1. Perawan Adik Raib

25.4K 1.2K 48
                                    

Tak tak tak

Suara langkah sendal menggema di jalanan sepi. Rahang remaja itu mengeras seiring dekatnya tujuannya, Yakni tempat dimana segerombolan remaja campuran perempuan dan laki-laki yang nongkrong di pinggir jalan, Mereka duduk bercanda ria satu sama lain.

Jari-jarinya mengepal kuat, Lantas berhenti saat jaraknya hanya terpaut jalanan aspal dari gerombolan didepannya. Kepalanya ia miringkan, Berkacak pinggang sembari menggigit-gigit bibir bawahnya dengan tatapan remeh, Baron berteriak lantang, "Mana yang namanya Trikandraputra!!"

Gerombolan remaja didepan sontak menoleh padanya yang berada di seberang aspal. Remaja-remaja wanita disana membulatkan mata sambil menutup mulut.

"Ganteng!!" Pekikan mereka menggema.

Pakaiannya bisa dibilang murah tetapi katakanlah tidak untuk wajah serta tubuhnya. Alis tebal, Mata sipit, Hidung bangir membuat remaja itu begitu tampan apalagi dengan tinggi badan yang ideal. Ekspresi Baron semakin datar, "Mana yang namanya Trikandraputra gue tanya!! Lo pada budek apa gimana sih!?" Geramnya.

Sayang matanya yang sipit tersebut tak bisa menggambarkan kemarahannya saat ini. Tak masalah, Setidaknya dari suaranya saja pasti gerombolan itu sudah tau jika dia sedang murka.

Muncul sebuah tangan yang membelah kerumunan tersebut hingga menampilkan seorang cowok sawo matang bertindik telinga yang tak kalah ganteng, Dia menyilangkan kedua tangannya di dada, "Gue orangnya, Napa emang?" Balasnya sinis.

Baron mengerutkan dahi. Memandang seksama remaja itu dari atas sampai bawah. Ia meludah ke tanah, "Cuih!" Diliriknya satu persatu teman-teman pria itu, Cap anak orang berada sudah tertera jelas hanya melihat dari pakaian serta kendaraan yang mereka gunakan.

Dengan gaya angkuh Baron menyebrang jalan dan berhenti tepat di depan cowok sawo matang. Tinggi mereka nyaris sama jadi Baron tak perlu merasa canggung karena nyatanya dia hanya pendek beberapa sentimeter dari pria ini.

Si cowok sawo matang bertanya kembali, "Ada urusan apa sama gue? Perasaan kita gak pernah ketemu"

Para remaja perempuan mulai mundur perlahan, Dari bau-baunya saja sepertinya akan terjadi perkelahian. Beda halnya lelaki, Mereka justru berbaris dibelakang cowok sawo matang yang tak lain adalah Kandra meski mereka sendiri masih bingung akan tujuan remaja di depan.

Baron manggut-manggut, "Bener kata Lo kalo kita belum pernah ketemu sebelumnya dan gue emang gak ada urusan sama Lo, Tapi..." Ucapannya terjeda bersama sebuah tinju yang ia layangkan ke pipi kiri Kandra.

BUGH!

Untungnya dibelakang ada dua temannya yang menahan tubuh Kandra agar tak jatuh sementara sisanya melotot tidak percaya melihat perbuatan remaja kuning langsat tersebut.

Sambil memegang pipinya yang sakit, Kandra menatap nyalang Baron. Namun belum sempat dia mengutarakan unek-uneknya Baron lebih dulu meraih kerah bajunya, "Sekarang kita punya urusan Bangsat! Lo udah ngambil masa depan adik gue!!" Teriaknya didepan wajah Kandra.

Dengan kasar Kandra menghempas tangan Baron, "Heh! Sejak kapan gue kenal sama adik Lo setan!" Bentaknya emosi.

Baron, "Lo gak usah ngeles deh! Adik gue sendiri, Ririn yang ngomong kalo anak dari SMK sebelah nama Trikandraputra yang udah ngambil perawannya!"

Kandra membantah, "Nama Trikandraputra itu ada banyak di sekolah sekitar sini! Jadi Lo gak bisa nuduh gue seenak jidat Lo!" Dia mendorong Baron hingga sedikit mundur.

Lima remaja yang sedari awal melongo kini turut mengangguk setuju, "Bener tuh! Jangan asal main tuduh Lo! Kita ada enam orang di sini, Kalo kita mau juga udah dari tadi Lo babak belur!" Sergah cowok yang berdiri di sebelah kiri Kandra mengancam.

Kandra, "Dan lagi nama gue bukan cuma Trikandraputra doang, Aslinya Trikandraputra Amaramanda!" Tambahnya kemudian.

Baron, "Ck! Gue gak nanya bacot!" Bantahnya sewot sembari menyerang keenam remaja didepan, Masa bodoh ia akan lebam-lebam setelah ini yang penting hasrat marahnya tertuntaskan!

***

Pulangnya Baron berjalan terseok-seok menyusuri jalanan sepi sambil memegang sendalnya yang putus. Ia menebak sekarang pasti sudah larut malam melihat dari rumah-rumah yang tertutup serta lampu dimatikan. Bermodalkan lampu yang dipasang di pinggiran jalan Baron meneruskan langkahnya meski sebelah kiri betisnya serasa ingin lepas dari persendiannya.

Tak ayal ia juga memegang bagian lain dari badannya yang sakit. Dikeroyok 6 orang membuatnya kewalahan melawan tetapi bersyukur baik dia maupun mereka sama-sama kalah.

Tidak butuh waktu lama Baron tiba di rumahnya. Dengan lebar keseluruhan 7 meter dan panjang bangunan 9 meter membuat tempat tersebut kelihatan sangat kecil, Juga sederhana untuk ditinggalinya bersama sang adik perempuannya. Teringat adiknya, Baron berdecak sekilas sebelum mendekati pintu dan mengetuknya pelan agar tak mengusik ketenangan tetangga yang bersebelahan rumah dengannya.

Baron, "Assalamualaikum..." Gumamnya bernada serendah mungkin.

Krek...

Pintu dibuka kecil dari dalam disusul kehadiran seorang gadis belia berambut hitam panjang sepinggang dalam pakaian piyama tidur nampak mengintip, Takut bila orang lain yang mengetuk pintu rumahnya. Matanya membulat saat menyadari kehadiran sang kakak, Segera gadis tersebut membuka pintu lebar-lebar dan memeluk kuat tubuh Baron.

"Abang darimana aja? Ririn takut sendirian di rumah" Ujarnya dengan suara serak. Baron tebak sepertinya adiknya baru selesai menangis.

Mendesah singkat, Baron mengelus surai panjang adiknya, "Nyari kerjaan Rin" Bohong remaja itu pada sang adik yang tingginya hanya sebatas sikunya saja.

Ririn mendongak, "Bang Baron bohong lagi! Nyari kerja kok mukanya babak belur gitu!" Marahnya seketika.

Baron, "Kenapa kamu bangun jam segini?" Tanya Baron mengalihkan pembicaraan, ia malas jika harus berdebat lagi dengan adiknya.

Ririn menjawab, "Tadi aku kebangun karena haus, Terus pas mau tidur lagi malah gak sengaja liat pintu kamar Abang kebuka dan Bang Baron udah gak ada, Ririn takut Bang, Lain kali ngomong dulu kalo mau keluar" Ocehnya kesal.

Baron, "Iya Abang minta maaf, Udah, Ayo masuk, Besok kita bakalan telat ke sekolah" Nasehatnya seraya menuntun Ririn masuk ke dalam rumah mereka.

Anak yatim-piatu seperti mereka sebenarnya butuh kasih sayang dan perlindungan keluarga entah itu dari pihak Bapak ataupun Mama. Tapi sayangnya mereka tak pernah merasakannya disebabkan pihak keluarga enggan untuk menampung keduanya dengan alasan Baron dan Ririn sudah sama-sama besar.

Apalagi Baron. Mereka menjadikannya alasan utama karena remaja tersebut telah masuk SMK.

"Kamu kan sudah gede, Cari kerja lah, Jangan nyusahin kita-kita buat nampung kamu sama Ririn, Kalo kalian berdua masih kecil kami pasti rawat kalian" Ucap bude Nuni, Kakak kandung mendiang Ayahnya kala Baron dan Ririn baru saja selesai berduka melepas kepergian orang tua mereka yang meninggal bersamaan karena tertabrak truk pengangkut kayu.

Ucapan menohok hati dari tante-tante serta para pamannya membuat Baron tersenyum pahit. Setengah tahun berlalu, Akan tetapi setiap kata-kata yang keluar dari mulut mereka masih lengkap tercatat di otaknya. Cih! Bahkan mati sekalipun ia takkan sudih meminta belas kasihan mereka!

Oleh karena itu sepulang dari sekolah Ia akan bekerja apa yang dia mampu kerjakan, Intinya halal untuk dimakannya bersama sang adik. Ririn juga sedikit membantu keuangan dengan berjualan jajan yang Ririn buat di rumah mereka. Ngomong-ngomong Ririn masih kelas 1 SMP sedangkan dirinya sudah kelas 2 SMK.

Manik sipitnya menilik jam dinding kamarnya, Hampir jam 1 pikirnya. Baron bangun dari ranjang kecilnya terus berjalan tertatih ke sumur belakang rumahnya guna mengambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tengah malam.









Mohon di tekan ⭐👈 agar si penulis tidak bete lagi🤧 Jangan lupa juga untuk berkomentar supaya Penulis jadi bahagia bisa berinteraksi dengan pembaca yang sudah rela waktu demi membaca karya kami

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang