43. Mereka yang Sempurna

219 42 15
                                    

Lia mengeratkan tangan yang semula di jaket Nathan melingkar ke pinggang pemuda itu refleks begitu motor melaju dengan kecepatan gila. Suaranya hampir memekik tinggi namun dengan cepat gadis itu maju, menekan wajahnya di punggung Nathan memejamkan mata ketakutan. Tanpa sadar jadi mengumpat kecil karena mengabaikan permintaan Nathan untuk mengenakan helm yang bisa saja berujung dengan interogasi dadakan lagi dari Kak Leny.

”NAT GUE EMANG MALES IDUP TAPI PLEASE GUE GAK NIAT MATI MUDA JUGA KALIK!“

Suara teriakannya tak dihiraukan sama sekali, bahkan beberapa kali Lia memekik merasakan motor oleng ke kanan dan ke kiri akibat belokan. Gadis itu melemas, semakin merunduk di belakang punggung Nathan. Matanya semakin terpejam rapat, tak berani walau hanya sedikit melirik pada memandang jalanan.

”NATHAN STOP PLEASE STOP!” Lia berteriak lebih kencang dengan rengekan kecil, mendekat ke punggung pemuda itu untuk meredakan ketakutannya.

Motor besar yang mereka tumpangi terasa memelan sampai akhirnya menepi. Lia dengan terburu turun tanpa menunggu uluran tangan pemuda di hadapannya seperti biasa, gadis itu beberapa kali menggerutu kecil dengan nafas menderu. Mata lebarnya memicing tajam ke Nathan yang terkekeh kecil membuka helm full facenya.

”Gila ya lo?“ tanya Lia bernafas berat.

”Santai, Ya, kalem.”

”Kalem gimana kalem? Lo mau ngajak mati anjir.”

Nathan semakin tertawa ringan. ”Lo gak bakal kenapa-napa, oke? Gue di depan lo,” jelas pemuda itu tenang.

”Gue gak bakal kenapa-napa?” tanya Lia menunjuk dirinya sendiri meyakinkan.

Anggukan sederhana dilakukan Nathan sebagai respons. ”Ada punggung gue, oke? Lo cuman perlu buka mata pelan-pelan, terus rasain angin. Gue di depan lo, dan gue gak bakal biarin lo kenapa-napa. Kita ngejar waktu cuman sampai jam sepuluh lo inget?”

”Ok.”

Lia berusaha menenangkan dirinya sendiri dengan mengangguk sembari membuang nafas. Gadis itu lebih dulu mengamati daerah sekitar yang tampak sepi tanpa perumahan, tanpa sadar kakinya jadi maju, memegang lengan jaket Nathan dengan tatapan lugu. Hening untuk beberapa saat sampai akhirnya pemuda itu sedikit menarik tubuh Lia, merapikan rambut panjang gadis itu dengan senyum kecil.

”Gue bakal selalu ada di depan lo, ok?“ ulang Nathan dengan suara lebih tenang. ”Lo gak perlu takut apapun, gue gak bakal biarin lo kenapa-kenapa.”

Nafas Lia masih menderu. “Oke, gue bakal baik-baik aja.”

“Selalu baik-baik aja.”

”Selalu baik-baik aja.” Lia mengulang kalimat Nathan ikut tersenyum kecil.

”Hessa gak pernah ngajak lo kayak gini?”

Lia termenung untuk beberapa saat sebelum akhirnya menggeleng. ”Mau mati dia berani ngajak gue naik motor kayak gitu?”

Suara tawa Nathan kembali terdengar. ”Kalau gue yang ngajak gimana?”

”Lo bakal ada di depan gue kan?” Lia bertanya memastikan yang segera diangguki Nathan. ”Lo juga bakal backing belakang gue kan?”

”Gue bakal backing semua sisi biar lo aman.”

”Janji?”

Nathan mengangguk.

”Oke, liat nanti, kalau gue lecet sedikit aja-”

”Gak bakal gue biarin lo lecet sedikit pun. Bahkan kalau seandaikan lo lecet, gue yang bakal lo susahin, bukan orang lain.”

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang