29. Kelompok 2

218 42 3
                                    

"Yogaaaa."

Yoga memutar bola mata malas, melirik sinis pada Arina yang sudah berlari ke bangkunya. "Apa?" tanya pemuda itu galak.

"Dih, gitu banget lo sama gue."

"Yogaaaa." Juna dari arah depan ikut mundur, berdiri menubruk pelan bahu Arina menggantikan posisi gadis itu di sisi bangku Yoga.

Jeiden di bangku depan yang bersilangan dengan bangku Yoga hanya berdecak pelan sembari menggeleng. Pemuda tinggi itu bangkit, menabrak bahu Juna keras membuat si empu mengumpat kasar. "Yogaaaa," panggilnya menirukan nada suara manja Arina dan Juna.

William dari belakang jadi ikut berdiri, mendorong bahu Arina membuat deret remaja di sisi bangku Yoga tersurung maju. "Yogaaaa."

Haikal yang memang duduk di bangku kiri Yoga otomatis tak ingin kalah, berniat mendorong Arina dan William agak bisa mengambil tempat di tengah. Tapi belum sempat berhasil, Arina sudah lebih dulu menoleh, mendorong pemuda itu pelan agar kembali ke bangkunya. Bahkan William ikut menahan bahu Haikal agar tak dapat berdiri.

"Diem! Lo tuh gak diajak tauk," ujar Arina mulai menirukan salah satu sound TikTok dengan ekspresi berlebihan, "gak usah ikut-ikutan, lo bukan circle kita."

"Kelompok 2 geng nih boss, senggol dong." Juna dengan wajah songong menggerakkan tangannya ke samping seoalah merendahkan. "Kelompok yang lain cuman ngontrak."

"Anjing," umpat Haikal setelah menganga aneh pada sikap kumpulan orang-orang di hadapannya, "pantes banget sih kalian, gue doain jodoh."

"Dih." Arina dan Juna mendelik bersamaan.

Tapi keduanya jadi sama-sama tak peduli, menoleh kembali pada Yoga yang sudah sibuk sendiri dengan ponsel tak ingin menanggapi. Jeiden menarik lengan Juna keras, menggantikan posisi pemuda itu agar berdiri di sisi Arina. Satu-satunya gadis di barisan itu tampak melotot, memandang Jeiden tak bersahabat sebelum akhirnya menarik lengan William agar berganti posisi tepat di sisi tubuh Yoga.

"Yoga, belajar kelompok yuk," ajak gadis itu layaknya anak kecil yang ingin mengajak temannya bermain layangan, "kelompoknya Lia udah ngumpulin kemarin nih soalnya."

"Iya, Yoga, benar kata Arina," timpal Juna tak kalah menjijikan.

Jeiden dan William sudah bergidik ngeri lebih dulu, memilih kembali ke bangku masing-masing untuk bersiap pulang. Hanya Arjuna dan Arina yang punya pemahaman lebih tentang jokes masing-masing. Yoga bahkan sekarang sudah mengerjap aneh, memandang kedua teman sekelasnya itu bergantian dengan heran.

"Di mana?" tanya Yoga memilih tak terlalu peduli, lebih cepat diiyakan, lebih cepat juga Arina dan Juna menyingkir dari sisi bangkunya.

"Di rumah gue, semalem habis ada acara jadi hari ini banyak cemilan," jawab Juna kembali normal dengan suaranya yang agak serak sore hari ini.

"Sisa dong?" sahut Jeiden dari depan menoleh. "Anjir, gak modal banget lo nyuguhin tamu jajan sisa."

"Elo? Tamu?" tanya Juna menantang, menunjuk Jeiden tak santai. "Gue kira pengemis. Ya udah gaes, kita ke rumah Jeiden aja, cemilannya dibuat mendadak."

"Enggak-enggak!" Jeiden menyahut cepat. "Ngambekan banget lo udah kayak cewek."

Juna mencibir berlebihan, mengulurkan tangan berlagak ingin memukul kepala belakang Jeiden. Tapi mendengar suara kursi yang tengah melakukan pergesekkan dengan lantai membuat pemuda itu kembali menoleh cepat ke arah Yoga. Bukannya peduli, Yoga justru hanya mengibaskan tangan memberikan kode agar Arina dan Juna sama-sama menyingkir.

"Gimana Yog? Mau gak? Lo gak berangkat gak ada yang berangkat nih," tanya Juna masih kukuh di tempat.

Arina mengangguk semangat. "Lo tau kita-kita ini beban tim."

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang