55. Melindungi Kandra

4.7K 460 33
                                    

Pintu usang itu kini terpental keras ke lantai disusul kemunculan Kandra, Arifin, Vito, Haris dan terakhir gerombolan geng X dari belakang.

Baron membelalakkan mata sipitnya, "Kandra!" Dia merasa lega melihat cowok sawo matang itu. Kristal bening pun lolos dari matanya.

Kandra menghampiri remaja sipit itu dan membuka ikatan serta membantunya berdiri. Ibu jari Kandra menjulur mengelap bekas air mata Baron, "Lo gak papa? Ada yang luka nggak?" Ujarnya sembari membolak-balikkan Baron.

Gantian Baron yang berdecak lalu menampar tangannya, "Gue gak papa kali! Yang kenapa-kenapa itu Ririn!"

Dari ambang pintu Haris melotot melihat sang pujaan hati yang tergolek pingsan di lantai, "Brengsek!" Dia bermaksud mendekati Ririn namun tanpa diduga Noval menghadangnya.

Noval, "Lawan gue dulu baru Lo bisa deketin tuh cewek"

Kandra berucap  pada mantan anak buahnya tersebut, "Cih! Gue pikir dengan ngeluarin Lo dari geng X Lo bakal berubah, Tapi dugaan gue salah!"

Noval tertawa sinis, "Gue ya gue, Gak ada siapapun yang bisa ngatur sekalipun itu Lo! Dan lagi buat apa Lo ngomong gitu? Gak guna tau nggak!"

Remaja-remaja dibelakang Asni juga belum mengerti apapun sampai Arifin menatap nyalang mereka, "Lo semua apa-apaan sih main nurut sama Kakak gue! Makanya kalo ada info dari orang asing tanya dulu sama gue, Sini Lo semua!" Omelnya.

Penuh patuh mereka bergabung dengan geng X, Yang tersisa kini hanya Asni, Nuni dan Noval.

Nuni, "Bu Asni, Saya tidak mau tau pokoknya malam ini surat tanah itu harus jadi milik saya!" Wanita itu bertanya-tanya mengapa Asni terlihat sangat santai seperti ini.

Seketika Asni tersenyum miring, "Tenang saja, Saya kemari bukan berarti tidak punya persiapan. Sekalipun Kartika tidak kasih tau pun saya juga tidak bodoh" Dia menjentikkan jari.

Segerombolan pria berbadan besar datang dari pintu belakang. Jumlah mereka sebanding dengan keseluruhan geng X dan geng BAS.
Tanpa sadar gerombolan anak muda dari arah berlawanan meneguk ludah kasar. Tak jarang pula ada yang membandingkan badan mereka dengan tubuh-tubuh pria disana. Hasilnya sudah pasti beda jauh.

Arifin menutup mata disertai gelengan kepala lalu berteriak keras, "Heh! Lo semua jangan takut! Mereka gede cuman badan doang, Aslinya loyo! Ayo serang!!" Teriaknya.

Siapapun tidak bisa mencegah perkelahian malam itu. Terlebih daerah ini merupakan tempat yang jauh dari pemukiman warga desa Mepa.

Mereka memukul, Menangkis bahkan mengeroyok. Si Sipit bergegas ke adiknya tapi dihalangi oleh beberapa anak buah Asni. Mendengkus, Dia pun bertarung dengan mereka.

Benar kata Arifin, Orang-orang ini menang badan besar saja. Soal tenaga mereka tidak berbeda jauh dengan anak buah Kandra dan Arifin sebab Baron dengan mudahnya dapat mengalahkan 4 orang sekaligus.

Dengan remeh dia menendang salah satu dari mereka yang tergeletak kesakitan, "Cemen!" Ejeknya sebelum lanjut menggiring kakinya pada sang adik yang masih tak sadarkan diri.

Langkahnya bahkan belum sampai ketika Kandra berseru, "Awas Bar, Botol!!"

Ia yang tidak sempat melawan cuma dapat menunduk menutup kepalanya dengan kedua tangan sambil memejamkan mata, Pasrah jika memang benda yang Kandra sebutkan itu melayang di kepalanya.

Kandra, "Ck, Ngerepotin Lo!" Gumamnya terus berlari.

KRAS!

Baron merasa dipeluk seseorang dari belakang. Maniknya membesar begitu darah mengalir dari atas, Melewati tangannya sampak ke lantai. Dia memutar badan 180 derajat, "Kandra!" Teriaknya panik.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang