Mereka berangkat dengan jalan kaki karena Sekolah mereka hanya berbeda lorong saja serta dekat dari rumah. Ririn selalu merangkul lengan Baron setiap ada remaja gadis lewat. Ia hanya tak suka gadis-gadis itu memperhatikan wajah sempurna abangnya, Dia akan menjaga Abangnya sampai bertemu jodoh kelak nanti, Itulah tekad konyol yang melintas di otak Ririn dari kecil hingga saat ini.
Baron mengerti itu namun tak ayal setuju dengan adiknya. Dia risih ditatap penuh damba seperti itu. Oleh karenanya ia selalu membiarkan Ririn nemplok padanya ketika mereka jalan berdua, Paling tidak sampai di sekolah ia aman.
Ririn memicing mata, "Bang, Kok jalan pincang-pincang?" Sebab semalam tak memperhatikan cara jalan kakaknya.
Baron gelagapan, "I-itu Rin, Kemarin Abang jatuh makanya keseleo begini" Jelasnya yang lagi-lagi dibumbui kebohongan. Luka-luka di mukanya juga telah ia tempel plester luka. Ketampanannya bukannya memudar, Justru Baron terlihat mirip badboy berandal keren.
Ririn, "Bang, Bajunya dimasukkin!"
Cowok itu mendongak ke bawah, "Biarin, Males" Jawabnya singkat.
Mendengus, Ririn diam sambil melirik sana sini dimana begitu banyak remaja gadis yang menoleh ke arah mereka, Ralat maksudnya pada Kakaknya. Gadis berumur 13 tahun itu semakin menggembungkan pipinya lalu menempelkan sisi kepalanya di lengan Baron. Mengulas tawa kecil, Ia mencubit pipi Ririn yang mana kelakuannya menuai tatapan iri dari remaja-remaja yang lewat.
Baron, "Kalau kamu begini terus, Kapan Abang punya jodoh Rin"
Ririn, "Tunggu sampe aku nikah!" Jawabnya galak.
Baron, "Keburu tua, Lagian siapa yang mau ngelamar cewek galak macam kamu?"
Sontak sang adik memandangnya tajam sekaligus melepas dekapannya dari lengannya, "Abang ngejek aku ya!"
Baron menatap gadis yang hanya setinggi sikunya, "Nggak, Itu kan fakta Rin, Dadah!!" Lalu berlari cepat meski terpincang-pincang sembari melambaikan tangannya meninggalkan Ririn yang mencak-mencak di tanah. Namun dari situ ia sadar jika mereka telah sampai di lorong pemisah. Menetralkan amarahnya, Ririn terus berjalan masuk ke lorong sekolahnya.
Dari lorong masih butuh 10 menit lagi untuk Baron agar tiba di depan gerbang sekolahnya.
Baron, "Assalamualaikum pak Amun"
Pak Amun hanya meliriknya sekilas lalu fokus menyeruput kopi gelasnya sambil menyandar di pagar, "Waalaikum salam"
Tersenyum jahil, "Pak, Ada Bu Siska tuh!" Seru Baron. Seketika itu juga Pak Amun langsung kelabakan, Bingung mau meletakkan kopinya dimana. Dibawah ada tanah nanti kopinya kotor, Disembunyi di atas kepala mana mungkin! Yang ada kepalanya bisa ketumpahan kopi panas!
Baron tergelak keras, "Hahahaha!! Bapak mau aja Baron kibulin! Dadah Pak, Semoga Bu Siska jadi istrinya!" Remaja itu ngacir secepatnya sebelum kena amuk dari Pak Amun yang kini berkacak pinggang memandang punggung remaja itu.
Pak Amun mengumpat, "Oooh dasar! Tapi diaminkan juga gak papa hehe..." Ujarnya cengengesan.
"Ekhem!" Pak Amun menegang di tempat.
Bu Siska yang tau sejak kapan berdiri di samping menatapnya sinis, "Pagi-pagi itu jangan cuma ngopi pak, Kerja yang becus!" Ucap pedasnya lalu melenggang pergi.
Pak Amun, "I-iya Bu hehehe..." Sayang wanita cantik dan semok tersebut sama sekali tak menoleh padanya. Pria itu kesal jadinya, "Si Baron gak ngomong kalo Bu Siska beneran datang!" Makinya kesal sambil menggaruk kepalanya yang plontos nan licin.
Dari adkel hingga kakel banyak yang menyapanya. Baron memang miskin namun bukan berarti seseorang bisa menindasnya sesuka hati, Justru sebaliknya Baron lah yang ditakuti siswa-siswa di sekolahnya. Dia takkan mengganggu bila tak duluan diusik. Anaknya juga supel, Sehingga memiliki banyak teman entah di sekolah ataupun di luar.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU, RASCAL!! (END)
RomanceBerawal dari perawan adiknya yang direnggut oleh nama 'Trikandraputra', Si Sipit Adebaron Utami berkelahi dengan ketua geng X dari SMK Langga 99, Sekolah di desa tetangga. Kandra. Dengan kasar Kandra menghempas tangan Baron, "Heh! Sejak kapan gue ke...