Tak tak tak
sepanjang koridor rumah sakit terdengar ricuh oleh langkah kaki. Kandra, Arifin dan Vito terlihat berlari bersama para suster yang mendorong bangsal tempat Baron tergeletak saat ini. Satu orang dari mereka nampak membawa kantung cairan infus yang terpasang di tangan Baron, Ada juga yang menempelkan kain pada perut remaja sipit itu untuk membantu memperlambat darah yang terus keluar perutnya.
Kandra terus berusaha menguatkan Baron meski lawannya tersebut sudah pasti tak akan menjawab balik, "Bertahan, Bar! Lo gak boleh mati!" Susah payah dia mengusap kasar air matanya.
Arifin dan Vito tidak bisa berkata apa-apa selain tetap diam dan membantu suster mendorong bangsal, Namun raut kekhawatiran mereka begitu jelas terukir di wajah mereka. Dari belakang Haris juga mengikuti dengan menggendong Ririn dikedua tangannya, Dia pun tak kalah cemasnya bila dibandingkan ketiga remaja didepan.
Begitu sampai di depan ruang operasi mereka semua dihentikan oleh seorang suster kecuali Baron yang terus dibawa masuk.
Cowok sawo matang itu menatap nyalang suster wanita yang berdiri di hadapannya, "Setan, Biarin gue masuk!!" Dia dengan nekad menyingkirkan si suster tetapi sebelum niatnya terlaksana, Vito dan Arifin secepatnya menahan kedua tangannya.
Kandra memberontak, "Lepasin gue! Biarin gue masuk!"
Arifin geram, "Bisa sabar gak sih Lo itu hah?! Bukan cuma Lo doang yang cemas, Tapi kita semua yang disini juga!" Sentaknya mencoba menenangkan keponakannya tirinya. Barulah sesudahnya Kandra diam dalam wajah kesalnya.
Suster sedikit membungkuk, "Maaf tapi kalian tidak diperbolehkan masuk, Berdoa saja semoga pasien bisa menjalani operasi dengan lancar. Saya permisi" Lalu si suster tersebut masuk dan menutup pintu.
Lampu merah menyala tanda operasi dimulai.
Mereka dengan sedikit paksa menarik Kandra ke kursi tunggu. Belum juga sampai, Kandra tiba-tiba jatuh pingsan yang cepat ditangkap Arifin juga Vito.
Vito menarik tangannya yang sebelumnya bertengger di kepala Kandra, Menatap seksama lalu mengumpat, "Cuk! Darah! Nih anak ngerepotin banget!"
Arifin geleng-geleng terus memandang Kandra yang tak sadarkan diri, "Dia cemas banget sama Baron sampe-sampe lupa sama diri sendiri"
Haris merotasi matanya, "Woi, Jangan cuma diliatin! Ayo bawa ke ruang perawatan biar cepet ditangani luka di kepalanya! Gimana sih Lo berdua!" Gerutunya.
Jam 5 subuh kemudian...
Kandra, "Baron!!!" Teriaknya spontan bangun dari ranjang.
Dia menilik sekeliling ruangan. Lalu berhenti pada tangannya yang dipasangi infus, "Auuh!" Kandra memegangi belakang kepalanya yang ia sadari telah diperban. serta baru terasa sakitnya.
Ingatan dimana Baron tertembak langsung masuk di kepalanya, "Baron dimana?"
Ia hendak beranjak dari ranjangnya ketika Ayahnya datang dari arah pintu masuk, "Jangan bergerak dulu!" Cegahnya yang bergegas menghampiri sang anak lalu kembali mendudukkannya di bangsal rumah sakit.
Kandra makin kelimpungan, "Mana Baron!!"
Wijaya menghela nafas panjang, "Baron ada di sini" Ujarnya sembari membuka tirai berwarna biru yang berada di sebelah kiri ranjang putranya.
Remaja itu kontan menoleh.
Deg!
Baron terlihat pucat. Dia memakai baju rumah sakit yang kini dilapisi selimut sampai sebatas dada. Disamping kanannya ada Ririn yang tertidur dengan berbantal tangan pada pinggiran ranjang kakaknya. Batin Kandra terenyuh mendapati pemandangan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU, RASCAL!! (END)
RomanceBerawal dari perawan adiknya yang direnggut oleh nama 'Trikandraputra', Si Sipit Adebaron Utami berkelahi dengan ketua geng X dari SMK Langga 99, Sekolah di desa tetangga. Kandra. Dengan kasar Kandra menghempas tangan Baron, "Heh! Sejak kapan gue ke...