60. Dua Manusia Jenius

213 45 9
                                    

”Gue bingung.”

Yoga menoleh, memandang Lia di sisinya. ”Yang mana?”

”Bukan yang ini ih!”

Lia menepis tangan Yoga dari atas buku catatannya kesal. Pemuda itu mendesis pelan, mengurungkan niat mengambil soal di buku catatan Lia yang berhasil membuat gadis itu kebingungan. Yoga menurunkan garis wajahnya, menggeser tubuh agar semakin memberikan jarak pada dirinya dan Lia yang terlihat tengah sensi.

”Gue gak ikut OSN juga paham soal OSN kalik, Ya,“ cibir Yoga pelan, ”kerjaan Katharina juga biasanya gue yang handle.”

”Gue bilang bukan ini ya bukan ini sih,” kukuh Lia tambah kesal, “lagian lo ngapain dah di sini? Tumben-tumbenan ngadem taman? Biasanya juga kalau gak gandeng Katharina sama Juna.”

”Katharina lagi sibuk.”

”Juna?”

”Juga lagi sibuk.”

”Terus lo jadiin gue majikan baru gitu?”

Yoga berdecak pelan. ”Ya bukan gitu, yang lain kan pada mau balik, capek habis ngerjain UAS, gue masih harus nunggu Rina pulang, gak sengaja liat lo di sini.”

Mata bulat Lia memicing begitu saja heran. Padahal keduanya tak sedekat itu sampai Yoga bisa tiba-tiba menghampirinya untuk mengisi waktu luang. Gadis itu sudah ada di sini sejak keluar dari ruang ujian, membuka kembali lembar-lembar catatan untuk mata pelajaran besok, sekalian nunggu Chacha yang masih rapat teater. Keduanya memang terjebak dalam situasi yang sama, tapi bukan berarti Yoga seenak jidat ambil tempat di satu bangku juga dong.

Masalahnya gimana ya... kalau kata Chacha, Yoga dilihat doang tuh bisa bikin jatuh cinta.

”Nathan gimana, Yog?” tanya Lia mengalihkan pembicaraan.

Pemuda itu menaikkan alis. ”Lo bingung gara-gara Nathan?”

Lia mengangguk saja.

“Baik, udah masuk kelas, sekarang lagi rapat kayaknya.”

”Lo sebagai orang gak guna buat Garuda heran gak sih?” tanya Lia kembali menyangga wajahnya dengan telapak tangan, memandang jauh pada hamparan luas taman Garuda yang dihiasi oleh pagar dengan lampu-lampu malam. ”Kayak, kok ada gitu orang habis sakit, besoknya masih ketemu MPK, terus sekarang pulang rapat lagi. Gue sakit dikit aja mending gak ikut UAS kayak kelas X deh daripada gak maksimal.”

”Beda konsep,” jawab Yoga tenang, ”lo perfeksionis, Nathan ambisius.”

”Kalau lo?”

”Biasa aja, kasian yang lain kalau gue perfeksionis sama ambisius, gak kebagian apa-apa entar. Masak pinter udah gue borong, yang lain ikut gue bawa. Serakah banget.”

Lia refleks mendelik tak suka dengan gaya sok cowok ini, kalau sama Chacha pasti Yoga udah di maki-maki sih. Gadis dengan rambut terikat asal itu sempat memutar bola mata malas. Cukup terkejut tapi tidak terkejut juga dengan sikap Yoga satu ini. Sejak Yoga Pranata bisa dekat cowok-cowok IPA5 yang lain saja, sudah terbukti pasti cowok itu punya satu sikap menyebalkan.

Mungkin sombong jadi salah satunya. Ya, baru salah satu.

”Katharina kok mau sama lo ya, Yog?” tanya Lia lagi, memandang cowok itu malas. “Kasian banget kalau nikah entar anaknya nurun gen dari lo, calon-calon manusia gak punya semangat hidup.”

”Anjing!” umpat Yoga refleks, menunjuk Lia kesal. ”Lo sejak kapan deh ngomong ceplas ceplos kayak gini? Perasaan waktu pertama kali masuk kalem, cuek, judes banget, interaksi juga cuman sama Hessa Hadi udah kayak trio Upin Ipin MeiMei. Lo ketularan Chacha sama Arina nih, ngomong gak pakek saring.”

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang