5. Pikir-Pikir Dulu

7K 696 2
                                    

Tujuh remaja di belakang keduanya saling pandang bergantian, Membayangkan betapa beruntungnya Baron. Sedangkan remaja itu diam di tempatnya yang mana semakin membuat Angga tersenyum puas. Dia tahu bahwa remaja bermata sipit didepannya adalah anak yatim-piatu yang pasti butuh biaya dan itu harus didapatkan anak didiknya ini sendiri dengan bekerja keras.

Pak Angga menawarkan lagi, "Jadi kamu mau tidak? Syaratnya kamu hanya perlu bergabung dengan tim basket sekolah dan uang SPP bulananmu sampai lulus akan saya tanggung"

Baron dilema sekarang. Di satu sisi ia ingin mengiyakan tawaran Pak Angga, Tetapi bila menerimanya sudah pasti ia akan lebih sering latihan basket di sekolahnya... Apakah ia punya waktu seluang itu? Sementara kebutuhan di rumahnya juga harus Baron penuhi. Vito sahabatnya tak bisa membantu berpikir saat ini, Dia tahu Baron pasti tengah menimbang-nimbang tawaran Pak Angga.

Pak Angga, "Jangan buru-buru, Saya juga tidak memaksa kamu, Tapi sekarang kamu ikut bermain dulu dengan 7 temanmu dalam permainan basket ini, Saya hanya akan memasukkan namamu sebagai pendaftar dulu, Jika kamu mau bergabung, Pintu kantor selalu terbuka untukmu" Baron mengangguk mengerti. Benar kata gurunya ia harus memikirkan hal ini matang-matang sebelum membuat keputusan.

Kini kelompok genap menjadi 8 orang dengan bertambahnya Baron di dalam.

Pak Angga, "Kalian dibagi 2 tim, Tim A ada Rama, Pandu, Ilyas dan Dino. Tim B, Baron, Vito, Ari dan Gani, Ayo bergabung dengan grup kalian masing-masing!" Remaja-remaja itu pun mulai berpisah dan berkumpul membentuk 2 tim mengikuti arahan guru mereka.

Dengan sombong Vito merangkul Baron, Menatap remeh Tim A didepan, "Lo semua bakal kalah sama kita!"

Sudut bibir Rama berkedut-kedut, "Ini latihan bukan tanding goblok!" Vito memeletkan lidahnya cuek pada Rama.

Ari memukul pelan belakang kepala Vito, "Sombong amat Lo ada Baron!" Remaja itu mengendik bahu acuh yang mana teman-temannya jengah dibuatnya.

Vito sombong bukan karena apa, Ini semua karena Baron juga jago bermain basket. Itulah mengapa Ia sering memaksa sahabatnya ini agar ikut tim basket saja sebab meski tak masuk dalam olahraga kegemaran remaja-remaja ini, Baron sering bermain basket bersamanya.

Pak Angga mengambil bola dan membawanya mendekati para remaja itu lalu berhenti di tengah-tengah mereka. Mengambil ancang-ancang, dia menengadahkan bola di depan Baron dan Rama yang saling berhadapan, Lalu melempar bola ke udara. Keduanya sontak melompat bersamaan guna meraih bola di atas.

Rupanya Baron lah yang mendapatkan bola dan permainan pun dimulai. Rama mendesis kecil, Padahal tinggi mereka sama, Sayang sekali dia kalah dalam perebutan bola. Langkah kakinya sangat lincah saat Baron mendribble bola menghindari lawan didepan hingga berhadapan kembali dengan Rama.

Yang tadinya ingin bermain bulu tangkis seketika batal, Justru 12 pelajar yang lain segera berkumpul guna menonton pertandingan teman mereka di lapangan basket.

Rama, "Boleh juga Lo Bar, Barusan ada yang ngalahin lompatan gue" Pujinya pada cowok sipit didepan, Bola yang dibawa remaja itu juga menjadi bahan perhatiannya.

Mengulas senyum, Baron menaik turunkan alisnya, "Beruntung dong gue" Balasnya yang mana Rama berdecak kecil disertai senyum. Baron mengoper bola kepada Vito yang berlari di sampingnya tanpa bisa dicegah Rama.

Vito juga tak kalah lincah membawa bola, Dia melompat diantara kerumunan yang menghadangnya dan melesatkan bola ke ring...

Ia berseru, "Masuk!! Yes!" Baron turut senang melihat sahabatnya itu berhasil memasukkan bola ke ring Tim A. Permainan pun terasa lebih serius juga menyenangkan bagi remaja-remaja itu karena ini bukanlah masalah menang atau kalah, Yang mereka cari hanyalah keseruan semata.

Angga mengangguk-angguk dari pinggir lapangan, Dia menulis setiap nama dari remaja yang akan dimasukkannya ke dalam calon pemain basket nanti. Harapan besarnya adalah Baron, anak yang memiliki bakat namun tidak ingin mempublikasikannya. Pria itu meraba-raba dagunya yang bersih, Berpikir.

Usai bermain mereka dibebaskan ke kantin oleh Angga karena ia juga ikut ke kantin, Dia memilih satu meja dengan Baron, Vito dan Rama. Dirangkulnya Baron sambil berkata, "Kamu tidak pesan makan atau minum seperti teman-temanmu?" Lalu menatap Vito dan Rama yang pergi ke penjual kantin.

Baron menggeleng, "Bentar lagi pak, Capek!" Keluhnya terengah-engah sebab setelah selesai bermain mereka langsung berjalan ke kantin. Nyatanya Baron tidak membawa uang, Ia hanya ingin ikut teman-temannya melepas lelah di sini. Urusan haus Baron masih bisa meminta air gratis dari penjual kantin.

Angga terkekeh kecil, "Sana pesan, Saya traktir" Tawarnya tiba-tiba.

Baron menatap pria tinggi yang berjarak cukup dekat dengannya, "Beneran Pak? Saya gak bakal sungkan buat mesan nih"

Pak Angga mengangguk serius, "Kapan saya bohong?"

Baron, "Kalo bapak bilang begitu, Saya gak nolak, Yaudah saya mau pesan, Gak sekalian bapak nitip?"

Pak Angga memberi uang biru untuk Baron, "Es teh sama gado-gado" Cowok sipit didepannya memberi gestur 'oke' kemudian meninggalkannya sendirian di meja.

Tak lama setelahnya Baron kembali membawa makanan dan meletakkannya di meja terus duduk semula dikursinya, "Saya pesan nasi sama ayam goreng Pak, Minumnya es teh sama kayak bapak, Totalnya 17 ribu, Maaf nguras kantong bapak Hehehe..." Ujarnya cengengesan hingga mata sipitnya memejam.

Vito dan Rama saling melirik, "Pak, Masa cuma Baron doang yang ditraktir makan, Saya sama Rama nggak gitu?" Celetuk Vito.

Sebelum Pak Angga menjawab, Baron lebih dulu mencibiri dua temannya, "Lo pada kan bawa duit banyak!" Dua remaja itu mendengus, Angga tergelak mendengarnya.

Vito, "Pak Angga pasti mau nyuap Baron biar anaknya mau ikutan tim basket sekolah, Kan Pak?" Tebaknya.

Pak Angga mengelak, "Siapa yang bilang begitu?" Seringai jahat Vito melebar. Baron serta Rama mengulas senyum samar ditengah-tengah makan.

Sepuluh menit berlalu. Baron memukul-mukul perutnya yang kenyang, ia bersendawa, "Makasih Pak, Soal tawarannya saya pikir-pikir dulu ya pak" Guru olahraga tersebut menjawab iya kepadanya.

Ia melihat jam tangannya. Pasti tak lama lagi bel pergantian pelajaran akan dibunyikan dari kantor. Angga menepuk bahu Baron sebelum beranjak, "Pikirkan baik-baik, Saya tunggu jawabanmu di kantor"

Baron, "Oke Pak"

Pak Angga, "Kalian semua cepat masuk ke kelas sebelum bel bunyi! Saya mau pamit ke kantor"

Serempak mereka menjawab, "Dadah Pak!" Yang sebenarnya bertujuan mengusir. Angga tertawa kecil sembari melambaikan tangannya meninggalkan kantin.

Mendadak Vito pindah duduk di sebelah Baron, lantas menyenggol lengan sahabatnya, "Bar, Beruntung Lo dapat perhatian dari Pak Angga"

Si cowok sipit mengerenyit heran, "Napa emangnya?"

Rama menyahut, "Pak Angga itu langka banget minta anak-anak disini loh! Yang gue denger dari kakak kelas dia baru 3 kali ini bujuk siswa buat gabung di grup basket, Lo tau?" Gelengan kepala Baron membuat keduanya menghela nafas berat sambil garuk kepala.

Baron, "Gak kepo gue, Money is everything for me!" Mendongakkan wajahnya, Bangga akan ucapannya sendiri.

Vito menabok sahabatnya menggunakan sendok, "Sekali-kali mikir kesenangan sendiri Bar, Uang bisa Lo cari kapan-kapan, Tapi pengalaman masa muda susah dicari Bar" Ia memberi nasehat selayaknya orang dewasa.

Baron menyinyir, "Adek gue mau dikasi makan apa kalo gue sibuk sama sekolah? Oon Lo!" Dia balas memiting leher Vito dengan lengannya.

Vito, "Agh! Bar...! Gu-gue kecekik! Eek!" Rama berwajah datar dari depan, Malas akan ulah dua lelaki di hadapannya.







Mohon di tekan ⭐👈 agar si penulis tidak bete lagi🤧 Jangan lupa juga untuk berkomentar suapaya Penulis jadi bahagia bisa berinteraksi dengan pembaca yang sudah rela waktu demi membaca karya kami

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang