beranjak dari kelas, hampir separuh siswa di kelas ini masih sibuk mengganti pakaiannya dengan kaos kuning kecoklatan berlambang Garuda pada dada kanannya, sedangkan separuhnya lagi sudah berada di tengah lapangan bersemangat.

Nathan menghela nafas lelah, memandangi layar ponsel sebagai pengalihan agar ia tetap sadar. Begadang memeriksa Laporan OSIS sangat menguras tenaga sejak tiga hari lalu. Rencana Kerja OSIS, Data Keuangan, Laporan Persetujuan, semua harus selesai dalam waktu sebulan agar Acara Ulang Tahun SMA Garuda satu bulan lagi dapat terlaksana. Di tambah beberapa kegiatan yang ia ikuti seperti ekskul dan club akademik di SMA Garuda begitu menyita banyak waktu

"Kelas IPA-5 langsung ke lapangan, pemanasan dulu, soalnya Pak Malik harus ketemu Kepala Sekolah. Nathan sama Lia diminta tolong ambil bola di ruang olahraga lama karena yang baru lagi ada pembersihan." Haikal yang tadi bertugas menemui Pak Malik memberikan instruksi dengan wajah melongok dari pintu kelas.

Lia yang bersiap untuk keluar kelas memutar bola mata malas dengan helaan nafas panjang, lama-lama lelah juga. Namun melihat punggung Nathan mulai melangkah keluar pintu tanpa protes membuat gadis itu ikut menggerakkan tubuh. Biasanya jika pengambilan bola dilakukan di gedung baru, banyak anak yang akan menawarkan diri menggantikan, tapi sayangnya hari ini pengambilan bola dilakukan di ruang olahraga lama yang cukup jauh.

"Nathan," panggil Lia lebih dulu mencoba membuka suara karena aura pemuda itu yang terasa lebih horor dan menyeramkan, "sorry ya, jadi lo terus yang disuruh sama guru, nanti biar gue minta tolong sama Senya buat bikin piket tambahan."

"Hm?" Pemuda itu bergumam pelan, menoleh dengan sebelah alis tebalnya yang terangkat. "Kenapa jadi lo yang minta maaf?" tanyanya disertai kekehan kecil.

Lia menghentikan langkah, memandang pemuda itu aneh. Ada yang berbeda dari pembawaan Nathan, sangat berbeda. "Lo... overworked ya?"

Nathan yang awalnya sudah berniat melangkahkan kaki jadi tersentak kecil, begitu pula Lia yang terkejut akan pertanyaannya sendiri. Kedua remaja berbeda gender itu saling pandang untuk beberapa saat, sama-sama mengumpulkan nyawa sepenuhnya. Nathan lebih dulu berdeham kecil, mengalihkan untuk mengendalikan ekspresi agar kembali santai.

"Keliatan banget ya gue gak tidur?" tanya pemuda itu dengan suara rendah.

"Lumayan," jawab Lia tanpa alasan yang jelas menciut canggung, "buat orang yang sering lihat lo pasti sadar, pembawaan lo jadi... beda."

"Sering liat gue?" tanya Nathan salah fokus.

Kelelahan rupanya memberikan efek samping berlebihan bagi penangkapan dan pengendalian raut wajah Nathan. Pemuda itu sadar ia memang tak terlalu banyak tersenyum sejak pagi tadi karena otaknya dipenuhi hal-hal mengenai rancangan kerja OSIS, tapi... Elia Neiva memperhatikannya? Sungguh?

Lia mengangguk. "Anak kelas pasti bakal sadar."

"Oh," gumam Nathan pelan, mengerjap kecil memfokuskan pandangan ke arah depan, "emang lagi sibuk persiapan acara ulang tahun Garuda sih, Ya," jawabnya kembali datar.

Gadis dengan rambut terikat tinggi sederhana itu jadi mengangguk kecil paham, ikut menggerakkan kaki mengekor di belakang tubuh Nathan karena tak berani mengambil tempat di sisi pemuda tersebut. Setelah turun dari tangga yang memisahkan lantai IPA dan IPS, mereka perlu memutar menuju gudang lama dan naik tangga kembali untuk sampai ke ruang Olahraga. Lia yang awalnya menutup bibir sempurna jadi berdecak kecil, merasa tak nyaman juga dengan kesunyian yang terjadi.

"Nat, mau ke UKS aja?" tanya Lia pada akhirnya. "Biar gue ambil bolanya sendirian."

"Pintu olahraga lama agak macet, susah buat bukanya."

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang