40. Penyakit Langka... Cinta?

4.3K 462 13
                                    

Kandra membuang permen ke udara lalu membuka sedikit mulutnya, Siap menangkap. Dia mengeryit kala benda itu belum masuk padahal ia pribadi cukup mahir dalam menggunakan gaya makan seperti ini.

Jadi bergumam, "Jatuh kali ya?" Lantas kembali membuka satu bungkus permen dan mengudarakannya lagi namun tetap saja tak ada yang jatuh ke mulutnya. Penuh penasaran Ia melihat ke sekitar bangku tempat duduknya bahkan rerumputan dibawahnya juga tak luput dari pengamatannya, Nihil.

Mendengus, Dengan iseng dia mendongak dan pura-pura melempar, Nyatanya Kandra langsung memasukkan permen rasa mint itu ke mulutnya. Disitulah bayangan tangan melintas cepat diatasnya, Begitu gesit sampai-sampai Kandra hampir tidak menyadarinya.

Sambil mengulum permennya dia menoleh ke belakang dan menjulurkan lidahnya, "Ambil di mulut gue kalo mau, Kang nyolong" Tantangnya disertai ejekan.

Baron memandang ngeri remaja bertindik telinga didepannya, "Iuuuh! Dua permen aja udah cukup di mulut gue" Rupanya Ia adalah pencuri permen yang Kandra maksud.

Si Sipit memegang sandaran kursi dan sontak melompat ala-ala pemain film terkenal lalu jatuh duduk disamping Kandra masih dengan mengulum permen hasil curiannya.

Kandra, "Adek Lo siapa yang jagain?" Meliriknya sekilas sebelum fokus melihat para pasien yang berjalan disekitaran halaman rumah sakit entah itu dengan kaki ataupun kursi roda, Entah bersama keluarga atau tidak.

Baron, "Vito sama Haris" Ia mengap-mengap karena rasa dingin juga pedas yang mengganggu mulutnya akibat dua permen mint yang sekali dimakannya.

Alisnya turun hingga bertumpu dekat ujung atas hidung bangirnya, "Goblok,  Mereka berdua kan cowok, Entar diapa-apain gimana! terus Adeknya pelakor itu kemana?"

Baron menghela nafas dan lanjut menikmati sensasi mint yang menyegarkan di mulutnya, "Heh mereka itu udah kenal gue sama Ririn dari orok jadi Lo gak usah khawatir! Dan soal Arifin dia barusan pulang"

Kandra, "Oh... Lo usir?"

Remaja disebelahnya menggeleng, "Nggak, Dia sendiri yang pamit pulang katanya ada urusan penting"

Tak lama Baron mendengar tawa sinis dari Kandra, "Cih! Palingan juga kerumah terus ribut sama Pelakor itu"

Pernyataannya tersebut membuat Baron menoleh padanya, "Buat apa ribut?"

Kandra mengendikkan bahu, "Intinya pasti mereka ribut soal Alsa yang jadi lesbian, Gue juga heran Lo gak marah sama Ririn"

Barulah Baron mengerti, "Ya jelaslah harus diributin, Itu tuh gak normal tau nggak! dan kenapa gue gak marahin Ririn pas tau dia suka sama sejenisnya gegara gue ngerti perasaannya pasti berat banget buat mutusin Alsa tapi dia lebih milih buat ngebuang cintanya supaya gue abangnya makin gak kecewa sama dia, Jadi pengen haru..."

Matahari sore yang panas membentuk genangan keringat di bibir mata Baron. Tanpa bisa ditahan genangan air yang sudah membendung itu pecah mengalir dari kelopaknya. Jika tidak memperhatikan jeli orang-orang akan mengira dirinya sedang menangis.

Dan konyolnya Kandra menduga demikian, Refleks dia menarik kepala Baron lalu disandarkan pada bahunya yang lebar. Baron yang terkejut hendak bangkit dari posisi ini tetapi jari-jari di kepalanya menguat, "lepasin aja nangisnya gak usah ditahan-tahan" Hiburnya menepuk-nepuk pucuk kepala Si Sipit.

Ia singkirkan tangan itu dari rambutnya lantas kembali ke posisi duduk tegaknya, "Ini tuh keringat bukan air mata bego!"

Kandra meringis mengelus belakang lehernya, "Ya habisnya Lo barusan ngomong pengen terharu jadi gue kira beneran nangis" Tuturnya jujur.

Nampak Si Sipit mendengkus lalu menyandarkan kepalanya di sandaran kursi panjang tempat mereka duduk saat ini sembari memandang sang Surya, "Tadi itu bude Nuni, Kakaknya almarhum bokap gue"

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang