16. Pasar Malam

5.6K 598 0
                                    

Si sipit menyerahkan uang tiket masuk kepada sang penjaga, "Nih Mas Hir, Uang kecilnya ada nggak?" Ia menggaruk hidung bak perosotan miliknya, Udara malam yang dingin membuat indera pembaunya gatal.

Karena hanya diadakan setiap malam Senin, Untuk masuk pasar malam yang diadakan di lapangan 4 desa ini harus membayar karcis masuk seharga 5 Rp.

Pria yang baru saja dipanggilnya menjawab disela-sela merogoh tas selempang kecilnya, "Yah... Belum ada Bar, Ini kan baru pembukaan jadi yang beli karcis gue hitung baru 50 orang dan uangnya pas 5 ribu semua, Mana gak bawa duit lebih lagi"

Si sipit berpikir, Lalu memberi usulan, "Eeem... Ah! Atau gini aja Mas, Gue bawa dulu karcisnya terus pulang nanti gue pasti bakalan bayar, Lagian Mas Tahir juga gak bakalan pulang awal kan?"

Tahir, "Serah Lo deh Bar, Inget ya jangan lupa bayar, Soalnya gue cuma cuman digaji doang!" Peringatnya saat memberikan karcis masuk kepada Baron.

Baron berdecak, "Elah Mas Tahir kayak gak kenal Baron aja, Lo kan tau rumah gue jadi kalo gue ingkar janji Lo bisa kok nyamperin rumah gue, Dah ah! Kelamaan ngomong ntar pasarnya keburu tutup, Uangnya ntar pulang ya Mas!!" Ujarnya berlari ke pasar.

Lelaki bernama Tahir itu berkacak pinggang serta menggeleng kepala, "Pasarnya tutup sampai jam 3 kali!!"

Pada saat masuk Baron membulatkan mulutnya, Kagum. Padahal baru 3 bulanan dia tak pernah kesini namun mulai dari penjual serta pengunjungnya dirasanya seakan telah berganti orang. Tak pernah bosan Ia tersenyum kecil tiap kali melihat wajah bahagia orang tua menemani anak-anak mereka bermain di setiap wahana.

Baron mengamati Bianglala raksasa yang berada di tengah lapangan, "Kapan Hoya-hoya gabung disini?" Monolognya bertanya-tanya.

Lantas didekatinya salah satu penjual ikan hias yang tengah melayani pembelinya, "Pak, Numpang tanya, Udah berapa Minggu Hoya-hoya ikut disini?"

"Oh itu dek, Baru 2 hari ini kok, Bisa dibilang ini baru pembukaan"

Baron paham, "Makasih ya Pak!" Ucapnya sembari pergi.

Tujuan pertamanya adalah penjual selimut. Letaknya berada di pojok lapangan, Setidaknya itu yang Baron ingat. Dia baru beberapa menit disini tapi merasa jika pengunjungnya bertambah dua kali lipat dari sebelumnya terbukti dengan dia yang harus merapatkan tangannya didepan saat melewati lalu lalang orang-orang.

Kakinya berhenti sekitar 3 meter dari depan penjual pop ice, "Haus, Beli minum aja deh, Yang manis-manis boleh nih" Gumamnya seraya mendekati si penjual.

"Pop ice nya 5" Itu bukan ucapan Baron melainkan pelanggan remaja disebelahnya yang terlihat langsung menampar uang di depan penjual pop ice. Baron mengulum bibir, Rasanya tidak asing dengan suara ini namun tetap lanjut memesan minumannya.

Secara kebetulan mereka sama-sama mengalihkan pandangan lalu melotot di detik berikutnya, "Lo lagi!" Semprot Baron menegaskan ekspresinya.

Kandra memutar matanya, "Alay!" Cibirnya. Nampaknya dia tak sendirian, Dibelakangnya ada 4 remaja lagi yang juga sama kagetnya mendapati si penjual naget kemarin kini menjelma jadi remaja yang tak kalah gantengnya dari Bos mereka.

Baron, "Gue denger ya setan!"

Penjual yang sedang membuat pesanan mereka menjadi sedikit takut, "Adek-adek jangan berantem disini ya? Mbak cuma numpang doang disini, Nanti kalau dagangan Mbak rusak bagaimana?"

Kandra menyahut acuh, "Bodo amat, Bukan urusan gue!"

Baron, "Tenang Mbak, Buatin aja pesanan saya duluan, Ntar kalo mereka macem-macem biar saya yang ngurus"

Salah satu teman Kandra menjawab, "Cih! Sok jadi pahlawan!"

Memasang wajah bengisnya kepada mereka lalu kembali memandang pilihan rasa minuman-minuman sachet yang digantung oleh pemiliknya, "Mbak, Pop ice nya rasa coklat" Mengangguk, Si penjual mengambil dua bungkus yang rasa coklat.

Hal itu membuat Baron bertanya, "Kok dua? Saya kan pesan satu"

"Itu dek, Adek disebelah kamu ini emang langganan pop ice saya" Tutur Si penjual menjelaskan.

BRAK!

Kandra menendang gerobak si penjual, Beruntung tidak terlalu kuat namun cukup untuk menciutkan nyali wanita itu, "Bisa gak sih Lo itu diem gak usah ember?!" Bentaknya emosi.

"Ma-maaf Dek!" Jawabnya terbata-bata.

TAK!

Kandra menjerit, "Aaarghh! Bangsat Lo!" Melompat-lompat sambil memegang sebelah tulang betisnya yang baru saja Baron tendang. 4 remaja dibelakangnya terdiam di tempat menyaksikan Bos mereka. Si penjual pun tak kalah terperangah, Diam-diam melirik malu-malu ke Baron. Selain ganteng, Remaja ini pengertian pikirnya.

Baron, "Jadi cowok itu harus sopan sama perempuan! Lo lahir dari mana kalo bukan dari cewek hah? Dari timun kayak ceritanya Timun Mas?" Cerocosnya kepada remaja sawo matang disebelahnya yang masih mengelus-elus betisnya.

"Pffftt!!"

Kandra mendelik tajam, "Napa ketawa hah!? Mau gue hajar Lo pada!?" Sontak 4 remaja itu segera bungkam serta menggelengkan kepala mereka. Mereka merasa lucu mendengar kata-kata Baron yang menasehati Bos mereka, Sekaligus salut sebab mereka saja tak berani menegakkan kepala jika Kandra sudah angkat bicara.

Si penjual menyerahkan 5 bungkus pop ice kepada anak buah Kandra karena remaja yang memesan masih asik menggeluti kakinya, Tendangan Baron tidaklah pelan.

Dengan ragu mereka berkata, "Bos, Udah selesai nih, Yok cabut"

Kandra, "Duluan! Gue masih ada urusan sama nih anak!" Manggut-manggut patuh dan keempat orang tersebut segera berlalu dari sana sambil menatap Baron dengan tatapan sulit diartikan.

"Ini dek Pop ice nya" Ucap si penjual kepada Baron.

Menoleh, Baron mengulas senyum tipis, "Makasih Mbak, Nih duitnya" Si penjual pun segera mengembalikan kembalian uangnya.

Sedotan plastik Baron tancapkan di minumannya kemudian menghisap minuman rasa coklat kesukaannya itu lalu menengok ke arah Kandra yang sudah tak lagi sibuk dengan lututnya, Malah berganti jadi duduk di rerumputan lapangan yang berada di depan gerobak pop ice.

Dia berjongkok, "Mau ngomong apa sama gue?" Tanya Baron bermuka datar kecuali mulutnya yang tak hentinya menyedot minumannya. Bila malam ini tak ada penerangan lampu yang terang barangkali Kandra takkan bisa melihat mata remaja itu saking sipitnya.

Kandra bangkit dan sekilas memiringkan kepalanya mengkode, "Ikut gue" Dia pergi meninggalkan Baron yang senantiasa berjongkok, Minuman di tangannya tinggal setengah.

Hela nafas, Baron berdiri hendak menyusul namun suara si penjual membuatnya urung, "Makasih yang tadi ya Dek, Bo-boleh minta no.wa nya gak?" Ujar si penjual malu-malu.

Baron menyengir, "Maaf Mbak, Gak punya hp, Saya pergi dulu ya" Tangan si penjual yang berisi hp menggantung di udara. Mengerjap-ngerjap bingung, Jaman sekarang tidak punya Hp?

Dua remaja yang sama-sama tampan itu langsung saja menjadi pusat perhatian cewek-cewek yang lewat. Walau Kandra berandalan, Tampang rupawannya tak dapat dipungkiri mata. Lebih-lebih satu tindik yang terpasang di telinga kirinya, Benar-benar sangar dan keren!

Baron melepas sedotan dari mulutnya, Pegal juga jika terus-menerus menghisap minuman dingin, "Kita mau kemana sih? Kalo Lo mau ngomong gak guna mending batal deh, Gue ada urusan lain yang lebih penting!" Selimutnya harus lebih utama dari segalanya, Juga titipan pembalut dari sang adik harus ia dapatkan.

Kandra, "Bawel banget sih! Tinggal ikut aja apa susahnya!" Sahutnya kesal dari depan.

Baron gemas sendiri, Hendak melempari Kandra minuman ditangannya tetapi batal saat maniknya bertabrakan dengan isi minuman yang tinggal seperempat lagi habis, "Daripada kena kepalanya, Mending gue minum aja, Buang-buang duit!"





HAPPY 1000 K PEMBACA🎊🎉🤗

(Hoya-hoya yang biasanya ada di Palu adalah sekumpulan wahana bermain yang akan singgah di lapangan Desa atau kota tertentu untuk menghibur serta mencari rezeki lewat permainan-permainan itu. Biasanya mereka akan menetap di suatu Desa selama 1 bulan bahkan lebih)

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang