34. Murid Baru Itu...

4.2K 435 6
                                    

Ingatan semalam masih terus membayangi otak Baron bahkan di kelas pun dia melamun, "Napa coba tuh anak? Makin lama makin aneh"

Tak sadar bahwa disampingnya masih ada Vito. Tentu dia heran akan sahabatnya yang lebih aneh hari ini, "Ngomong sendiri ntar disahutin kembaran Lo baru tau rasa"

Kontan Si Sipit menatap teman sebangkunya, "Kembaran? Siapa kembaran gue?"

Vito menyahut singkat, "Dedemit" Sebelum tergelak di kursinya.

Baron, "Kampret!"

Vito, "Hahaha... Lagian siapa sih yang Lo maksud aneh?"

Baron, "Kandra"

Jawabannya sukses membuat tawa Vito spontan berhenti, Dia membelalak, "Kandra? Trikandraputra Amaramanda? Ketua geng X dari SMK Langga 99? Itu kan, Gue udah pernah bilang sama Lo kalo sekali berurusan sama dia itu gak bakalan kelar! Terus Lo gak diapa-apain sama dia kan?" Cerocosnya. Dengan tidak sabar dia membolak-balikkan sahabatnya.

Merasa risih Baron pun menyingkirkan tangan Vito darinya, "Ya enggaklah! Maaf kalo gue baru cerita sekarang, Sebenernya udah 5 hari gue kerja jadi tukang bersih-bersih di rumahnya dan tiap pulang tuh anak selalu maksa nganterin gue pulang"

Vito menggaruk rambutnya, "Gimana gimana? Lo kerja jadi tukang bersih-bersih di rumah Kandra? Kok bisa sih?" Ulangnya masih belum paham.

Si Sipit menghembuskan nafasnya lalu menjelaskan dari awal mengapa dia bisa menjadi pembantu di sana. Barulah sesudahnya Vito mengerti, "Ooh gitu... Dia juga ngajakin Lo tawuran?"

Baron, "Hmm... Dan sampai sekarang tuh anak masih ada utang sama gue!"

Nampak Vito memandang sekitarnya. Usai memastikan jika teman-teman sekelasnya masih diluar. Mendekat, Dia pun berbisik, "Lo tau nggak rumor soal Mama tirinya?"

Baron mengangguk, "Udah kok, Waktunya itu tukang ojek yang ngasih tau gue dan kayaknya tuh nyokap tirinya suka sama gue tapi Lo gak usah khawatir gue bisa jaga diri"

Vito, "Hati-hati ya Bar, Gue cuman bisa doain yang baik buat Lo" Ucapnya menepuk-nepuk pundak Baron.

Ia tersenyum, "Udah lah! Gak usah Lo pikirin soal gue, Yang penting Lo harus nganterin gue pulang nanti, Kaki gue pegel banget!"

Dia memicing melihat Vito mengusap punggung lehernya, "Itu Bar... Gi-Gimana mau jelasinnya ya...'

Baron mendatarkan alis serta matanya, "Kalo gitu gak jadi, Lo pasti mau ngedate lagi sama pacar Lo kan?"

Vito cengengesan, "Hehehe... Becanda doang Bar, Lo marah ya?"

Remaja bermata sipit itu menggeleng tangan, "Nggak kok, Gue cuman sedih aja jadi jomblo, Gak ada yang hibur gue"

Vito, "Sabar Bar, Salah sendiri Lo lebih mentingin uang daripada pacar, Meskipun gue sahabat Lo dari orok tapi gak akan selamanya juga gue bakal ada disamping Lo, Jadi sekali-kali cari cewek kek biar Lo gak kesepian kayak gini, Di sekolah ini banyak tau nggak yang naksir sama Lo" Nasihatnya.

Baron, "Iya deh ntar gue pikirin lagi saran Lo"

Vito, "Kelupaan lagi, Ini... Gue kepo soal siapa yang udah ngambil perawannya Ririn? Lo udah tau belum?"

Mendengar pertanyaan sahabatnya, Ia bermuram durja di tempat duduk lalu menggoyang-goyangkan kepalanya, "Minim bahkan hampir gak ada satupun informasi yang gue dapet Vit, Ririn juga kayaknya gak akan mau jujur sekalipun gue pancing, Hah... Sebenernya gue juga penasaran, Sumpah tangan gue gatel banget pengen nonjok cowok itu!" 

Sahabatnya mengangguk, "Sama gue juga, Biarpun Ririn itu cerewetnya sama kayak mama tapi gue udah anggep dia adik sendiri" Lalu tak sengaja Ia menemukan sesuatu di pipi Baron, "Bar, Pipi Lo kenapa? Habis berantem?"

Baron, "Nggak, Kemarin malam itu Kandra ribut sama bokapnya terus pas Papanya mau nampar gue tiba-tiba langsung berdiri didepan Kandra, Jadi gue deh yang kena, Lumayan sakit juga sih" Ulasnya seraya menyentuh pipi yang terkena tampar salah sasaran dari majikan lelakinya.

Vito tiba-tiba mencolek bahu sahabatnya sambil tersenyum menggoda, "Lo tau nggak Bar, Lo udah mirip pacarnya daripada pembantu"

Baron mengelak disertai kernyitan alis, "Apaan Lo! Ngomong sembarongan!"

Dan rupanya Vito belum menyerah, "Alah... Pake acara ngeles lagi, Inget Bar yang namanya cinta itu datangnya dari mata turun ke hati, Terus kalo gue liat-liat nih ya Kandra itu ganteng kok"

Baron memandang aneh teman sebangkunya, "Gue juga ganteng"

Vito memutar bola matanya, "Kepedean Lo!" Cibirnya.

Namun yang dia dapati berikutnya adalah sahabatnya itu melamun lagi. Menghela nafas kasar, Vito kembali melanjutkan acara main hp yang tertunda. Begitu guru masuk barulah Vito berhenti dan menepuk punggung Baron guna menyadarkan Si Sipit, "Bar! Ada pak Fiat tuh!"

Baron menoleh ke Vito sebelum mengangguk dan mengambil buku pelajaran di lacinya.

Jam Istirahat Kemudian...

Di kantin pun Baron masih menghayal disela mengaduk-aduk pop icenya. Vito memilih acuh dengan meneguk es tehnya, Malas bertanya sebab kesal karena tidak pernah dijawab oleh sahabatnya.

"Eh denger-denger ada anak baru loh, Kelas 3" Celetuk salah satu siswi berseragam batik.

"Ah masa sih? Ganteng nggak?"

Vito yang berniat minum seketika diurungkannya, Dia menoleh pada 4 pelajar wanita yang berada tak jauh dari mejanya bersama Baron. Biarpun dirinya lelaki tapi siapa sih yang tidak penasaran akan sebuah gosip?

Gadis bersurai sebahu menimpali, "Ganteng banget sumpah! Dia sekelas sama gue, Kelas 3 IPS-C"

"Lo beruntung banget sih... Gue iri tau nggak!"

"Eh itu anaknya! Subahenol! Cakep njir, Boleh nggak gue masukin ke dalam karung?" Seru salah satu dari mereka yang berkacamata bulat.

Seluruh pandangan beralih pada arah yang dimaksud. Remaja yang ditatap banyak pasang mata itu ternyata menyadari, Dia menoleh bersama senyum manis yang terus Ia sunggingkan sebelum mengalihkan atensinya pada punggung seseorang.

"Gue meleleh..." Ujar seorang siswi ambruk ke mejanya.

"Senyumannya ngalahin gula! Pengen gue emut aja bibirnya!"

Mereka antusias, Namun katakanlah tidak bagi Vito. Gelas teh dingin yang dipegangnya nyaris tumpah jika saja Vito tak cepat meletakkannya kembali ke meja. Dia melirik remaja sipit didepannya, "Bar! Sadar woi, Tuh es batu di pop ice Lo udah cair dari tadi! Buru minum habis itu kita masuk kelas!" Gemasnya.

Langkah kaki semakin dekat, Vito gusar di kursinya. Sial, Kenapa di hari yang cerah ini dia harus bertemu dengan malapetaka? Vito membatu tak lama setelah remaja itu berhenti di belakang sahabatnya.

Sisi kiri pipi Baron dicolek. Lamunan Si Sipit buyar lalu memutar mukanya guna mencari siapa gerangan yang sudah membuatnya terganggu. Bola matanya bergerak sana sini, Dia tidak menemukan pelaku.

Cuma berselang beberapa detik kini pipi kanannya lagi yang disentuh. Baron memalingkan wajahnya ke kanan dengan risih, Namun dia masih belum mendapati seseorang yang membuatnya kesal tersebut.

Otomatis memandang galak Vito yang berada di depannya, "Gue tabok Lo lama-lama! Ngapain sih colek-colek pipi gue hah!" Gertaknya tiba-tiba.

Vito berjengit kaget. Dia yang jelas-jelas difitnah tentu saja tidak terima. Lantas memaki, "Kampret, Apaan Lo nuduh gue! Tuh coba Lo nengok ke atas!"

Baron, "Alah jangan banyak alesan Lo! Yang ada disini kan cuman kita berdua!" Disangkalnya ucapan sang sahabat.

Alhasil Vito gatal tangan ingin menusuk kedua mata sipit Baron, "Gue gak bohong cuk!"

Mengikuti saran sahabatnya Baron mendongak. Senyuman manis yang dipamerkan kepadanya adalah hal pertama yang dilihatnya. Alisnya turun, "Arifin?"

Vito, "Bar, Lo kenal Arifin?"

Hendak Baron jawab pertanyaannya, Akan tetapi Arifin yang mendadak merangkulnya lebih dulu menyahut, "Jelaslah dia kenal sama gue, Baron kan kerja dirumah kakak gue, Iya nggak Bar?" Arifin mengerlingkan mata kanannya.

Baik Vito ataupun Baron sama-sama meringis jijik.















LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang