52. Dua Sisi Berbeda

240 45 15
                                    

Bukan rahasia lagi jika Nathan Abian Prayoga menjadi siswa yang selalu dibanggakan oleh guru. Pemuda tampan itu berhasil jadi ikon yang selalu disebut oleh guru-guru untuk selalu dicontoh. Kerap kali namanya digadang-gadang akan jadi sosok inspiratif yang akan mendapat penghargaan dalam acara tahunan tahun ini.

Itu sih yang orang luar tau.

Tapi bagi Jeiden Cakra Adnan sebagai salah satu pentolan petinggi siswa berandal di Garuda High School, justru Nathan Abian Prayoga tak lebih dari remaja labil yang tengah mencari jati diri.

"Uang yang kemarin ada berapa, Nat?"

Nathan mendongak sekilas walau selanjutnya fokus pada ponsel tak peduli. "Gak tau, dipegang Hessa."

"Entar malem ada lagi, sama anak Pelita, lo turun sirkuit mau gak?"

"Enggak dulu," jawab pemuda itu seadanya, "main weekend doang gue."

"Kalau hari aktif jadi Ketua OSIS panutan SMA Garuda dia." Haikal dari depan menyahut. "Kalau weekend ya bisa kelayapan sampai mana-mana."

"Kan beda urusan," sela Nathan membela diri, "urusan sekolah ya sekolah, urusan luar ya harus eksplor dong."

"Eksplor lo kejauhan anjing," balas Rendra galak, "bisa-bisanya kemarin malem ikut turun sirkuit, kesurupan apa sih lo?"

"Lo pernah gak liat orang diem tiba-tiba ditantangin?" Nathan bertanya, mengabaikan ponselnya yang tengah menunjukkan dokumen keuangan OSIS untuk acara Gelar Seni. "Jeiden sekali dateng ngundang musuh aja, mukanya emang muka-muka cari masalah."

"Ye, lo ladenin juga," balas Jeiden tak terima, "tapi pro banget, Nat, sekali turun sirkuit langsung menang."

"Iya lah, gue tes SIM gak nembak, lo pikir lo."

Sebenarnya, kemarin bisa dibilang pertama kali Nathan hang out bersama Jeiden dan Hessa. Niat awal memang hanya nonton bersama Jeno, tapi justru cowok berparas bule itu membatalkan dan hanya mengirim lokasi karena ada urusan mendadak. Tidak ada yang bermasalah ketika ia dan Hessa bergabung untuk menjadi pemandu sorak bagi kegiatan ilegal tersebut, tapi begitu Jeiden menyusul, berdiri di sisi mereka, tiba-tiba sosok asing menghampiri mereka dan bertanya apakah benar jika ketiganya dari Garuda?

Nathan tak begitu tau apa yang dibicarakan oleh Jeiden dan cowok asing itu, intinya ketika di tingkat X, Jeiden dan beberapa kakak kelas yang lain pernah melakukan tawuran bersama sekolah cowok itu. Setelah itu, celetukan kurang ajar yang terkesan merendahkan terdengar. Sejujurnya, Jeiden memang sudah mengajukan diri jika ia yang ingin turun langsung, tapi karena Nathan ingin mencobanya berpacu dalam adrenalin, pemuda itu memilih turun langsung tanpa pikir panjang.

"Kalau Hessa udah gak perlu diragukan pasti nyogoknya," celetuk Haikal begitu menyadari sosok tinggi dari bangku pojok di sisi lain mendekat.

"Bahas apa nih bahas apa nih?"

Hessa merusuh, segera naik ke meja William untuk duduk membuat cowok bongsor yang sejak tadi mencoba tak peduli dan hanya fokus pada layar ponsel itu berdecak kasar. Bukannya menyingkir, wajah Hessa justru menoleh dengan ringisan tanpa dosa, mendorong bahu William agar menyingkir. William dengan kesal mengumpat, pemuda itu bangkit, mengekor pada Yoga, Juna, Hadi, dan Xafier yang akan keluar kelas daripada bertahan di dalam kelas dengan orang-orang tak berguna ini.

"Uang kemarin lo ke manain?" todong Jeiden mengarahkan pandangan tajam.

"Ada, mau lo ambil kapan Nat?" tanya Hessa santai.

"Pakai aja buat entar malem," jawab Nathan kembali tak terlalu peduli, "gantian lo yang turun."

"Dih." Hessa mendelik, tapi berikutnya jadi tersenyum riang melihat Lia, Chacha, Arina, dan Eli keluar bersamaan ke arah pintu. "Ya, entar malem gue boleh kumpul sama yang lain gak?"

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang