23. Kalian Lesbian?

5.6K 503 23
                                    

Qori bertanya kepada Bos mereka, "Bos, Itu muka Lo kenapa ada cap kaki gajahnya?" Bermaksud menyentuh namun ditepis kasar oleh pemiliknya.

Kandra, "Semalem gak sengaja jatuh di paha cewek, Kena tampol deh"

"Ahahaha....!!" Ia berdengus acuh mendengar tawa teman-temannya di kantin sekolah.

Yang berambut gondrong menyenggolnya, "Cerita lah Bos, Jarang-jarang Lo kena sial kayak gini, Kita-kita turut prihatin liatnya Hahaha..."

Dalam ogah-ogahan, remaja sawo matang itu pun bercerita tentang kejadian semalam yang ia alami bersama Baron.

"Bos, Ada yang pengen gue tanya sama Lo, Kok rasanya Lo kayak akrab gitu sama anak yang semalam Lo kenalin ke kita itu"

Spontan Kandra menampar jidatnya, "Gue lupa ngasih duitnya!" Agaknya semalam baik dia atau Baron sama-sama tidak ingat soal uang itu.

Teman-temannya saling lirik, "Duit apaan Bos? Siapa?"

Kandra, "Duitnya Baron, Waktu itu gue nyewa dia 5 juta kalo mau bantuin kita"

Noval menimpali, "Dia spesial banget ya?" Celetuknya menebak.

Kandra menggeleng, "Nggak, Waktu itu cuman pengen aja dia ikut"

Meski masih penasaran tetapi mereka memilih diam saja dan mengubah topik pembicaraan.

***

Sebuah bh jatuh ke lantai toilet diiringi suara tangisan, "Hikssss... Kak ngnnnh... Ja-jangan" Ririn terisak saat tangan itu meremas-remas payudaranya. Ririn dan gadis yang tengah melakukan itu padanya berada di toilet perempuan pada jam istirahat.

Gadis itu nampak sedih mendengar penolakan Ririn, "Udah berapa kali Dek kamu tolak kakak, Mau kakak kasar kayak waktu itu lagi?" Lalu menatap penuh nafsu pada dua buah dada kecil menggemaskan milik lawannya.

Ririn menggoyang-goyangkan kepalanya ke kanan-kiri, Isakannya bertambah, "Jangan Kak hiks... Enghhh!" Badannya tersentak ketika jari-jari itu turun ke area bawahnya lewat celah roknya yang telah dilonggarkan ikat pinggangnya.

Dia menatap panik serta takut wajah cantik kakak kelasnya, "Kak, Ririn mohon berenti!!" Pekiknya keras seraya menghempas kasar tangan tersebut.

"Auch!" Jerit gadis itu meniup jarinya yang tersayat akibat tergores dinding kasar toilet.

Bergegas Ririn membenahi roknya dan meraih tangan wanita didepannya sambil menatap wajahnya cemas, "Tangan kakak berdarah!" Ungkapnya khawatir.

Tersenyum, Wanita itu pun meraih dagu Ririn lalu mengulum bibir mungil gadis yang dicintainya. Ririn terkesiap dan berusaha mendorong namun lawannya yang memakai rok selutut itu tak gentar, Malah kini memojokkan Ririn ke dinding.

Peraduan mereka terlepas, Sempat-sempatnya gadis itu menjilat bekas saliva dari bibir sampai ke dagu Ririn lantas memandang wajah cantik yang tak berdaya di tembok, "Apa sih yang bikin kamu selalu nolak kakak? Sampai-sampai buat ngedapetin perawan kamu Kakak pake cara kekerasan, Kita itu udah resmi pacaran Rin"

Ririn, "Aku cuma mengagumi kakak sebagai gadis pintar yang harus aku contoh, Bukan begini!" Teriaknya hingga kancing seragamnya yang belum dibenahi tersingkap lagi menampakkan dua dada mungilnya yang baru saja dalam tahap pembesaran.

"Tapi Kakak gak bisa cuman nganggep kamu sebagai pengagum doang! Kakak gak bisa Rin! Kakak itu cinta banget sama kamu! Kamu itu pacar Kakak!" Bantah wanita didepannya.

Lagi, Ririn menggeleng gusar, "Udah kak, Jangan ganggu hidup aku! Apa kata orang-orang nanti kalo liat perempuan pacaran sama perempuan?!"

Wanita itu memegang bahu Ririn, "Masa bodoh soal orang! Yang kakak pentingin kamu itu milik kakak!  semuanya bakalan beres Rin! Kakak bakal lindungin kamu dari mereka!"

Ditepisnya kembali tangan dari bahunya kemudian membenarkan letak kancing bajunya, "Penyesalan itu didepan Kak, Iya sekarang kakak ngomong gitu tapi kedepannya Aku gak yakin Kak, Suatu saat kakak akan ngerti maksud omonganku"

Ririn mendorong gadis yang terdiam didepannya sebelum keluar. Mendadak langkahnya kaku, nafasnya naik turun tak beraturan mendapati 3 teman sekelasnya yang juga memandangnya kaget.

"Ririn... Barusan tadi..." Gumam terbata-bata salah satu temannya. Sebenarnya tadi mereka kesini hanya ingin buang air kecil semata namun secara tidak sengaja mendengar semua pembicaraan Ririn dan kakak kelas mereka dari luar toilet.

Ririn, "Nggak! Ini bukan seperti yang kalian liat!" Sergahnya panik.

Yang berdiri di tengah menunjuknya, "Kalian lesbian?"

"Iya, Emangnya kenapa?" Ririn menoleh dimana kakak kelasnya tersebut kini merangkul pinggangnya mesra.

Tiga remaja disana membelalakkan mata mereka. Ririn semakin kalang kabut sekarang, "Jangan dengar omongannya! Percaya sama gue, Kita gak ada hubungan apa-apa kok!"

"Ck! Kamu mau ngeles juga mereka udah terlanjur denger" Kata gadis yang merangkulnya santai.

Ketiganya geleng-geleng kepala, "Ririn, Kita-kita gak nyangka Lo ternyata lesbi, Ih untung kita-kita gak terlalu deketan sama Lo, Kalo nggak ntar pasti bakal digrepe-grepe!"

"Iya bener tuh, Dasar! Abang Lo udah capek-capek cari duit buat nyekolahin Lo eh jadi adik malah gak tau diri! Kebangetan Lo!"

"Heh! Ngomong apa Lo semua hah?! Berani ngejek cewek gue?!" Tiga remaja itu mendadak tertunduk tak kala wanita yang merangkul Ririn membentak mereka.

Salah satu dari ketiganya menjawab ketakutan, "Maaf Kak Al, Tapi kita cuman kasian doang sama abangnya Ririn yang udah capek-capek nyari duit terus adiknya malah jadi lesbian, Pasti kecewa banget abangnya"

Kakak Ririn yang ganteng dan pekerja keras juga sudah tak asing di telinga mereka. Kerap kali mereka melihat remaja bermata sipit itu bekerja di macam-macam tempat.

Ririn menurunkan kepalanya ke bawah sambil terisak sepelan mungkin. Dia tahu maksud teman-temannya, Sangat tau malah. Bahkan sebelum mereka menasehatinya pun ia sudah memikirkan hal itu dan batinnya menjerit setiap harinya, Meminta agar secepatnya jujur kepada Kakaknya namun Iblis yang bersemayam di tubuhnya lebih mendominasi.

Menyadari wanita yang ia cintai menangis, Gadis tersebut menggertakkan giginya menatap nyalang ketiga remaja dihadapannya, "Apa hak Lo ngomong gitu sama cewek gue hah?! Gue tanya apa hak Lo semua?! Udah bosan hidup?" Gertaknya marah.

Kompak ketiganya bergeleng ribut, "Ki-kita gak punya hak Kak! Kita janji gak akan ember ke anak-anak yang lain!" Ulas mereka gemetaran.

"Awas aja kalo sampe gue denger ada yang ngejek pacar gue, Lo bertiga yang pertama gue cari!" Ancamnya penuh intimidasi.

"I-iya Kak Al! Ki-kita janji!! Permisi!" Ketiganya berlari keluar toilet.

Berbalik, Dia menghampiri Ririn dan mengusap pundaknya, "Sudah, kamu jangan takut, Kakak bakalan ngelindungin kamu dari mereka, Percaya sama Kakak Rin!"

Tangannya kembali dihempas gadis tercintanya, "Kita putus aja Kak hiks! Aku udah gak sanggup lagi nerusin hubungan kita ini! Nnngh... Aku takut ketahuan Abang dan pastinya dia bakalan kecewa banget sama aku! Dia satu-satunya keluarga yang paling aku gak tega buat sakitin! Kakak harus ngertiin aku!"

Pundaknya diremas, Ririn meringis kesakitan, "Nggak bakal Kakak putusin kamu Rin! Sampai kapanpun itu! Kita akan bahagia suatu saat nanti, Kita hadapin semuanya sama-sama" Bujuknya.

Gelengan tanda menolak kembali diterima yang lebih tua, "Aku gak mau kehilangan keluarga lagi kayak dulu! Cukup Mama sama Papa yang pergi dari hidup aku, Bang Baron gak boleh!"

Kakak kelasnya tersebut mengerenyitkan dahi mendengar nama 'Baron' yang disebut Ririn, "Baron? Siapa?"

Ririn, "Baron itu nama kakakku, Satu-satunya keluarga yang aku punya di dunia ini" Jelasnya.

"Siapa nama panjangnya?"

Seketika yang lebih muda merasa was-was, "Kenapa kakak pengen tau soal namanya?"

"Namanya Adebaron Utami kan?" Tebaknya seketika.

Ririn mundur, "Kak, Jangan macem-macem! Kakak gak boleh sentuh Abangku! Atau aku gak bakal maafin kakak seumur hidupku!" Kecamnya.

"Berarti bener itu namanya?!" Sergah gadis didepan Ririn tak percaya.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang