Kandra bersedekap dada, "Mau ngapain Lo kesini?" Dia bertanya pada Kartika yang sekarang duduk di ruang tamu rumahnya. Dia baru saja pulang dari latihan basket di sekolahnya. Lelah iya, Capek? Apalagi! Belum hilang keduanya kini dirinya harus merasakan dongkol akan kehadiran gadis ini.
Kartika berdiri, "I-itu Dra, Aku mau minta maaf soal kejadian waktu itu"
Kandra mengarahkan bola matanya ke samping tanda tidak tertarik, "Terus?"
Gadis itu meremas jari-jarinya, "Aku mau... Emm... Aku mau kita balikan lagi, Sumpah aku sayang banget sama kamu" Ungkapnya.
Kandra, "Heh! Sayang Lo bilang? Terus yang kemarin gue liat itu apa? Bukti kasih sayang Lo sama gue, Gitu maksud Lo?"
Lawannya menggeleng gusar, "Bukan!Aku beneran masih sayang sama kamu! Akhir-akhir kamu jarang ada waktu buat aku, Kamu kayak gak peduli lagi sama aku, Aku kesepian Dra!" Tukasnya.
Mendengar penuturannya, Kandra menunjuk dirinya sendiri, "Gue jarang waktu buat Lo? Apa nggak kebalik namanya? Tau nggak selama 2 Minggu gue rindu pake mati sama Lo!! Sampai-sampai gue nanya ke diri sendiri apa pernah gue buat salah sampe Lo mutusin buat istirahat 2 Minggu tanpa kehadiran gue"
Ia mendengus singkat sebelum melanjutkan, "Dan kemarin gue udah nemuin jawabannya, Lo selingkuh, Iya Lo selingkuh dari gue!! Sampe detik ini tuh gue masih gak nyangka, Dan kenapa harus Arifin hah!? Jawab gue Tik! Kenapa harus sama adiknya si pelakor itu yang Lo jadiin selingkuhan!?" Ia memberang.
Tubuh Kartika gemetaran, Remaja itu menangis, "Ma-maaf Dra, Aku khilaf"
Reflek Kandra mendecih, "Cih! Khilaf kok desah keenakan!" Cibirnya. Wajah Kartika memerah, Kepalanya kian ke bawah, Terlalu malu untuk menatap Kandra.
Cowok sawo matang itu terkekeh sinis, "Lo gak bisa jawab kan? Gue heran sama Lo juga Papa gue, Seenak apa sih barang mereka sampe bikin kalian ketagihan, Murahan!"
Mendadak terdengar sahutan dari arah pintu, "Apa maksud Lo ngatain gue sama Kakak gue!" Kandra juga Kartika memutar badan.
Rupanya Arifin, Pikirnya. Tapi tunggu... Kelopak mata Kandra agak terbuka, Dia menunjuk Baron yang berdiri disamping Arifin, "Kalian kok bisa barengan?"
Baron mengangkat bahu, "Dia yang pengen nganter, Tumpangan gratis mana gue tolak, Lo pada beresin masalah kalian gue gak mau ikut campur, Mendingan juga kerja!" Si Sipit melenggang dari ruang tamu menuju dapur dimana alat-alat kebersihannya diletakkan di sana.
Sepulangnya dari dapur Baron langsung naik ke lantai atas atau tepatnya ke kamar Kandra. Dia mendorong pintu kuat-kuat namun bukannya terbuka, Justru malah kepalanya yang menabrak dinding pintu.
BRAK!
Baron terduduk ke lantai, "Shhh...! Setan Si Kandra! Kok gak ngomong pintunya dikunci!" Omelnya mengelus-elus bokongnya yang sakit.
Lantas berdiri lagi kemudian menengadah ke lantai bawah, "Bangsat Lo main ngunci pintu! Bukain kamar Lo gue mau bersihin!!" Teriakan menggelegarnya membuat 3 remaja di ruang tamu tersentak dan menoleh bersamaan padanya.
Kandra merogoh kantung celananya lalu melempar kunci kamarnya pada Baron, "Tangkep!" Naas Baron tidak sigap menangkap berakhir kunci kamar itu menggores pelipisnya.
Ia meraba bagian yang sakit dan melihat telapak tangannya, "Darah, Sialan!" Umpatnya terus mengelap cairan merah kental yang keluar dari sana.
Menyadari keanehannya, Kandra berteriak, "Lo kenapa?"
Baron, "Kalo ngasih sesuatu itu yang bener dong! Nih liat pelipis gue berdarah!" Menunjuk bagian pelipisnya yang masih mengeluarkan darah, Bahkan kini merembes ke sisi matanya.
Sebelum Kandra mengangkat kakinya, Tanpa diduga Arifin duluan berlari mendahuluinya. Dia langsung membalikkan wajah Baron menghadapnya, "Ayo ikut biar gue obatin di ruang tamu" Nada bicaranya terdengar panik.
Baron, "Tunggu eeeh...! Jangan main tarik cuk!" Padahal Baron baru menjawab tapi tubuhnya duluan ditarik Arifin menuruni tangga. Alhasil Si Sipit pasrah saja mengikuti seraya menutup bagian pelipisnya yang luka.
Arifin mendudukkan Baron lalu melirik Kandra yang setia mematung di tempatnya, "Ambilin gue kotak obat!"
Dengan tidak percaya remaja bertindik telinga itu menunjuk wajahnya sendiri, "Barusan Lo nyuruh gue?"
Cowok yang duduk bersebelahan Baron itu merotasikan matanya, "Iyalah!"
Kandra, "Jidat Lo lebar! Lo bukan siapa-siapa disini jadi jangan seenaknya merintah-merintah gue!!" Sungutnya kesal.
Arifin, "Iya gue tau ini rumah Lo, Makanya gue minta obatnya sama Lo!'
Kandra, "Ambil sendiri sana! Ogah gue disuruh-suruh adeknya pelakor!"
Ucapannya menyulut emosi Arifin, Dia pun bangkit, "Setan Lo!"
Mereka berdua asik berdebat sementara Baron dan satu-satunya gadis diantara ketiganya kini malah jadi penonton. Mendengus, Baron berdiri meninggalkan tiga orang itu ke dapur untuk meminta obat kepada pembantu disana. Menunggu mereka selesai berdebat bisa-bisa lukanya infeksi.
Baron lebih dulu mencuci luka di pinggir dahi kirinya pada wastafel. Sehabis itu bertanya, "Bi, Baron mau tanya ada kotak obat nggak?" Pada pembantu wanita yang bertugas memasak di dapur.
Si bibi mengangguk, "Oh ada lah Bar, Eh itu pelipis kamu kenapa?" Tunjuknya.
Baron tersenyum, "Cuma luka kena kunci, Kotak obatnya minta tolong ambilin dong Bi, Ntar Baron obatin sendiri"
"Tunggu sebentar ya Bar" Wanita itu bergegas ke tempat penyimpanan obat dan kembali membawa barang yang diminta Baron. Lantas memberikannya, "Ini Bar, Yakin mau ngobatin sendiri? Eh ngomong-ngomong itu kok ribut-ribut di ruang tamu, Ada apaan sih?" Kepo si bibi.
Baron menggelengkan tanganya santai, "Biasa Bi, Orang gila emang gitu, Yaudah Baron ke teras belakang mau ngobatin luka" Pamitnya sopan yang diangguki oleh wanita itu meski blank akan jawaban remaja sipit tersebut, Siapa yang dimaksudnya orang gila? Pikir si bibi.
Di teras belakang Baron duduk dan membuka kotak kemudian mengambil obat merah juga kapas. Mendadak Ia tertegun sambil mengerjap-ngerjap, "Gimana caranya gue liat lukanya? Mana gak ada cermin lagi, Atau gue harus jadiin air di kolam renang cermin dadakan?" Monolognya.
Akhirnya berdasarkan ide yang terlintas di benaknya Baron ke pinggir kolam renang, "Bar... Bar, Emang ya otak Lo kadang-kadang ada gunanya juga!" Sambil melihat letak lukanya pada pantulan air kolam yang tenang dia pun meneteskan obat merah di kapas dan mengaplikasikannya pada bagian yang terluka.
Semuanya normal sampai tiba-tiba terdengar dari belakang, "Ngapain Lo di kolam renang? Eh Baron!" Belum sempat Kandra bertindak, Baron yang saat itu kaget seketika tergelincir ke kolam.
Byur!!
Detik selanjutnya kepala Si Sipit menyembul dengan wajah datar menatap Kandra. Bibir remaja bertindik telinga itu berkerut maju, Pipinya mengembung disusul gelakan keras, "Hahahaha!!!"
Remaja bermata sipit tersebut naik ke permukaan kolam kemudian melepas baju dan memerasnya. Anehnya dia sama sekali tidak marah atau mengomel seperti biasa, Baron diam dalam kegiatannya. Hal ini jelas membuat Kandra mengrenyitkan dahi, "Lo gak apa-apa kan? Tumben diem" Lantas segera mendekat.
Dekat, Kandra semakin dekat sampai berhenti ketika jarak diantara 1 meter, "Woi jawab gue napa!" Panggilnya yang lagi-lagi tidak digubris oleh Si Sipit.
Ragu-ragu Kandra menjulurkan tangan bermaksud menepuk pundak Baron. Tetapi secara mendadak remaja didepannya mendongak sambil menyeringai lebar sebelum mencekal lengannya dan menceburkan diri yang otomatis Kandra juga terseret ke dalam kolam.
Spontan cowok sawo matang itu memekik sebelum tercebur, "Kampret setan! Aaah!!"
Byur!!
Gantian Baron yang tertawa lepas di air, "Hahaha...!! Rasain emang enak? Lo gak liat apa ini luka di kepala gue? Main ngagetin sembarangan! Perih tau nggak!" Gerutunya.
Kandra mengusap kasar wajahnya, "Bangsat! Gue basah semua gara-gara Lo!"
Baron membalasnya, "Nye...nye...nye...! Ini yang dinamakan adil, Gue basah dan Lo juga basah, Kita imbas!" Nyinyirnya mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU, RASCAL!! (END)
RomanceBerawal dari perawan adiknya yang direnggut oleh nama 'Trikandraputra', Si Sipit Adebaron Utami berkelahi dengan ketua geng X dari SMK Langga 99, Sekolah di desa tetangga. Kandra. Dengan kasar Kandra menghempas tangan Baron, "Heh! Sejak kapan gue ke...