39. Buaya-Buaya XI-A5

226 45 9
                                    

”Nat.” Wajah Lia molongok ke dalam pintu kelas. ”Jadi ikut gak?”

Nathan dari bangku paling belakang mendongak, mengalihkan fokus dari ponsel begitu namanya dipanggil. Haikal dan Rendra yang awalnya tengah fokus berbincang bersama Jeiden, William, Yuda, dan Hessa ikut menoleh ke arah pintu kelas, lalu berikutnya memutar kepala ke Nathan. Pemuda itu hampir saja bangkit dengan anggukan kecil sebelum matanya menangkap mata tajam Hessa yang tengah duduk menyilangkankan kaki di atas meja Jeiden memandangnya penuh kebencian.

Pandangan Nathan kembali menatap Lia di ambang pintu, berbincang dengan Chaerra sembari menunggu jawabannya. Pemuda itu jadi mengumpat kecil, menyesal mengiyakan ajakan Hessa siang tadi untuk ikut sparring basket dengan XI-IPS1 karena Juna harus mengisi latihan band. Nathan berdecak tak santai, menaruh dirinya ke bangku dengan tenang.

”Ya,” panggil Nathan pelan membuat Lia menaikkan bola mata sembari mendongakkan dagu meminta jawaban, ”gue besok aja deh.”

”Kenapa?”

“Dia mau keluar sama gue, mau apa lo?” Hessa menyahut, mengangkat dagu angkuh tak santai.

Lia berdecih tak santai memandang pemuda di atas meja Jeiden itu tak kalah rendah. Gadis itu kembali menoleh pada Nathan dengan senyum kecil. ”Have fun, Nat.”

”Hm, lo juga.”

Tubuh Lia menghilang setelah gadis itu melangkah mundur keluar kelas seutuhnya. Chacha dengan terburu mengemasi barangnya ke dalam tas, mengabaikan Juna yang mengoceh tidak jelas membahas mengenai kesepakatan tampil bersama antara anak band dan teater. Gadis itu bangkit, mendorong bahu Juna pelan membuat si empu mengumpat refleks.

”Ya, tungguin!”

Senya ikut berdiri terburu. ”Chacha gue ikut!”

Haikal dan Rendra sama-sama menoleh ke arah satu sama lain, saling pandang heran sebelum akhirnya menjatuhkan pandangan ke Nathan yang kembali fokus pada layar ponsel. Pemuda itu tampak tenang menggerakkan jari-jemari mengetikkan sesuatu walaupun merasa dengan pasti kedua orang di depannya tangan menunjukkan wajah bertanya-tanya. Nathan tampak masih menggerutu kecil, menyisakan penyesalan karena tak menyangka sama sekali Lia akan menawarkan untuk ke toko buku bersama mengingat keduanya mendapatkan topik yang sama untuk pembelajaran apresiasi prosa.

”Lo ada apaan deh sama Hessa?” Rendra melontarkan pertanyaan pada akhirnya.

”Mau sparring basket sama kelas samping,” jawab Nathan tanpa menoleh, ”udah gue iyain.”

”Siapa aja?” Kali ini Haikal menyahut.

”Jeiden, Soni, Yoga, Hessa, sama gue.”

Rendra mengangguk paham. ”Di mana?”

”Lapangan belakang.”

”WOI JEIDEN!“ Haikal menjerit kelas membuat gerombolan cowok di sana terkejut. ”Lo mau ngajarin temen gue jadi buaya?“ labrak pemuda itu tidak jelas.

Hessa melirik sinis, memandang Haikal sinis. ”Apaan sih, gak jelas lo.”

”Lo, lo, sama lo.” Haikal menunjuk Jeiden, Hessa, dan Soni bergantian. ”Sparring basket cuman alibi buat nontonin cewek Cheers di lapangan belakang kan?”

Jeiden yang awalnya tak peduli jadi tersedak, menoleh tepat ke belakang bangkunya tempat Haikal duduk. Hessa dan Soni justru menjatuhkan pandangan ke Jeiden karena merasa tidak tau menahu urusan ini, setahu mereka hanya Bisma, temen Jeiden dari XI-IPS1 ingin melakukan tanding ulang karena ia dan kelasnya sempat kalah di kompetensi olahraga seminggu yang lalu. Yoga dari bangkunya mendengar kata Cheers ikut menoleh, menaruh matanya ke Jeiden.

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang