”Suka sama cewek yang sama tuh gak enak ya.”
Hessa membuka lengan yang menutupi matanya dari sinar matahari. Pemuda itu bergumam pelan, kembali menaruh lengan di tempat sebelumnya begitu sadar Nathan yang datang. ”Gak bayangin jadi Juna yang tiap hari ngadepin cowok-cowok pecinta Arina, mana si cewek juga menel banget kalau udah kumat.”
Nathan terkekeh ringan, membayangkan Juna yang beberapa hari terakhir ini memang kerap menggaruk rambut frustasi setiap kali bersama si cantik Arina. Tapi jika dilihat lebih jauh, justru keduanya tampak serasi entah hanya dari sekali lihat atau berkali-kali lihat. Arina yang tak terlalu peduli dengan siapa Juna berinteraksi mengingat cowok itu kini menjadi artis sekolah, dan Juna yang juga tak terlalu peduli jika Arina dikerumuni oleh anak-anak cowok selama gadis itu masih ada di batas aman. Kalau kata Haikal, pasangan paling tidak jelas.
Kaki Nathan yang masih berdiri di tribun setingkat lebih tinggi dari tempat Hessa tiduran kini maju, menendang kaki panjang pemuda itu agar menyingkir. Hessa terjaga dengan lengan refleks terbuka menunjukkan mata melotot dan umpatan kecil walau berikutnya ia benar-benar menggeser tubuh duduk memberikan Nathan tempat. Sebelum sepenuhnya duduk, Nathan sempat mengulurkan nasi kotak dari rapat OSIS pada Hessa.
”Apa?”
”Lo dari tadi belum makan kan?” tanya Nathan tanpa beban. ”Gue udah nyemil snack.”
”Weeeeeh.” Hessa bersorak ramai. ”Perhatian banget Mas Bro.”
”Harus dong, sama calon tetangga.”
Umpatan refleks keluar dari bibir Hessa sebagai respons dari stimulus yang Nathan berikan dalam bentuk kata-kata padanya. Pemuda itu menoleh, memandang Nathan garang. ”Udah gue duga sih lo beneran suka sama Lia.”
”Gue juga udah duga yang mau lo omongin emang tentang Lia.” Nathan membalas santai, meneguk air mineral dengan mata yang fokus pada lapangan basket di depan sana.
Hessa berdecak malas. ”Siapa yang ngadu sama lo? Haikal apa Rendra?”
Pertanyaan yang kini terdengar membuat Nathan menoleh seutuhnya, memandang Hessa tak kalah tajam dari cowok itu menatapnya. ”Lo pikir tingkah lo gak keliatan? Sekelas palingan juga tau Sa lo suka sama Lia, cuman orang bego yang gak ngerti.”
Hessa bergumam mengangguk setuju, mendengus pasrah. ”Dan orang begonya justru Lia sendiri.”
Tawa Nathan terdengar makin lepas daripada sebelumnya. Tanpa sadar jadi ikut mengasihani nasib Hessa, atau bahkan merasakan apa yang pemuda itu tengah rasakan sekarang. Mencintai gadis pintar yang justru nyatanya tampak bodoh di mata mereka, atau justru mereka yang terlihat begitu bodoh di mata Lia?
”Sejak kapan lo suka sama Lia? Dari awal atau emang cuman gak mau kalah saing sama gue?” Hessa kembali mengajukan pertanyaan menggebu-gebu begitu tawa Nathan terhenti.
”Berapa cowok yang udah lo omongin kayak gini selama status lo cuman jadi temennya Lia?” Nathan tak ingin kalah, balik melontarkan pertanyaan menyindir.
”Eh, Prayoga,” panggil Hessa kesal sendiri, ”lo pikir ada cowok segoblok gue yang suka sama cewek yang keliatan gak tertarik sama cowok? Curiga gua lama-lama Lia beneran ngelesbi sama Yessa, tuh dua anak kan dempet banget udah kayak kembaran.”
”Yessa udah jadian sama Jeno kalau lo belum tau.”
”HAH? SERIUS?” Mata Hessa melotot dengan bibir bawah jatuh berlebihan. ”Kapan teken?”
”Sabtu kemarin, habis acara di Pelita, mereka udah pulang bareng,” jelas Nathan memberitahu, ”santai, Sa, temen gue serius, udah suka adik lo dari zaman prasejarah.”

KAMU SEDANG MEMBACA
Win Crown
Teen FictionRated: 15+ Mentahan cover from Pinterest Dialy life from XI-IPA5. Tentang 12 siswa laki-laki dengan 6 siswa perempuan dan kisah SMA mereka. Kalau kamu tanya apakah ini cerita tentang Ketua OSIS yang jatuh cinta? Mungkin saja. Kalau kamu tanya apakah...