07. Titisan Dayang Majapahit yang Sesungguhnya

414 59 9
                                    

”Nathan?”

Cowok itu menutup pintu Ruang OSIS. Wajahnya menunduk dengan tangan mengacak rambut dan helaan nafas panjang. Lagi-lagi, dirinya harus disibukkan dengan urusan organisasi, terutama oleh acara pemilihan Ketua OSIS yang akan dilakukan dua minggu lagi. Berhasil menjadi nama yang tertera pada kadidat Ketua OSIS tahun ini bersama Jeno Alexander dari XI-IPA1 dan Samuel Ardian dari XI-IPS3 membuat banyak hal yang harus Nathan lakukan mulai dari rapat persiapan, visi-misi, dan lain sebagainya.

”Nathan.”

Nathan terlonjak, merasakan bahunya ditoel kecil. Cowok itu segera menoleh, memandang gadis cantik dengan tubuh ramping dan wajah oval sempurna yang berdiri di sisinya. Sebelah alis tebal Nathan terangkat, memandang Lia aneh begitupula sebaliknya.

”Tumben lo belum balik.”

Kalau diingat-ingat, Lia ini jadi murid XI-IPA5 yang paling jarang kelihatan kalau sudah hari Jumat. Selain karena tidak ada kegiatan belajar-mengajar sehingga siswa tidak diwajibkan berada di dalam kelas, Elia Neiva Palmyra juga salah satu cerminan siswa aktif. Gadis itu lebih sering menghabiskan waktu mengurus soal-soal untuk beberapa OSN yang ia ikuti daripada berdiam diri di dalam kelas. Kalau bukan karena tugasnya sebagai Ketua Kelas, Lia tak akan pernah sekedar mengunjungi kelas pada hari ini.

”Lagi hectic banget ya? Gue panggil lo dari tadi tapi lo gak denger,” tanya Lia tak mengacuhkan kalimat Nathan barusan, ”Yuda minta tolong buat bikinin brosur visi-misi lo.”

Dahi Nathan mengerut heran. ”Lo yang bikin?”

”Yuda lagi sibuk sama pendaftaran anak baru ekskul marching band, jadi kemarin dia minta tolong,” jawab Lia seadanya, menyerahkan selembar kertas desain yang telah ia buat semalam, ”katanya Senin depan setelah upacara kandidat Ketua OSIS udah kampaye, jadi agak grasa-grusu. Coba lihat dulu, sekiranya ada yang kurang srek nanti biar gue ganti.”

”Chaerra? Rendra?”

Cowok itu masih merasa aneh akan kehadiran Lia yang tiba-tiba muncul. Maksudnya, tim sukses kelas sekaligus perwakilan nama kelas untuk anggota OSIS yang Nathan ajukan adalah Chaerra, Rendra, dan Yuda. Tidak ada alasan pasti kenapa Nathan memilik ketiga nama tersebut, tapi hanya tiga orang itu yang bersedia dan dengan senang hati menerima tawarannya. Tapi sekarang-

”Kenapa malah lo yang repot dah?” tanya Nathan tak habis pikir.

”Chaerra ikut panitia penerimaan anggota baru buat ekskul dance, terus Rendra juga ikut Haikal ngurusin Radio. Jadi....” Lia menjeda kalimatnya, menarik nafas dalam. ”Lo tau gue gak punya ekskul yang panting-penting banget kan? OSN juga dipegang langsung sama guru dan gak ada acara-acara kayak-”

”Jadi mereka minta tolong sama lo karena lo yang paling keliatan gak punya kerja?”

Lia bergumam pelan. ”Tapi gak papa kok, santai aja. Kebetulan semalem gue juga gak ada bimbel, jadi langsung gue iyain.”

”Harusnya semalem lo bilang gue aja, bisa gue kerjain sendiri kok,” ucap Nathan masih tak enak, menerima selembar kertas yang diulurkan Lia dan mengamati desain dengan dominan warna cokelat kekuningan khas warna logo Garuda. ”Kode QR-nya buat apa, Ya?”

”Oh.” Lia tampak baru menyadari sesuatu, mengeluarkan ponsel dari saku almamater abu-abunya, membuka fitur pemindai untuk menguji fungsi gambar berpola di sudut kiri brosur. ”Gue pengennya besok lo gak usah terlalu banyak bawa kertas cetak, jadi setiap kelas kasih satu brosur aja. Entar lo bisa koordinasi sama Ketua Kelas buat scan kode QR-nya buat di share ke grup kelas biar lebih efektif.”

Nathan mengangguk paham, mengamati ponsel Lia yang kini telah menampakkan gambar serupa dengan kertas di genggamannya. Hal yang sederhana dan memang biasa, tapi entah kenapa hal tersebut semakin membuat Nathan mengernyitkan dahi. Lia hanya dimintai tolong untuk membuat desain visi-misi milik Nathan oleh Yuda, dan bukan murni tugas gadis itu. Tapi kenapa justru Lia terkesan amat sangat maksimal mengerjakan projek ini? Sampai segala menuangkan ide kode QR?

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang