13. Tidak Sampai Kapanpun!

5.3K 547 5
                                    

"Hoaaam...!" Kandra menguap, Menggaruk pipinya seraya menuruni tangga dan berbelok ke dapur. Dia langsung duduk tanpa mengacuhkan 3 orang dimeja.

Kandra, "Bi, Buatin makanan yang baru buat gue!" Dengan patuh Si pembantu mengiyakan.

Sendok yang nyaris masuk ke mulutnya berhenti, Wijaya memandang anak sulungnya, "Kenapa minta yang baru? Ini semuanya masih panas" Tutur pria itu menunjuk piring makanan di meja.

Bertopang dagu mengunakan satu tangannya, Kandra mendesis, "Males, Ogah satu tempat makan sama Pelakor" Sarkasnya. Diam-diam Asni serta Alsa mencengkram sendok makan mereka.

Wijaya melotot, "Kandra!! Kamu ini!"

Pria itu bermaksud bangkit namun Asni menyentuh bahu suaminya, "Sayang, Sudah!" Ia menggeleng. Mendengus, Wijaya melanjutkan makannya.

Alsa, "Pa, Kemarin aku sama Mama nerima tukang bersih-bersih harian di rumah, Gak apa-apa kan Pa?"

Wijaya tersenyum lalu mengusak surai ikal putrinya, "Tidak masalah Sayang, Justru bagus kalo kalian ambil pembantu lagi"

Asni, "Ekhem... Maaf tidak minta izin kepadamu, Aku kasihan dengan anak itu, Masih sekolah tapi sudah cari kerja jadi aku menerimanya dengan kerja harian, Intinya sepulang sekolah mungkin dia akan kemari, Tapi karena ini hari Minggu paling sebentar lagi dia akan kesini"

Dari seberang Kandra menyahut lagi, "Heh! Baru denger gue kalo pelakor masih punya hati, Tapi kenapa masa bodoh soal perasaan istri yang dia embat suaminya!" Nyinyir remaja sawo matang itu.

Wijaya, "Kandra! Diam kamu! Dia ini bukan wanita yang baru saja kamu sebut itu! Dia mamamu!" Gertak Wijaya emosi.

BRAK!

Cowok itu menggebrak meja sebab murka, "Jangan pernah Papa sebut-sebut pelac*r ini sebagai Mamanya Kandra karena sampai kapanpun Aku gak bakalan sudih punya mama pelakor macam dia!! Bibi! Anterin makanan gue ke kamar! Males lama-lama disini! Udaranya kebanyakan racun!" Teriaknya menggema di seluruh ruangan sebelum menendang kursinya dan pergi ke lantai atas.

Laki-laki paruh baya tersebut mengelus-elus dada. Disisi kiri dan kanannya ada istri juga anaknya yang menguatkannya, "Sudahlah, Biarkan saja dia bicara begitu, Nanti juga sadar sendiri" Ungkap Asni. Sebelah tangannya yang berada di bawah mengepal dan itu hanya disadari oleh Alsa.

Wijaya menatap sayang istrinya yang begitu sabar, "Tidak salah aku memilihmu, Kamu wanita yang sabar" Asni mengangguk diselingi senyum yang mengembang sempurna di bibirnya.

Kebahagiaan mereka sungguh sangat memuakkan bagi pembantu-pembantu di situ. Mereka jijik akan wanita munafik itu. Bila tidak mengingat kebaikan Tuan besar dan Nyonya lama, Mungkin mereka sudah keluar dari rumah ini sekalipun diiming-imingi gaji besar.

Mereka tau semua sifat busuk Asni di rumah ini dan diam-diam mendukung setiap ucapan tuan muda mereka. Sampai mereka sendiri bingung julukan apa yang pantas untuk wanita yang begitu pandai berakting selama 13 tahun menjadi istri idaman Tuan besar mereka.

"Assalamualaikum!" Kompak mereka memutar kepala menghadap pintu masuk.

Wijaya, "Siapa itu?" Gumamnya pada sang istri.

Sudut bibir Asni terangkat, "Itu pasti pembantu yang aku maksud, Hey kamu, Bawa anak itu ke ruang tamu!" Perintah Asni kepada seorang maid yang langsung diangguki patuh.

_

Maid, "Kamu tunggu di sini dulu, Majikan saya lagi makan"

Baron, "Oh iya gak papa" Jawabnya singkat dan duduk tenang di sofa.

Alsa, "Kak Baron!" Gadis itu menghampirinya, Nampak cantik menggenakan kaos kebesaran warna pink dengan celana diatas lutut dan rambutnya yang diikat kuncir kuda, Dandan sesuai usia, Menurut Baron.

Baron, "Boleh gak gue langsung kerja?" Ungkapnya langsung.

Alsa mendaratkan bokongnya di sebelah Baron, "Emang gak capek?"

Ulahnya membuat Baron sedikit kurang nyaman, Dia bergeser disertai kepalanya yang bergeleng kiri kanan, "Nggak kok, Yaudah mana alat-alatnya?"

Alsa menatap pembantu yang masih setia berdiri di dekat meja, "Bi, Ambilkan alat-alat buat ngebersihin rumah terus kasih sama Baron, Cepetan!" Menuruti perintahnya, Pembantu itu tergesa-gesa berlari menjalankan tugasnya.

Baron menegur kelakuan Alsa, "Ngomong itu yang sopan sama orang tua"

Alsa menunjuk punggung maidnya yang semakin jauh, "Dia kan cuma pekerja yang digaji di rumah ini, Jadi untuk apa Aku harus sopan dengannya?"

Geleng-geleng kepala Baron dengan jawabannya, Pak Wijaya adalah pria dermawan dan baik tetapi mengapa memiliki anak seperti ini?

Hanya beberapa menit setelahnya si maid kembali dengan ember setinggi lutut ditangannya beserta alat-alat kebersihan di dalamnya kemudian memberikannya untuk Baron, "Makasih" Pembantu itu membalas dengan senyum lalu pamit undur diri.

Kini Baron mengalihkan perhatian pada Alsa, "Sebagai pemilik rumah ini, Tunjukin gue tempat pertama yang harus dibersihin, Boleh?" Pintanya.

Alsa, "Boleh kok! Ayo kak!" Gadis itu berlari menyeret Baron ke lantai atas, Beruntung ia dengan cepat meraih ember di lantai.

Langkah mereka tertahan di sebuah gudang, "Kak Baron kok bawa alatnya juga sih? Taruh aja dulu, Kan gak mungkin aku nungguin kakak ngebersihin gudang" Alsa cekikikan geli.

Baron, "Biarin, Supaya gue gak capek turun ke lantai bawah, Ini sumpah tangga rumah Lo panjang amat!" Keluhnya sambil memandang Gudang di hadapannya yang benar-benar besar hanya sayang... kotor.

Alsa, "Inget ya Kak, Ini yang pertama harus kakak bersihin seminggu sekali, Habis itu kakak bersihin lantai, Dapur, ruang tamu, sama ruangan-ruangan lainnya kecuali kamar aku, Papa sama Mama itu gak boleh Kakak masukin dan juga hati-hati kalo ngebersihin kamar kakak tiri Alsa, Ngerti?"

Baron, "Ooh, Oke" Kemudian masuk membawa peralatannya kedalam gudang. Alsa menyunggingkan senyum miringnya sebelum beranjak dari sana.

Hela nafas, Baron mengepalkan jari-jarinya, "Ayo semangat Ba!!"

Pertama-tama dia membuka jendela guna menerangi ruangan. Diambilnya sebuah kemoceng dan mulai membersihkan setiap barang-barang yang disimpan disana, Dia menatap sofa, "Orang kaya emang beda, Barang masih bagus begini udah disimpan di gudang"

3 jam sesudahnya...

Baron tepar tak berdaya di sofa gudang. Peluhnya terus mengalir dan rasanya sungguh gerah, "Capek..." Keluhnya mengap-mengap.

Ia duduk sejenak kemudian melangkah menyeret alat kebersihannya keluar dari Gudang dan tak lupa menguncinya. Baron berhenti di depan pintu kamar, "K? Ini kamar siapa sih namanya cuma satu doang!" Protesnya terhadap tulisan 'K' yang tertera di pintu.

Penuh hati-hati ia mendorongnya ke dalam, Baron kaget karena pintunya tak terkunci. Mengendik acuh ia lanjut mendorong pintu hingga terbuka lebar, Spontan berteriak, "Ini kamar atau tempat sampah!!?"

Sempak, Sampah, Sepatu kotor, Tisu yang telah diremas-remas juga tergeletak di lantai, Untuk yang ini Baron sudah tau apa kegunaannya melihat bercak putih di sana. Lirikannya berpindah ke sekeliling ruangan, Rasanya Baron mau pingsan saja, "Kayaknya dari bayi nih orang gak pernah ngeberesin kamarnya deh" Ia menerka-nerka.

Dengan jijik Baron memakai sapu untuk menyingkirkan tisu penuh mani di lantai yang menghalangi jalannya. Baron menutup hidungnya, "Gila! Bau banget Ya tuhan..."

Bunyi kran air di kamar mandi terdengar oleh Baron, "Mumpung lagi mandi, Mending gue cepet-cepet bersihin semua ini" Menggulung lengan bajunya sampai siku, Baron memulai pekerjaannya dengan merapikan tempat tidur.

Membenarkan letak seprai, Selimut ia lipat, Bantal ditatanya. Oke, Pekerjaan pertamanya selesai. Dia beralih ke meja, Piring-piring bekas makan Baron sisihkan lalu dilapnya meja sampai bersih, Dia melakukannya sembari bersenandung kecil.

Kemudian Baron memakai sarung tangan dan memunguti sampah sembari menarik tong sampah mengelilingi ruangan itu.

Ceklek...

"SIAPA!?" Baron mematung dalam posisi bungkuk.







Mohon di tekan ⭐👈 agar si penulis tidak bete lagi🤧 Jangan lupa juga untuk berkomentar suapaya Penulis jadi bahagia bisa berinteraksi dengan pembaca yang sudah rela waktu demi membaca karyanya

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang