17. Kandra Dan Emak-Emak

5.2K 585 4
                                    

Baron memijtat pelipisnya, "Lo mau ngomong apaan sih! Ini udah jam 8 malem, Pegel pantat gue kelamaan duduk disini! Mana gak mesan apa-apa lagi!"

Jika dihitung, Ada lebih dari 20 menit Baron duduk di meja yang disediakan penjual sate. Gelas bekas Pop ice nya juga telah raib entah kemana, Intinya Baron sudah membuangnya.

Kandra berkata santai, "Kalo gitu pesan dulu"

Lantas Baron pun berteriak, "Pak, Sate ayamnya yang pedes 50 tusuk pake nasi sama minumannya juga sekalian, Ntar cowok ini yang bayarin!"

Kelopak mata Kandra membuka, "Cuk! Ngapa musti gue yang bayar!?" Bentaknya tak terima.

Baron, "Kan situ yang ngajak duduk di sini jadi Lo yang harus bayar makanan gue! Gara-gara Lo waktu gue kebuang percuma! Awas aja kalo sampe penjual selimut udah tutup, Gue robek baju Lo!" Ancamnya.

Kandra mendesis, "Pak, Tambah 20 tusuk lagi, Kasih pedes!" Meski bingung, Si bapak penjual sate tetap mengiyakan dari tempatnya pemanggangan sate.

Dan keduanya kembali diam dalam benak masing-masing. Tak lama sate pesanan mereka datang, Tanpa banyak bicara Baron segera menyantapnya bersama nasi panas, Kandra pun demikian hanya saja dia tak memesan nasi.

Kandra, "Lo udah mastiin belum kalo beneran gue orang yang udah ngerusak Adek Lo?" Ungkapnya sebelum menggigit sate ke mulutnya.

Gerakan makannya berhenti, Baron sedikit mengangkat wajahnya, "Belum sih, Cuma gue ngerasa gak mungkin orang lain, Pasti Lo! Lo kan orang jahat, Keuta geng motor terus nakal lagi!"

Kandra memasang wajah bengong, "Jadi Lo main asal tebak doang?" Anggukan polos Baron semakin membuatnya kesal, "Heh! Gue ingetin sekali lagi ya sama Lo, Kalo mau sekalian aja datang ke sekolah gue terus tanya apa gue pernah atau nggak pacaran atau temenan sama anak yang namanya Ririn!"

Baron mendengus disela-sela makan, "Gue mana ada waktu goblok! Semua waktu gue cuma buat duit sama sekolah!" Sahutnya sinis.

Kandra mengatainya, "Mata duitan Lo!"

Baron, "Lo tuh enak, Tinggal ngadahin tangan doang Bokap Lo bisa ngasih duit, Gue? Ortu aja gak punya gimana gue gak gila duit coba!" Kandra terdiam mendengar penuturan remaja sipit didepannya.

Ia menggaruk kepalanya, "So-sorry gue gak tau" Jika menyangkut masalah orang tua, Kandra akan lebih paham sebab dia juga pernah berada di posisi tersebut.

Baron menggoyang-goyangkan tangannya, "Santai aja kali, Gue udah biasa dikatain begitu sama orang-orang"

Rasa canggung seketika menyelip diantara keduanya, Bingung ingin membahas apa lagi. Akhirnya yang Kandra lakukan adalah diam-diam memandangi cara makan Baron yang rapi. Terlihat bahwa remaja itu memang tidak terlalu lapar, Mungkin hanya kesal kepadanya yang tak kunjung menjelaskan maksud mengajak si mata sipit itu kesini.

Asik memperhatikan Baron, Kandra sampai tak sadar satenya telah habis. Tangannya menjulur ke bawah meraba-raba piringnya dan saat menemukan sesuatu ia langsung memakannya. Awalnya tak ada yang terjadi pada saat ia mengunyah, Tetapi berikutnya Kandra melompat dari kursi serta meludahkan sambal dimulutnya, "Pedes bangsat!!!" Serunya mencari-cari air.

Yang mana teriakannya membuat Baron tersedak sate, "Uhuk uhuk! Cuk!" Umpatnya memegang lehernya sendiri.

Mereka berteriak bersama-sama, "PAK! AIR!!!" Berjengit kaget, Si penjual yang lupa membawa air pesanan Baron segera ngacir membawa cerek air serta tak lupa gelasnya. Hendak menuang air ke gelas tetapi Kandra dengan gesit merampas cerek lalu membuang penutupnya kemudian meneguk langsung dari benda tersebut.

Dahaganya bahkan belum puas saat Baron yang ganti merebut tempat air dan meminumnya. Mereka melakukan itu bergantian yang membuat pelanggan-pelanggan serta si penjual sate cuma bisa melongo.

Bruk!

Kandra serta Baron kembali duduk dengan perut sedikit buncit akibat minum air terlalu banyak.

"Dek, I-ini siapa yang bakal bayar satenya Bapak ya?" Celetuk si pedagang sate seraya meringis bingung menatap dua remaja yang mirip orang mati di meja.

Kandra menampar 2 lembar uang seratus di meja, "Nih! Kembalinya ambil!" Ungkapnya terengah-engah, Rasanya ingin muntah saja.

"Beneran ini dek? Satenya cuma 105 ribu doang, Kalo soal cerek mah gak usah diganti, Lagian Saya juga salah gak bawain air tadi" Tutur si pedagang tak enak hati.

Baron menggeleng, "I-iya Pak gak apa-apa, Duitnya bawa aja!" Imbuhnya sebelum beranjak dari kursinya bermaksud pergi.

Kandra, "Mau kemana Lo?"

Baron berdecak memegangi perutnya, "Kepo!" Lalu melenggang.

Kandra, "Gue ikut!" Teriaknya tiba-tiba sambil sedikit berlari mengekori Baron.

Sontak si sipit menghentikan langkah dan menoleh padanya, "Ngomong apa Lo barusan tadi? Ikut?"

Yang ditanyai mengangguk kecil, "Iya gue ikut, Kenapa? Ada masalah?" Dia bersilang tangan di dada.

Lama cowok sawo matang tersebut dipandangnya sambil berkedip-kedip, "Be-benaran?" Ulangnya sekali lagi.

Mendengkus, Kandra berjalan mendahuluinya, "Ayo gue temenin, Katanya mau beli selimut!"

Baron, "Siapa yang bilang gue mau beli selimut! Lo cenayang ya?"

Kandra menyahut, "Itu Lo ngomong!" Baron mengusak wajahnya kasar, Ah! Dia keceplosan.

Akhirnya pemuda bermata sipit itu pasrah dan mengikuti Kandra, "Terus temen-temen sama pop ice yang Lo pesen tadi gimana?"

Kandra, "Kepo!" Balasnya meniru cara bicara Baron. Mencibiri pria itu, Baron pun memperlaju jalannya hingga melewati Kandra. Tanpa sadar bahwa dibelakang, Kandra menarik sebelah sudut bibirnya.

Pandangan Baron terpaku pada tempat penjual khusus selimut yang tengah berisik mempromosikan barangnya, "Ya mari mendekat semuanya! Cuma malam ini kami menjual selimut tebal seharga 70 ribuan saja! Yang tidak cepat beli? Jangan harap bertemu kami lagi, Besok kami akan pindah ke desa lain!!" Kata si penjual yang berjarak 15 meter dari keduanya.

Dilihatnya tempat yang lain. Memang selain si penjual yang berisik itu ada lagi pedagang-pedagang selimut lainnya, Sayang mereka sudah memasang papan bertuliskan '90 ribu' Yang Baron yakini harga tersebut ditujukan untuk tumpukan selimut yang masih mereka segel di plastiknya.

Seakan tak punya pilihan lain, Leher Baron berputar kembali ke tempat si penjual selimut dengan toa didepannya, Lalu bergegas ke sana.

Kandra segera mengejar Baron, "Woy! Tungguin gue!" Sayangnya ia tak bisa masuk sebab banyaknya jumlah pembeli dan kebanyakan adalah ibu-ibu tengah memilih selimut yang akan mereka beli atau tidak nantinya. Alhasil remaja itu menunggu dari luar kerumunan. Tetapi baru semenit ia disitu tubuhnya ditabrak seseorang yang sepertinya terdorong keluar.

Kandra, "Bang...sat... Lo kenapa keluar?" Herannya pada Baron, Seseorang yang telah menubruknya.

Cowok itu membenahi jaket juga tatanan rambutnya yang kusut, "Emang Lo mampu ngalahin kerumumannya emak-emak?" Sahut Baron sebal.

Padahal tadi ia berniat untuk membungkuk mengambil salah satu selimut yang mereka obral tetapi malah terkena sikutan salah satu emak-emak gempal yang membuatnya langsung terdorong dari sana. Beruntung ada Kandra, Jika tidak sudah dipastikan tempat rebahan selanjutnya adalah rumput lapangan yang hijau nan basah, Tak lupa beberapa sampah yang menghiasi.

Emosinya naik tak kala Kandra tersenyum remeh padanya, "Cemen! Ngadepin emak-emak aja gak bisa!" Ledeknya.

Baron, "Ck"

Kandra menyingkirkan Baron dengan tangannya lalu berdiri tepat di belakang kerumunan, "MINGGIR!!" Teriaknya lantang.

Si Sipit membelalakkan matanya karena kerumunan yang tadinya berdesakan kini diam memandang keduanya sembari membuka jalan masuk, Bahkan si pedagangnya pun ikutan bungkam.

Remaja sawo matang itu menengok Baron dengan senyum kemenangan di wajahnya, Lantas menarik tangan Si Sipit masuk kedalam kerumunan yang dalam sekejap kembali menyatu dengan suara berisik mereka.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang