8. Tuan Muda Yang Kasar

6.9K 638 4
                                    

Remaja sipit itu kini menatap bingung satu, Ah tidak maksudnya dua wanita yang sekarang duduk berseberangan meja dengannya. Satunya pastilah Alsa dan disebelahnya... Baron menduga wanita bergaun ketat diatas lutut tersebut adalah Nyonya besar di sini mengingat takkan mungkin seorang pembantu menggenakan pakaian sebagus itu.

Lebih-lebih lagi dandanannya yang emmm... Oh jelas bukan menor, Tetapi wanita dewasa itu malah nampak seusia anak gadisnya sendiri, Itupun jika Alsa benar-benar anak wanita itu sesuai dugaan Baron. Apabila demikian... Batinya akan tertawa, Biarpun Pak Wijaya adalah pria baik-baik, Namun seleranya dalam memilih pasangan hidup sangat patut diacungi jempol.

Ditatap remaja tampan di depannya, Kedua wanita itu tersenyum malu.

Alsa membuka obrolan, "Kak, Ini mamaku, Mama, Ini namanya Kak Baron" Sembari menunjuk wanita disebelahnya. Sisi bibir Baron menukik, Benar dugaannya.

Baron mengangguk-angguk, "Ooh... Halo Tante" Wanita yang dipanggilnya Tante tersebut seketika menatapnya sedih. Mungkin karena Ia memanggilnya Tante, Pikir Baron.

Hal itu tak berlangsung lama setelah Perempuan itu mengubah ekspresinya menjadi senyum manis, "Halo juga Baron, Jangan panggil Tante, Berasa kayak udah tua, Panggil Ani saja" Celetuknya tertawa kecil.

Dan jawaban Baron berikutnya serta merta membuat wanita itu bungkam sementara Alsa terlihat menahan tawa, "Gak sopan Tan, Tante kan mama kandungnya Alsa, Bukan Kakaknya" Dia menekan kata 'Kakak' guna menyadarkan perempuan itu jika panggilan Tante memanglah cocok untuknya.

Samar-samar ia menemukan senyum kecut yang terukir nyata di bibir wanita tersebut. Mengulas senyum kemenangan, Baron pun bertanya sopan, "Maaf kalo tadi Baron lancang ngomong gitu sama Tante, Oh iya Baron juga mau sekalian tanya, Disini benar-benar lagi cari tenaga kerja?"

Spontan Asni dan Alsa menjawab kompak, "Ada!" Mama dan anak itu saling pandang, Seulas seringai kecil mereka sunggingkan.

Asni batuk, "Ehem! Ada dong, Kamu mau tau kerjanya apa?" Anggukan remaja bermata sipit didepan sana sungguh membuatnya semakin sumringah.

Asni, "Kamu masih sekolah?" Tanya Asni kembali.

Baron, "Iya Tante, Emangnya kenapa?"

Asni, "Tidak, Tante hanya sekedar bertanya saja, Jadi tante bisa tau kerjaan apa yang cocok buat kamu"

Alsa turut nimbrung serta dengan bertanya kepada Mamanya, "Emang Kak Baron mau Mama kasih kerjaan apa?" Penasaran gadis SMP tersebut.

Sejenak mengerutkan bibirnya yang merah, "Kalau kamu masih sekolah, Emmm... Kerja apa ya? Ah! Tante tau! Begini saja, Setiap pulang sekolah kamu kesini buat membersihkan rumah ini karena pembantu yang bertugas untuk itu baru saja izin 6 bulan pulang kampung jadi cuma itu pekerjaan yang tersisa saat ini, Bagaimana?"

Baron, "Kira-kira jam berapa Baron harus kesini?"

Asni, "Intinya saat tugas kamu sudah selesai datang saja, Tidur di sini juga tidak apa-apa kok" ia mengulas senyum terbaiknya.

Angguk-angguk mengerti, Kini Baron yang ganti berpikir. Apa dia langsung terima saja? Sepertinya ini cukup mudah. Namun bila dia menerimanya berapa gaji yang akan dia terima perharinya? Dapatkah memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Sekolah dan juga adiknya?

Gerak-gerik remaja itu tertangkap basah oleh Asni. Mulutnya mendatar, Dia harus bisa membuat remaja ganteng itu menjadi sugar baby-nya. Seumur hidup baru ini ia melihat cowok tampan selain anak tirinya yang durhaka itu. Mendadak wajahnya yang awet muda berubah masam mengingat anak tirinya. Cih! Bocah ingusan itu selalu ingin ikut campur dalam kesenangannya.

Alsa bersuara guna memecah keheningan, "Tenang aja Kak Baron, Soal gaji gede kok, Ya kan Ma?" Gadis itu memberi kode kerlingan mata pada Mamanya.

Asni, "Ooh tentu dong sayang, Kamu akan Tante gaji 800 ribu perharinya asalkan tugas yang Tante kasih kamu kerjakan"

Tawarannya membuat mata si sipit diseberang sana membelalak tak yakin, "De-delapan ratus ribu?!" Ulang Baron.

Alsa mengangguk semangat, "Gimana, Gede kan? Dan itu bisa nambah lagi loh kalo kakak sering-sering kesini" Tambahnya kemudian. Ia dan Mamanya sama-sama melirik bergantian dengan seringai samar di bibir keduanya.

Harus menerimanya! Akan tetapi... Ia kembali termenung. Rasa tak enak memenuhi batinnya, Bagaimana soal penawaran Pak Angga? Guru olahraganya itu sudah berbaik hati mau membayarkan uang SPP bulananya apabila ia ikut tim basket sekolah, Dan itu akan terus berlanjut sampai dia tamat dari SMA. Apa pantas ia menolak usul Pak Angga hanya demi gaji 800 ribu?

Wanitaa dewasa itu bertanya, "Kenapa lagi Baron? Apa gajinya kurang?"

Baron menggelengkan tanganya, "Nggak Tante, Itu gede banget malah, Tapi Baron lagi kepikiran soal latihan basket di sekolah"

Mendengarnya, Alsa jadi kepo, "Emang Kak Baron bakal lawan sekolah darimana?"

Baron, "Kalo gak salah denger, SMK Langga 99" Kedua perempuan itu terkejut bukan main.

Asni, "Oh! Berarti kamu lawan anak tirinya Tante dong!"

Baron menaikkan alisnya, "Anak tirinya Tante?"

Alsa, "Iya Kak Baron, Kakak tiri aku juga cowok, Kelas 2 SMK, Anaknya itu bandel banget terus nakal kak, Papaku sampe pusing bolak balik dari kantor ke sekolah cuma buat ngurus kelakuannya!" Selanya.

Asni menimpali, "Bener banget nak Baron, Pokoknya kamu jangan sampe seperti dia, Mama sama anak sama aja!" Cibir wanita itu.

BRAK!!

Tersentak akibat suara keras tersebut, Ketiganya menoleh pada pintu dimana pelakunya adalah seorang remaja berkulit sawo matang dengan kaos oblong tanpa lengan yang membuat lengan berotot miliknya terlihat jelas dan celana jeans sobek-sobek di bagian lututnya. Tatapan matanya tajam seakan ingin merobek-robek kulit serta daging 2 perempuan di ruang tamu tersebut.

Dua wanita di depan Baron berkeringat dingin seiring dekatnya langkah kaki cowok tersebut. Badan mereka seketika kaku saat pria itu berhenti tepat di dekat meja.

PRANG!

"Aaah!" Pekik Alsa dan Asni bersamaan tak kala meja kaca ruang tamu mereka pecah berkeping-keping setelah diinjak keras oleh remaja berkulit sawo matang. Baron juga sama kagetnya namun tak mungkin ia akan berteriak layaknya perempuan. Para pembantu yang sejak tadi berkeliaran disekitar situ kini raib entah kemana, Intinya mereka semua ketakutan, Lebih-lebih dua wanita di sofa yang saat ini tengah ditatap nyalang remaja itu.

Memberanikan diri, Asni mengumpat, "Anak durhaka kamu! Mana sopan santun kamu Hah?!" Bentaknya marah.

Wajah geram si cowok sawo matang kian menjadi, "Heh pel*cur! Lo itu bukan siapa-siapa disini! Jadi jangan sok-sokan ngaku Nyonya besar di rumah gue! Yang pantes nyandang gelar itu sampai kapanpun cuma almarhumah Mama gue! Bukan Lo! Jangan sampe gue denger lagi Lo pada ngomong jelek soal almarhumah Mama gue! Dasar Setan!!" Cecarnya bertubi-tubi.

KRAS!

Dia menendang sisa pecahan kaca di lantai sebelum melenggang pergi ke lantai atas dengan gaya angkuh, Menyisakan Baron yang blank serta mama dan anak yang nampak shock berat, Suasana sunyi sebentar.

berselang beberapa menit setelahnya Baron melihat satu persatu pembantu menyembulkan kepala mereka dari balik dapur. Setelah memastikan sesuatu mereka pun bergegas keluar dan membersihkan pecahan-pecahan kaca yang berserakan tak tentu arah di lantai.

Alsa mengulas senyum canggung, "Maaf ya Kak Baron harus liat begituan, Anaknya emang gitu, Kasar!"

Asni, "Iya nak Baron, Apa yang dia omongin tadi jangan dimasukin ke dalam hati ya?" Imbuh wanita itu usai menetralkan pernafasannya.

Baron meringis, "Gak papa kok, Namanya anak muda begitu, Yaudah Baron bakal terima kerjaannya, Tapi habis latihan basket, Boleh kan Tante?" Ujarnya ragu-ragu.

Asni mengiyakan, "Boleh dong, Terserah kamu, Yang penting setiap hari harus datang ke sini" Anggukan Baron membuat keduanya menghela nafas lega.




Mohon di tekan ⭐👈 agar si penulis tidak bete lagi🤧 Jangan lupa juga untuk berkomentar suapaya Penulis jadi bahagia bisa berinteraksi dengan pembaca yang sudah rela waktu demi membaca karya kami

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang