57. Malu Tapi Mau

5.5K 462 10
                                    

Ingin sekali Asni memeluk putrinya yang sekarang terisak-isak duduk berseberangan meja dengannya. Sayangnya tidak bisa. Mau bagaimana lagi? Dia tidak diperbolehkan polisi untuk melakukan kontak fisik, Tanpa pengecualian.

Tapi dia bersyukur karena disebelah anaknya ada sang suami yang senantiasa menghibur putri bungsu mereka.

Alsa, "Papa hiks... Keluarin Mama dari sini Pa... Heeengh..."

Wijaya tersenyum getir, "Maaf sayang, Tapi Mamamu memang salah jadi Papa tidak bisa melakukan apapun" Alsa tak menjawab selain mengeraskan tangisannya.

Lalu Wijaya menatap wanita yang sebentar lagi akan resmi menjadi mantan istri, "Aku sangat kecewa pada diriku sendiri karena tidak bisa menjadi ayah serta suami yang baik bagi Kandra, Alsa dan juga kamu. Aku kurang perhatian pada kalian"

Asni menunduk, "Aku juga minta maaf untuk semua yang telah aku lakukan pada kamu, Kandra juga... Baron, Apa anak itu baik-baik saja? Aku tidak menyangka dia akan melindungi Kandra"

Wijaya, "Dia baru saja selesai menjalani operasi pengangkatan peluru" Sejenak ia menghirup udara sebanyak mungkin lalu membuang pelan, "Aku akan menceraikanmu" Putusnya. 

Putri bungsu mereka seketika mencengkram lengan baju ayahnya, "Jangan Pa haaaa.... Jangan ceraiin Mama!"

Sementara wanita yang berlawanan arah dengan mereka kini semakin menurunkan kepalanya bersama air mata yang bercucuran. Dia tau akan seperti ini jadi Asni memilih untuk pasrah akan keputusan Wijaya, Asni sadar dia memang pantas menerima ini atas kesalahannya sendiri.

Melihat istrinya sama sekali tidak bersuara, Wijaya lantas bertanya, "Kamu tidak memiliki sesuatu untuk disampaikan kepadaku seperti... Tidakkah kamu marah akan keputusanku ini?"

Asni menggoyang-goyangkan kepalanya. Memaksa senyum terbit di bibir, Dia berkata, "Untuk apa aku marah? Yang selama ini aku lakukan dibelakangmu saja sudah cukup menyakitimu. Arifin dan pembantu-pembantu di rumah pasti sudah memberitahumu yang sebenarnya, Kan?"

Wijaya mengangguk kemudian berbalik pada putrinya, "Maaf, Tapi keputusan Papa sudah bulat sayang"

Alsa, "Papa gak kasihan sama Mama? Hiks... Papa udah gak cinta lagi sama Mama, Iya!?"

Dengan sabar dia menangkup wajah anaknya, "Kamu masih kecil, Saat besar nanti kamu akan mengerti kenapa Papa melakukan ini" Nasihatnya seraya menyeka air mata putrinya dengan ibu jari tangannya.

Namun tanpa disangka Alsa menepis tangan ayahnya, "Alsa bukan anak kecil lagi Pa! Alsa ngerti kok kenapa Papa mau ceraiin Mama! Papa pasti kecewa gegara selama ini Mama selingkuh diam-diam sama pembantu di rumah kita dan Papa udah tau kan kalo Alsa yang bantuin Mama buat nyari selingkuhannya? Dan sekarang tambah lagi masalah Kak Baron, Papa makin kecewa sama Mama, Iya kan Pa!?"

Wijaya bungkam. Benar, Dia sudah tau semuanya termasuk masalah orientasi seksual putrinya dari laporan  pembantu-pembantunya. Rasanya Wijaya mau hancur dan hilang saja dari dunia ini. Dia benar-benar tidak berguna sebagai kepala keluarga. Andai saja dia sering meluangkan waktunya di rumah daripada di perusahaan... Hah.... Ia menghembuskan nafas berat. Terlambat, Nasi sudah menjadi bubur.

Isakan keras Alsa memenuhi ruangan itu setelahnya. Wijaya dan Asni diam, Membiarkan putri mereka menangis sepuasnya.

Tak lama seorang polisi mendekati mereka dan berkata, "Maaf mengganggu waktu keluarga kalian tapi jam besuk sudah habis"

Alsa menggeleng keras, "Nggak! Hiks! Alsa masih mau ketemu Mama!" Bentaknya sesenggukan.

Hela nafas, Tanpa aba-aba Wijaya menggendong anaknya. Tak peduli sekalipun gadis itu meronta-ronta meminta dilepaskan.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang