Banyak hal yang masih belum diketahui dari Rendra Arsaneo, salah satunya ialah nama depan pemuda tampan itu.
Rendra lahir dengan nama Raden Rendra Arsaneo. Arsaneo diambil dari nama belakang sang Ayah, Cesandoro Arsaneo. Berbeda lagi dengan nama depannya yang diberikan oleh sang ibu, Putri Ajeng Winangsih Diayu. Wanita cantik dengan rambut yang kerap dipotong pendek itu masih menjadi anggota jauh dari bagian Kesultanan Surakarta. Ibunya merupakan vokalis salah satu band yang pernah meledak pada masanya dengan nama panggung Widi Ayu, sedangkan ayahnya merupakan anggota dari Tentara Republik Indonesia Angkatan Darat yang katanya telah bergabung di usia delapan belas tahun sampai sekarang.
Amat sangat berbeda dengan Rendra yang diumur sekarang masih leha-leha sana sini menikmati masa remajanya, mengeksplor segala bentuk hoby seperti melukis, radio, paduan suara, dan masih banyak lagi.
”BANG RADEN!”
Rendra dari kamarnya di lantai atas berdecak. Selain Rendra, ada satu lagi penghuni rumah ini yang berstatus sebagai anak, Putri Ajeng Bening Arsila. Sama halnya dengan Rendra, Bening juga lebih dikenal hanya dengan nama Bening Arsila daripada nama lengkap dengan embel-embel bangsawan pemberian sang ibu.
”BANG RADEN DISURUH BUNDA TURUN BUAT MAKAN!“
”IYA, YU, BENTAR!“
Jika di luar adiknya lebih dikenal dengan panggilan Bening, maka di rumah gadis gempal dengan pipi chubby itu lebih dikenal dengan panggilan Ayu. Ada alasan kenapa Rendra dan Bening sama-sama tak mengenakan nama depan mereka, salah satunya adalah sebagai bentuk perhormatan bahwa sang Ibu bukan lagi termasuk anggota ningrat karena menikah dengan orang dari kasta lebih bawah. Selain itu, ada juga alasan kenapa mereka menggunakan panggilan dari nama depan di rumah, salah satunya karena untuk menghargai sang Ibu yang masih keturunan kerajaan keraton.
Ya... pokoknya seperti itu lah.
”BANG RADEN CEPET!”
Rendra dengan terburu turun dari ranjang kamar, membuka pintunya untuk melongok pada sang adik yang sejak tadi sudah seperti orang hutan. Pemuda itu dengan garis wajah menurun kesal mulai menginjakkan kaki ke anak tangga, mengulurkan kepalan tangan pada Bening yang sudah meringis menunjukkan deretan gigi rapinya di bawah tangga. Sudah ada Ibu dan Ayah di meja makan yang menoleh dengan senyum tipis, menyambut Rendra dengan kehangatan.
”Tumben di rumah, Bang?” tanya Ayah membuka obrolan begitu Rendra bergabung duduk. ”Gak nginep di rumah Nathan lagi?”
”Gak,“ jawab Rendra pelan, ”udah waras otaknya, tapi orangnya malah marah sama anak-anak yang lain."
”Kenapa?” Bunda menyerahkan piring di hadapan Rendra, mengisi benda putih itu dengan nasi. “Marah juga sama kamu?“
Rendra mengangguk antusias. ”Bunda inget gak yang aku cerita Nathan lagi naksir cewek?“
Wajah ayu Bunda mengangguk, tetap fokus pada mata Rendra walau tangannya sibuk menyerahkan piring ke hadapan Bening.
”Kemarin Nathan nekat, malem-malem nyamperin ke sekolah gara-gara tau ceweknya masih di sekolah sendirian. Terus waktu pulang, harus diinfus lagi. Aku sama Haikal inisiatif lah ya bilang sama yang lain, akhirnya pada setuju buat ancem Nathan buat istirahat dulu.“
”Cuman gara-gara cewek?” tanya Ayah tertarik.
Untuk kedua kalinya Rendra mengangguk dengan semangat menggebu. ”Padahal yang cewek gak suka Nathan, kasian banget.”
Suara tawa Bening terdengar keras berlebihan membuat tubuh Rendra di kursinya menyingkir melindungi kuping. Bening ini kalau dipikir benar-benar sebelas dua belas sama Chacha. Lengking tinggi suara, cara tertawa, dan cara mengatai, semuanya mirip Chacha. Sampai-sampai, Rendra pernah berpikir random kalau sebenarnya Bening ini adik Chacha daripada adik kandungnya, mungkin tertukar salah melahirkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Win Crown
Roman pour AdolescentsRated: 15+ Mentahan cover from Pinterest Dialy life from XI-IPA5. Tentang 12 siswa laki-laki dengan 6 siswa perempuan dan kisah SMA mereka. Kalau kamu tanya apakah ini cerita tentang Ketua OSIS yang jatuh cinta? Mungkin saja. Kalau kamu tanya apakah...