46. Friendship Time

217 42 17
                                    

"Gini?"

Hessa mendongak, memandang pantulan dirinya sendiri pada benda bening di depan sana. Pemuda itu menggeleng-geleng kecil, mengecek respons rambut barunya. Tanpa sadar, bibirnya jadi mengembangkan senyum mendapati hasil sempurna dari potongan rambutnya.

"Lo suka gak?"

Gumaman terdengar tak jelas dari gadis yang sudah sibuk sendiri membereskan sisa-sisa rambut di kaos lama yang sudah disiapkan tadi sebagai wadah. Begitu Lia bangkit kembali, mata lebarnya jadi fokus pada pantulan cermin, memandang Hessa yang juga tengah mengarahkan pandangan padanya melalui benda itu. Gadis itu mengangguk lemah, melepaskan lilitan kain di leher Hessa yang berfungsi melindungi tubuh pemuda itu dari potongan-potongan rambut.

"Gatel gak?" tanya Lia memastikan.

Hessa menggeleng. "Aman."

"Kenapa gak di salon aja sih, Sa? Heran gue sama lo," ujar Lia pada akhirnya dapat mengutarakan rasa kesal, "iya kalau hasilnya bagus, bisa aja malah gue gundulin rambut lo."

"Kalau di salon emang lo mau nemenin?" tanya Hessa merubah nada suaranya menyamai gadis itu.

"Enggak lah," jawab Lia tanpa pikir panjang, "nunggunya udah pasti berjam-jam, males banget gue. Tapi kan ada Yessa, lo bisa ngajak Hadi, Felix, apa Semesta. Banyak kalik opsi temen kalau lo gak berani sendiri. Atau gak bisa minta potongin rambut ke anak-anak cowok aja, berani banget lo dateng rumah gue."

"Elia Elia," panggil Hessa menggeleng kecil, "nih ya, gue kasih tau kronologi gue sampai ke sini. Awalnya kan gue lewat doang, terus lihat mobil Kak Leny udah gak ada, gue pikir kan lo bimbel, jadi gue berbaik hati mau menawarkan tumpangan. Eh pas gue masuk, lo malah udah piyamaan mau tidur."

"Ya emang udah masuk jam tidur."

Lia memutar kursi yang Hessa kenakan, mendorong benda itu agar menjauhi meja. Suara seruan terdengar heboh seolah Hessa merasa dirinya adalah anak kecil yang tengah meluncur bahagia membuat Lia tanpa sadar terkekeh dengan tangan sibuk membenahi meja. Gadis itu lebih dulu menaruh gunting yang ia kenakan untuk memotong rambut Hessa di rak sebelum menumpuk buku untuk mata pelajaran besok.

"Tugas Seni udah?" tanya Lia tanpa menoleh pada Hessa di belakang atau mungkin sekarang sudah tiduran di atas ranjangnya.

"Udah."

"Tugas Kimia?"

"Udah."

"Tugas Fisika?"

"Udah."

"Oke," gumam Lia menutup tasnya, menaruh benda biru muda itu ke salah satu gantungan bersama seragam yang sudah ia siapkan untuk besok, "pulang sana! Ngantuk gue."

"Tidur tidur aja sih, gue juga entar balik sendiri."

Tubuh Lia berbalik kesal, baru saja gadis itu ingin melempar Hessa dengan barang di dekatnya kalau saja mata lebar gadis itu tak sengaja menangkap kain-kain lama yang tadi digunakan untuk keperluan mendadak pemotongan rambut. Helaaan nafas terdengar berat membuat Hessa yang sudah sibuk memainkan ponsel sedikit menoleh, mengangkat sedikit kepalanya untuk mengikuti arah pandang Lia. Pemuda itu secara spontan menegakkan tubuh, bangkit untuk membereskan benda-benda yang masih berserakan di lantai.

"Udah mandi, Ya?" tanya Hessa mengalihkan fokus gadis itu, membuat Lia mengembalikan nyawanya setelah sibuk mengatur nafas agar tetap tenang. "Mandi sana, baru tidur."

"Gue udah mandi kalik."

"Lo dari minggu kemarin belum bimbel kan ya?"

"Belum," jawab menggerakkan kaki tenang menuju kasur, "lagi males."

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang