Baron memukul pelan pundak Vito, "Vit, Ntar berenti di kiosnya Bu Puput"
Sepulang sekolah Vito memang selalu mengantar Baron pulang dan ini adalah kebiasaan yang sering dilakukannya sampai saat ini. Jika bertanya mengapa Vito tak sekalian menjemput Baron di pagi hari maka jawabannya... Vito malas. Menurutnya jalan kaki pagi-pagi akan membuat tubuh sahabatnya itu sehat, Jadilah remaja itu malas untuk menjemput Baron.
Juga satu, Yakni adik perempuan Baron. Meski cantik, Gadis itu terkenal cerewet dan sensitif. Vito menyerah bila bertemu Ririn, Serasa berjumpa Mamanya dalam versi muda.
Vito menoleh sebentar sebelum fokus melihat jalanan di depan motornya, "Ngambil beras lagi?"
Baron, "Yoi, Mumpung dianterin" Ia tahu jelas jika Vito menyinyir dari depan karena ekspresinya tertangkap kaca spion motor. Ia tersenyum, Walaupun sifat Vito begitu, Namun sebenarnya remaja itu sangat perhatian kepadanya. Baron takkan menjelaskan contohnya karena dia sendiri tidak ingat.
Jupiter MX-nya ia parkir di depan teras kios, Vito memilih tetap duduk di motornya menunggu Baron.
Sekilas ia memandang jalan raya di depannya hingga secara kebetulan maniknya berhenti tepat di seberang jalan, "Bukannya itu Kandra sama gengnya?" Monolognya menyipitkan mata.
Para remaja itu sedang nongkrong di bawah pohon mangga pinggir jalan. Jumlah mereka banyak, Mungkin 10 orang lebih. Vito menebak sebagian dari mereka bukan anak sekolah melainkan pria dewasa yang entah sudah berumur berapa.
Oke, Mari lupakan kehadiran mereka. Vito membuang semua pikiran-pikiran di benaknya, Anggap saja ia salah lihat. Karena jujur Vito ketar-ketir sekarang, Bola matanya terus memperhatikan sang sahabat yang sedang berbincang bersama pemilik kios, Lalu pindah lagi ke arah pohon mangga yang berjauhan dari tempatnya berada.
Takutnya mereka akan mengenali Baron dan membuat keributan dengan sahabatnya tersebut. Biarpun ia mengatakan tak ingin ikut campur dalam urusan Baron, Tetap saja dia akan khawatir kepadanya karena sahabatnya tersebut akan nekat melakukan sesuatu bila diusik. Jangan harap temannya itu akan takut melihat segerombolan pria disana. Prinsip sahabatnya adalah ia akan terus maju selagi jalan yang ditempuhnya benar.
Untungnya jalan ke rumah sahabatnya berlawanan arah dengan tempat remaja-remaja berandalan itu nongkrong. Fokus Vito tertuju ke wajah Kandra, Dia nyaris tergelak. Muka remaja sawo matang itu memang telah ditempel plester luka, Tetapi jejak-jejak perbuatan sahabatnya masih sangat jelas terlihat oleh Vito.
Vito memuji, "Hebat si Baron, Kalo gue Iiih! Gak berani!" Ngerinya.
Baron, "Gak berani apaan?" Kata si sipit yang tiba-tiba saja langsung berdiri di depan motornya.
Ia tersentak lalu mengumpat, "Kampret!" Baron terbahak.
Baron, "Lagi ngeliatin apaan sih?"
Lelaki bermata sipit itu hendak menoleh untuk melihat apa yang sedang sahabatnya perhatikan, Namun urung karena Vito lebih dulu menahan kepalanya, "Nggak liat apa-apa kok! Hehehe..." Ujarnya cengengesan di motornya.
Mata yang memang sipit tersebut bertambah kecil saja, "Jangan nahan gue!" Dia melepas tangan Vito dari pipinya kemudian lanjut menengok.
Vito berteriak keras, "Bar!! Ayo buruan gue antar pulang! Soalnya habis ini gue mau ngedate bareng Fani!" Sebenarnya bermaksud untuk mencegah jangan sampai remaja itu melihat Kandra karena pasti akan terjadi keributan lagi.
Baron meniup telinganya bergantian, "Cuk! Santai aja kali ngomongnya gak usah ngegas! Ayo ah, bawel Lo!" Sungutnya sembari mengangkat beras 25 kg ke bagasi depan motor sahabatnya. Vito bernafas lega setelahnya, Syukurlah Baron tak melihat mereka. Mereka segera meninggalkan kios menuju rumah Baron yang masih sedikit jauh.
Yang Vito tak sadari, Kandra ternyata melihat keduanya dari tempatnya nongkrong saat ini. Otaknya ia putar guna mengingat wajah remaja yang semalam berkelahi Dengannya, "Sial!" Umpatnya kemudian. Meski malam itu ada penerangan lampu namun Kandra hanya dapat mengingat mata sipit juga postur tinggi anak tersebut.
Teman-temannya memandangnya penuh tanya, "Bos, ngapa Lo ngomong kek gitu?" Celetuk salah satu dari mereka.
Kandra, "Gue lagi coba buat nginget mukanya anak yang semalam kita keroyok" Balasnya tanpa memandang mereka, Tatapannya masih terpaku di kios dimana ia melihat dua remaja yang salah satu wajahnya terasa tak asing baginya.
"Hebat juga tuh anak, Masa 6 orang lawan 1 sama-sama kalah" yang lain mengangguk setuju.
Kandra melipat tangannya diatas perut, "Ooh jadi Lo pada nganggap gue lemah gitu?" Serempak semuanya menggeleng cepat.
"Bukan gitu Bos, Kita cuma salut doang sama cowok yang bos ceritain semalam, Terus Bos masih ingat nggak mukanya? Supaya kita bisa ngasih pelajaran" Sela remaja yang berdiri di sampingnya.
Lelaki sawo matang yang merupakan ketua dari geng X itu menjawab, "Nggak terlalu jelas, Yang gue inget cuman mata sipit sama tingginya doang" Jawaban sang ketua membuat mereka kebingungan.
Tiba-tiba berkata, "Cari tau soal Ririn" Perintah Kandra.
"Ririn? pacarnya Bos ya?" Imbuh anak buahnya.
Kandra jengah, "Ck bukan! Pokoknya cari aja nama itu"
Mendapati mereka menggaruk-garuk kepala dalam raut bingung, Kandra menghela nafas lalu bertanya, "Kenapa lagi?"
"Itu Bos... Yang namanya Ririn kan banyak Bos, Kita musti cari Ririn yang bagaimana?"
Hening...
Kandra berkedip-kedip, Benar juga kata anak buahnya. Kandra meringis mengulum bibir sambil menggaruk pipinya. Mencarinya karena nama itu sempat didengarnya keluar dari mulut remaja sipit yang semalam berurusan dengannya. Dia pusing sekarang. Rasa marahnya semakin besar, Terlebih lagi tak ada satupun petunjuk guna menemukan cowok sipit tadi malam.
Teralihkan ke kaca spion motornya, Moodnya jelek seketika. Wajah tampannya kini memiliki banyak plester luka. Diam-diam mereka juga turut pening kepala melihat kegalauan Bos mereka, Memangnya apa yang bisa mereka bantu bila petunjuk saja mereka tak punya?
Kandra, "Tuh anak semalam ngomong kalo gue yang udah ngambil perawan adiknya, Nama adiknya Ririn tapi gak tau kepanjangannya siapa, Main asal fitnah aja! Kapan gue punya pacar namanya Ririn?!" Ungkitnya emosi.
Mereka mengerti sekarang, Berarti ini hanya kesalahpahaman semata, "Salah orang Bos, Pasti tuh anak nuduh Bos berdasarkan nama doang, Salahin orang tua, nama pasaran kok dikasih sama anak" Celetuk anak buah Kandra yang bernama Qori. Remaja itu tak sadar akan tatapan membunuh yang diarahkan padanya.
"Mmmph!"
Yang lain dengan cepat menutup mulutnya sebelum bercerita lebih lanjut lagi lalu meringis menatap ketua mereka yang berwajah gelap, "Maafin Qori Bos, Nih anak main ceplas-ceplos aja!" Mereka memukul kepala Qori pelan.
Telat, Kandra jelas sudah dengar semua yang dikatakan Qori. Ia berdecih, "Lain kali jangan pernah bahas orang tua gue lagi!" Serempak semuanya mengangguk patuh. Tanpa basa-basi cowok sawo matang itu melajukan motornya, Membiarkan anak buahnya mematung di tempat.
"Mulut Lo di rem dikit napa!"
"Bener tuh!"
Qori, "Jangan pada nyalahin gue Lo semua! Maksud gue kan cuma bercanda doang!" Bantahnya tidak terima.
"Eh ngomong-ngomong si Bari, Andi, Noval, Rendi sama Yadi kemana? Kok gak ikut nongkrong bareng kita-kita?" Potong salah seorang dari mereka.
"Gak tau, Palingan lagi istirahat, Soalnya semalam kan mereka yang bantuin Bos berantem sama cowok misterius itu"
"Wih! Hebat tau gak tuh anak, Masa lawan 6 orang sama-sama kalah!" Yang lain manggut-manggut membenarkan.
"Dan lagi cari masalah sama Bos kita, Heh! Udah bosan hidup kali tuh cowok" Saling lirik, Mereka semua tersenyum miring.
Mohon di tekan ⭐👈 agar si penulis tidak bete lagi🤧 Jangan lupa juga untuk berkomentar suapaya Penulis jadi bahagia bisa berinteraksi dengan pembaca yang sudah rela waktu demi membaca karya kami
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE YOU, RASCAL!! (END)
RomanceBerawal dari perawan adiknya yang direnggut oleh nama 'Trikandraputra', Si Sipit Adebaron Utami berkelahi dengan ketua geng X dari SMK Langga 99, Sekolah di desa tetangga. Kandra. Dengan kasar Kandra menghempas tangan Baron, "Heh! Sejak kapan gue ke...