17. Makan Makan

257 58 8
                                    

Catatan: Waktu baca ulang part ini kayaknya terlalu membosankan deh, huhuh :(, dilewatin dulu gak papa :v.

.

.

.

.

.

”Nathan Abian Prayoga dengan 233 perolehan suara, Jeno Alexander dengan 229 suara, Samuel Ardian dengan 227 suara, dan 18 suara tidak sah, total 707 suara dari 712 suara yang sudah didata oleh anggota OSIS. Dengan ini, diputuskan bahwa Ketua OSIS untuk angkatan tahun ini adalah Nathan Abian Prayoga dengan Wakil Pertama Jeno Alexander dan Wakil Kedua Samuel Ardian. Untuk acara pelantikan akan dilakukan pada hari Senin setelah upacara berlangsung, terima kasih atas partisipasinya, untuk para siswa telah diizinkan keluar dari ruang aula untuk menikmati makan siang. Sekian yang bisa saya sampaikan.”

Suara sorak ramai langsung bergemuruh terutama dari gerombolan XI-IPA5 yang duduk paling depan di area aula mengibarkan spanduk bekas konser Juna kemarin. Yoga sempat berniat untuk menambahkan wajah Nathan, tapi Rendra mengatakan tidak perlu karena berniat menjadikan spanduk yang sekarang sebagai spanduk abadi supaya dapat digunakan untuk acara apa pun. Yuda, Chaerra, dan Rendra yang berdiri paling depan sebagai tim sukses sekaligus anggota OSIS tampak paling heboh di tambah Haikal, Soni, dan Chacha yang ikut memegangi spanduk.

Nathan turun dari panggung aula dengan gelengan kecil, melangkah cepat menghampiri tempat XI-IPA5 berkumpul. Chaerra menjadi yang pertama berlari, memeluk Nathan dengan senyum lebar dan puas. Disusul dengan Chacha, Senya, dan Arina yang tak mau kalah. Anak-anak cowok lain ikut mengerumuni, melupakan spanduk yang menjadi rebutan di awal acara tadi.

Eli yang juga ingin ikut bergabung segera menghentikan langkah begitu kaos bebas Garuda dengan warna tan yang ia kenakan di tarik dari belakang. Lia menggeleng kecil, bergumam pelan, ”Nanti aja kalau udah di kelas, sekarang gak usah ikut-ikutan dulu.”

Gadis cantik yang biasanya mengenakan pita pada rambutnya itu jadi mengedarkan pandangan. Masih banyak kalangan siswa yang belum bubar terutama dari tingkat atas. Beberapa masih memilih untuk duduk berdiam diri, mengamati kejadian di aula. Eli yang siang ini mengikat tinggi rambutnya tanpa bandana jadi mengangguk paham.

”Gue gak boleh interaksi sama Nathan ya kalau di luar?” tanyanya pelan.

”Bukannya gak boleh, El, tapi dibatesin dulu dan gak cuman sama Nathan, sama semuanya terutama cowok-cowok terkenal modelan Jeiden, Hessa, Soni, Juna, dan yang lain,” ujar Lia setelah kesulitan mencari kata-kata yang tepat, ”cukup satu kejadian aja lo berurusan sama orang gila, jangan lagi.”

”Tapi gue gak salah.”

Lia mengangguk dengan senyum tipis. ”Tapi lo belum bisa bela diri lo sendiri. Gue sama yang lain juga bisa aja teledor dan gak bisa jaga lo.”

”Ya-”

”Sorry,” potong Lia bergetar, ”tapi please cukup sekali aja gue lihat lo dijahatin sama orang lain, gue gak mau lagi. Gue gak punya kuasa buat ngelarang mereka ngelakuin apa yang mereka mau, tapi lo bisa kan atur interaksi lo sendiri sama yang lain di luar kelas sama di sosial media?”

Eli pada akhirnya mengangguk. Chaerra dan Lia tentu punya respons yang berbeda akan hal ini, ia tak bisa paksakan keduanya punya jalan keluar yang sama. Setelah mendengar Eli sempat dilabrak, Chaerra marah besar dan menjadi-menjadi dengan terus mendorong Eli agar melakukan kontak dengan anak lain, mulai dari memaksa Eli bersampingan dengan Jeiden ketika di kantin, mengunggah foto dengan Soni, dan hal lain yang bertujuan memanasi para Kakak Kelas. Sedangkan Lia justru memilih cara yang berbeda seperti ini, kerap kali Lia menariknya dari gerombolan anak cowok kelas dan memilih jalan aman.

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang