"Anjing Nathan goblok banget!" Hessa tak dapat menahan lagi rasa kesalnya. "Bener-bener pengen gue paku kepalanya."
Yuda dengan nafas menderu di sisi cowok itu jadi mengangguk tapi berikutnya menggeleng kecil. "Sabar, Sa, sabar, main tim ini, lo jangan solo."
William menoleh sekilas, rasa-rasanya ingin duduk di sisi lapangan bergabung dengan yang lain daripada berdiri di tengah lapangan bergabung dengan tim tak jelas terdiri antara ia, Hessa, Yuda, Nathan, dan Xafier yang sekarang tengah bersandar di gawang bola pasrah tak peduli. Pemuda itu menjatuhkan pandangan ke tim lawan, Rendra, Hadi, Yoga, Juna, dan Soni sebagai penjaga gawang yang sama terlihat ogah-ogahan tengah bersorak karena berhasil mencetak angka lagi. Ada Haikal serta Jeiden menunggu di sisi lapangan sebagai komentator, sebelumnya ada Jeno juga, tapi cowok dari IPA1 itu memilih pamit pulang lebih dulu.
XI-IPA5 tengah dalam formasi lengkap di hari Weekend seperti ini.
Siapa lagi pencetusnya kalau bukan anak-anak Basket yang baru saja memenangkan kejuaraan basket kemarin. Katanya sekaligus untuk perayaan, tapi menurut William justru ini terlihat seperti mereka yang ingin balas dendam untuk menguras tenaga anak lain supaya adil. Tujuannya mungkin agar setelah ini semua cowok IPA5 kakinya tepar.
"Nat, lo ganti Haikal lah." Hessa masih berusaha mengeluarkan satu cowok yang sejak tadi jadi kunci tim mereka terus kebobolan. "Males banget gue setim sama lo."
"Istirahat lo anjir!" balas Nathan melirik tajam tak habis pikir. "Baru habis kelar tanding bukannya rebahan di rumah malah semangat banget lo ke sini."
"Harus dong!" Hessa berlagak sombong. "Sehat bugar nih gue, butuh aktifitas untuk membuang energi jahat."
"Serasa kayak lo habis kena santet aja," cibir Yuda mundur selangkah, "woy semangat semangat! Baru mulai udah kalah lima poin aja!"
Hadi dan Rendra maju songong, mendekat ke sisi lapangan tempat tim lain. "Bantai dong bos!" kata Rendra keras mengintruksi.
Soni yang awalnya sudah ogah-ogahan karena merasa kakinya sebentar lagi pinjang jadi berlari kencang, berdiri di sisi Hadi dengan pose yang dama. "Easy!" balas keduanya tak kalah sombong disusul sorakan ramai.
Nathan sudah ingin mengumpat, kepalanya berdenyut nyeri akibat terik matahari di jam sepuluh yang rasa-rasanya sudah berada tepat di atas kepala. Pemuda itu mundur, menjajarkan diri dengan William yang menaikkan alis heran. Tidak biasanya menangkap sosok tegap Nathan berdiri kaku di tengah permainan, bahkan di kalangan anak IPA5 selalu ada track di mana, "gak peduli mau tanding apapun, kalau setim sama Nathan Abian Prayoga udah pasti menang."
"Nat, kenapa?" tanya pemuda itu akhirnya, mendekatkan diri pada Nathan yang sebisa mungkin mencari tempat berteduh tanpa keluar dari garis lapangan.
"Gak papa," jawab Nathan sekenanya.
Nafas Nathan masih menderu hebat, pemuda itu berusaha menyangga tubuh dengan tangan yang berpegangan pada lutut, merunduk mengamati sepatu futsalnya. Semua dalam otaknya terasa bertabrakan dalam satu waktu. Setelah semalam ia harus turun sirkuit, belum sempat ia tidur sudah ada berkas OSIS yang bermasalah sampai Nathan harus memeriksa ulang dari akar-akarnya, dan ketika pemuda ingin baru saja ingin merebahkan kepala, Haikal dan Rendra sudah datang mengajaknya ke mari.
Ia bahkan belum sempat minum kopi.
"Istirahat, Nat," usul William ngeri sendiri, "keringet lo udah kayak gitu."
"Gak papa, lanjut aja, cuman efek belum minum kopi."
"Serius lo gak papa?" William mengajukan pertanyaan yang sama memastikan. "Btw, lo kok bisa baikan sama Hessa secepet itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Win Crown
Teen FictionRated: 15+ Mentahan cover from Pinterest Dialy life from XI-IPA5. Tentang 12 siswa laki-laki dengan 6 siswa perempuan dan kisah SMA mereka. Kalau kamu tanya apakah ini cerita tentang Ketua OSIS yang jatuh cinta? Mungkin saja. Kalau kamu tanya apakah...