25. Putus

5.8K 499 8
                                    

Baron lelah juga kesal, "Mau sampe kapan Lo natep gue kek gitu?" Seraya melirik Alsa yang tidak henti-hentinya memperhatikannya intens dari sofa karena saat ini Baron tengah bersih-bersih di area ruang tamu.

Gadis itu berjengit dan menggeleng, "Nggak, Bukan apa-apa kok" Alsa kemudian mengalihkan pandangannya ke segala arah seakan tak terjadi apa-apa.

Cowok sipit itu mendengus singkat lalu balik menyapu lantai sambil sekali-sekali membersihkan sofa dengan kemoceng yang terus ia bawa di tangan kirinya. Dari sejak datang kemari, Anak majikannya tersebut selalu menatapnya tanpa jenuh entah mengapa. Baron hanya merasa terganggu makanya menegur Alsa.

Kembali merasakan tatapan dari balik punggungnya, Kontan Baron memutar badannya hendak menegur Alsa tetapi urung sebab ternyata yang memandangnya saat ini adalah Pak Wijaya yang tiba-tiba muncul disebelah putrinya. Segera Baron tersenyum sopan dan kembali menyapu.

Wijaya, "Kamu betah kerja di sini?"

Baron mengangguk, "Iya Om, Baron betah" Ucap Baron singkat.

Wijaya, "Sekolah kelas berapa?"

Baron, "Kelas 2 SMA Om, Kenapa?" Dia balik bertanya.

Pria itu tersenyum bersama gelengan kepala, "Tidak, Hanya penasaran kenapa anak muda seperti kamu bekerja sekeras ini, Orang tuamu sakit? Maaf jika saya bertanya"

Sekilas Ia menghela nafas sebelum menjawab, "Iya gak papa Om, Orang tua Baron udah meninggal dua-duanya" Ayah dan putrinya yang duduk di sofa terperangah mendengarnya.

Wijaya jadi tak enak hati kepada pembantu barunya, "Sekali lagi saya minta maaf"

Ia manggut-manggut, "Iya Om" Terus bekerja lagi, Kali ini agak dipercepatnya sebab merasakan suasana canggung. Baron lebih suka mengerjakan sesuatu dalam diam, Menurutnya berbicara disaat kerja akan mengganggu juga memperlambat pekerjaannya.

Alsa, "Kak, Nama adiknya kakak siapa?"

Baron, "Ririn, Kenapa Sa? Lo kenal Adek gue?"

Nampak gadis tersebut agaknya kaget tapi dalam sekejap raut wajahnya kembali normal, "Nama panjangnya?" Tanyanya lagi tanpa menjawab ucapan Baron.

Baron, "Airin Utami" Gadis itu mengangguk-angguk.

Wijaya mengelus rambut putrinya, "Kamu kenal sama adiknya Baron?"

Alsa tersenyum, "Iya Pa, Ririn Adek kelas aku di sekolah"

***

Kandra menyimpan bunga ke dalam tas sekolahnya. Rencananya ia akan meminta maaf karena telah melupakan janji kencan mereka tadi malam. Dalam bersemangat Ia pun menjalankan motornya menuju desa Sejati dimana pacarnya tinggal.

Sekitar 20 puluh menit dia sampai. Kandra turun dari motor, Masih menggenakan seragam sekolahnya lalu mengambil bunga dan menaruh asal tasnya di sadel motor. Kandra berjalan riang, Sengaja tidak mengabari kekasihnya jika dia ingin berkunjung.

Ia penasaran bagaimana reaksi pacarnya nanti saat melihat kedatangannya? Hampir 2 Minggu mereka tidak bertemu karena kesibukan masing-masing. Jujur ia sangat rindu dengan pacarnya, Apakah gadis itu juga merindukannya?

Kartika sebenarnya kakak kelasnya di SMK Langga 99 sebelum gadis cantik itu pindah sekolah di desa yang baru dimekarkan ini, Desa Sejati. Alasan sang kekasih beserta keluarganya pindah juga karena urusan bisnis sehingga mau tidak mau Kartika harus ikut. Namun bukan berarti hubungan mereka berakhir, Mereka masih pacaran sampai saat ini.

Tipe cewek yang Kandra inginkan semuanya ada di Kartika. Cantik, Galak, Tukang ngambek, Pintar dan masih banyak lagi yang Kandra sukai dari pacarnya tersebut. Dulu Ia benar-benar berjuang demi mendapatkan hati kekasihnya sebab Kartika berkali-kali menolak Kandra dengan alasan tidak mau memiliki pacar yang lebih muda darinya, Wanita itu malu.

Yang namanya Trikandraputra Amaramanda jelas tidak menyerah, Malah semakin gencar mendekati Sang pujaan hati yang tak lain kakak kelasnya sendiri. Bahkan sempat harus terlibat konflik dengan pamannya, Adik dari Mama tirinya, Arifin.

Arifin setahun lebih tua dari Kandra, Otomatis dia seusia Kartika dan juga kebetulan menyukainya. Hal ini mengakibatkan kedua pria itu saling berseteru satu sama lain. Meski akhirnya Kandra yang Kartika pilih, Permusuhan mereka tetap masih berlanjut sampai dua ketua geng itu membuat larangan untuk masuk ke Desa masing-masing.

Setelah ketahuan oleh Wijaya, Pria itu memanggil anak serta iparnya tersebut dan tak segan-segan menasehati. Akhirnya mereka pun sepakat membuat surat perjanjian yang berisi tentang geng X boleh masuk ke Desa Sejati dengan batas wilayah aman yang telah ditentukan, Begitupula sebaliknya.

Sialnya dua hari yang lalu Arifin mengibarkan bendera perang dengannya yang tentu saja Kandra terima. Kenapa dia bisa berani ke rumah pacarnya sendirian? Itu karena Kandra yakin jika Arifin dan gengnya tidak mungkin akan bermain di sekitar kompleks yang sangat ketat keamanannya ini.

Faktanya warga komplek sini jelas merasa risih bila ketenangan keluarga mereka terganggu oleh deru mesin motor yang kerasnya bukan main itu sehingga area dimana Kartika tinggal didirikan kantor polisi yang ditugaskan menjaga keamanan.

Kandra tertegun sejenak di depan pintu yang sedikit terbuka, "Sepatu cowok? Ah palingan cuman adiknya" Sanggahnya acuh. Mengendap-endap Kandra mendorong pintu pelan lantas masuk, Ia yakin saat ini Kartika pasti tengah menonton TV di ruang tamu.

"Fin... Ungh... Arifin..." Langkahnya mendadak kaku. Ini jelas-jelas suara Kartika tengah mendesahkan nama... Arifin? Kandra menemukan rok pendek, Baju bahkan kutang dibiarkan berserakan di lantai dan semuanya merupakan milik pacarnya. Emosinya naik sebab tak hanya itu, Ada lagi pakaian pria disana.

Diremas-remasnya bunga yang disembunyikan di punggungnya lalu dibanting, "A-Arifin! Aah... Aku nnngh... Aku cinta sama kamu!" Cukup, Jari-jarinya mengumpul dan saling menekan.

Pijakannya berhenti tak jauh dari sofa depan TV. Gadis yang dicintai juga diperjuangkannya sekarang terlihat sangat menikmati tiap hentakan kejantanan seseorang yang berbungkus selimut kecuali bagian rambut masih bisa Kandra lihat. Satu kenyataan yang menyakiti hati kecil Kandra, Pria itu bukanlah dirinya. Agaknya mereka belum menyadari keberadaannya.

BRAK!

Dua insan yang asik berhubungan badan di sofa depan TV itu terperanjat dan langsung memfokuskan perhatian pada meja kayu yang mendadak tersandar di dinding tepat diatas sofa yang mereka tengah tempati.

Alangkah terkejutnya gadis itu menemukan Kandra mengepalkan kedua tangan yang gemetaran seolah-olah siap memukul siapa saja termasuk dirinya.

Kandra menyeringai sinis setelah melihat jelas pria yang sedang menggeluti pacarnya, "Turunan perebut milik orang itu emang mendarah daging!"

Cepat-cepat Arifin serta Kartika memakai celana dalam mereka kembali. Wanita itu merampas selimut dan berlari mendekati Kandra, "Dra, Dengerin aku yang, Kita... Kita cuma..." Entah kenapa Kartika merasa tenggorokannya tercekat.

Tatapan bengis bercampur jijik yang diarahkan untuknya membuat Kartika lemas juga takut. Kandra mendengus remeh, "Cuma apa? Jadi ini alasan Lo minta jangan ketemu selama 2 Minggu? Jadi lo*ntenya Arifin? Iya!?" Teriaknya berang.

Arifin yang diam diseberang kontan menimpali, "Apa maksud Lo ngomong gitu?!"

Kandra menunjuknya, "Bacot Lo!"

Sebisa mungkin Kartika menggapai sang kekasih tetapi dengan cepat Kandra menjauh masih bersama pandangan penuh hinaan, "Jangan sentuh gue! Jijik!" Mata berembun wanita itu tak berarti apapun di maniknya.

Kartika menangis, "Kandra hiks... Dengerin dulu omongan aku... Kita tadi cuma..." Dan lagi, Kartika tak bisa melanjutkan perkataannya.

Kandra, "Cuma apa? Pikir Lo gue gak punya mata sama telinga gitu?" Ditariknya rambut kusut milik Kartika hingga gadis itu terpaksa mendongak kesakitan, "Cuma orang buta yang gak bisa liat apa yang Lo sama Arifin lakuin! Orang tuli doang Tik, Yang nggak bakalan denger suara keenakan dari mulut Lo bangsat!" Makinya sebelum menghempas kasar Kartika, Beruntung tidak sampai membuatnya jatuh.

Muak, Cowok sawo matang itupun berbalik pergi namun masih sempat-sempatnya mengatakan sesuatu di ambang pintu, "Kita putus! Dan Lo, Urusan kita belum selesai bangke!" Ucapnya pada Arifin.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang