14. Lika Liku Konser

310 54 3
                                    

”Riiiin!”

Seorang gadis dengan outer hitam oversize berlambang beruang pada dada kiri, dalaman kaos hitam, dan celana hot pants jeans melambai dari kejauhan. Tubuh kecilnya berusaha melewati lautan berbagai macam manusia dengan banyaknya tenda bazar yang didirikan. Chaerra sebagai gadis paling tinggi terus mengangkat tangan, memberikan arah pada Arina untuk menerobos.

”Ini kenapa konsernya gak malem aja sih? Berasa lagi bakar kulit gue,” protes gadis itu tepat setelah sampai di hadapan teman-teman kelasnya.

”Si paling gak sudi dateng ke konser,” cibir Chacha mengingat Arina sempat mengatakan ia tak mau datang ke konser karena buang-buang waktu.

Arina mengerucutkan bibirnya. ”Sneakers gue baru tau, Cha, sayang kalau gak dipakek,” katanya mengangkat satu kaki pamer, ”Lia lo pakek?”

Lia dengan hoodie ungu oversize dan celana jeans putih tulang panjang ikut mengangkat kaki, menunjukkan sneakers biru dengan motif senada yang dikenakan oleh Arina. Ada lambang beruang pada salah satu sisi sepatu dengan pernak pernik lucu dan tulisan latin ’Bear’. Yang lain tampak terkejut, sedangkan kini Arina dan Lia sudah sibuk saling menyapa sepatu baru satu sama lain riang.

”Ih, Lia beli?” tanya Eli dengan nada menyesal.

”Salah siapa lo gue ajakin kagak mau,” kata Arina masih tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya, ”gue ngajak Lia lah.”

”Kalau tau Lia beli, gue juga jadi pengen beli tau, biar bisa couple kayak bestie-bestie gitu.” Chacha menimpali.

Lia terkekeh ringan. ”Berangkat bareng siapa, Rin?” tanyanya mengalihkan pembicaraan dari sneakers.

”Gojek,” rengek Arina segera merangkul Chacha di dekatnya, ”Nathan mobilnya masih ada yang kosong gak ya? Gue mau nebeng pulang please,” lanjut gadis cantik itu mendongak memandang Chacha berharap.

”Penuh, Rin,” jawab Chacha ringan dengan pasti karena ia memang sudah berangkat dengan jemputan mobil Nathan tadi, ”tapi santai, katanya Jeiden bawa mobil kok.”

Arina makin merengek keras tak jelas, menaruh kepalanya di bahu Chacha dengen melingkarkan tangan di leher gadis itu. Kakinya dihentak-hentakkan kesal sudah seperti anak kecil membuat Chacha segera mengelus rambut belakang Arina sembari menimang-nimang, seolah keduanya adalah ibu dan anak perempuan. Chaerra menggeleng kecil, malu sendiri.

”Lo berangkat bareng Nathan juga El?” tanya Chaerra yang hanya diangguki Eli karena gadis itu sudah sibuk sendiri meminum pop ice. ”Lo Ya?“

”Bareng Kak Leny,” jawab Lia mengedarkan pandangan, ”tadi katanya mau sekalian ketemu temen-temennya.”

”Hadi sama Hessa gak bisa ditebengi ya?” tanya Arina masih belum menyerah. ”Gue gak mau sama Jeiden ih, bikin darah tinggi.”

”Kayaknya enggak deh.” Kalimat Lia kembali melunturkan semangat Arina. ”Hessa udah pasti sama Yessa, Hadi mungkin sama abangnya. Kalau Yessa nanti mau pulang bareng gue, baru lo bisa babuin Hessa buat nganterin lo.”

Melihat Arina kembali merengek tak jelas sembari menggoyang-goyangkan bahu Chacha keras membuat Lia jadi mengingat sesuatu. Gadis itu melepas tas ranselnya, mengambil sebungkus cokelat permen Alpenliebe yang sempat ia beli di Indomaret tadi bersama Kak Leny. Lia menoleh, memandang Eli yang juga tengah mengarah fokus ke bungkus permen.

”Mau?” tawar Lia menyodorkan yang segera diangguki Eli semangat.

Lia membuka satu permen Alpenliebe, menyuapkan pada Eli karena kedua tangan gadis itu tengah memegangi gelas pop ice.

”Chaer, mau?” tawar Lia menyodorkan bungkus permen. ”Adik lo mana?”

Chaerra mengambil beberapa permen sekaligus. ”Udah sama temen-temennya tadi, gue ajak gabung dulu gak mau, malu.”

Win CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang