37. Abang Cuma Minta Satu...

4.2K 419 10
                                    

Baron senantiasa memperhatikan pintu yang tertutup dari 10 menit semenjak adiknya dibawa masuk kedalam.

Sementara remaja yang sejak tadi duduk di kursi tunggu menghela nafas pendek, "Baron, Ayo duduk" Gelengan tetap diterimanya padahal ini sudah yang ke 6 kalinya Arifin memanggil.

Baron, "Gimana gue bisa duduk kalo dokter aja belum keluar-keluar dari tadi" Ujarnya lanjut menatap nanar pintu ruangan.

Lagi-lagi harus mendesah, "Tapi gak perlu juga kali Lo bediri disitu, Adek Lo gak bakal kenapa-napa kok, Yakin sama gue" Dia pun beranjak dari kursinya lalu menarik Baron, "Ayo duduk"

Si Sipit tetap menggoyangkan kepala sebelum melepas tangan Arifin. Tak kehabisan akal, Sekali gerak kini digendongan bridalnya telah diisi Baron yang seketika menegang, "Sinting! Turunin gue!" Protes Baron.

Mengulas senyum, Gantian Arifin yang menolak, "Nggak, Udah gue bilang duduk Lo gak nurut" Lalu menuju kursi tunggu dan menurunkan Baron.

Ia menggaruk surainya kemudian menyamping ke arah ruangan tempat adiknya dirawat. Arifin tak akan lagi melarang asalkan remaja itu mau duduk.

Tak tak tak

Reflek mereka mengalihkan perhatian pada koridor rumah sakit.

Baron mengeryit, "Kandra? Tuh anak ngapain disini? Bokapnya sakit?"

Arifin menimpali, "Bukan, Tadi gue mau ngabarin Mbak Asni biar Lo hari ini gak usah kerja tapi udah berapa kali nelpon, Kakak gue gak pernah ngangkat, Kakak ipar gue juga sama ya jadi gak ada pilihan lain gue kepaksa ngasih kabar sama tuh anak" Tutur Arifin menatap tidak suka Kandra yang semakin dekat. Jika tidak karena Baron, Ia takkan mau menghubungi musuhnya.

Setibanya Kandra langsung ambruk di sebelah kanan Baron, "Hah... Gila capek banget!"

Baron, "Gila, Lagian siapa yang nyuruh Lo kesini?" Cibirnya.

Kandra, "Suka-suka gue dong!" Balasnya cuek.

Mendadak Arifin memicing, "Tunggu... Perasaan gue cuma ngasih tau nama rumah sakit doang, Lo tau nomor kamar adeknya Baron darimana?"

Remaja sawo matang itu tersenyum sombong, "Bukan Trikandraputra Amaramanda namanya kalo gak bisa dapet info sekecil ini!"

Arifin mendengus sinis, "Cih! Eh itu Dokter udah keluar" Serunya kemudian.

Ketiganya sontak melangkahkan kaki mendekati sang dokter yang baru saja menutup pintu. Begitu memutar badan, Pria paruh baya itu kaget bukan main akan kemunculan tiga remaja di hadapannya, "Kalian ini sepertinya sengaja mambuat jantung saya lemah" Candanya sambil menggeleng-geleng.

Baron sudah tak sabar buru-buru bertanya, "Dok, Saya abangnya pasien, Gimana adik saya Dok?" Dua pemuda di sekitarnya ikut mengangguk penasaran.

Dokter tersenyum kecil, "Dia tidak apa-apa hanya saja sekarang mungkin belum sadarkan diri, Untung kalian cepat membawanya kesini jadi anak itu hanya sedikit kehilangan darah, Telat beberapa menit saja anak itu bisa mati akibat kehabisan darah" Pungkasnya.

Akhirnya Baron sedikit lega, "Makasih Dok, Saya boleh masuk?"

Dokter, "Ya silahkan, Mungkin sebentar lagi dia akan sadar dan soal pembayaran kalian bisa mengurusnya di resepsionis rumah sakit ini, Saya permisi, Nanti jika terjadi sesuatu silahkan datang ke ruangan saya"

Arifin, "Makasih Dok"

Sepeninggalnya Baron bersama Kandra dan Arifin masuk ke dalam.

Ia mengambil nafas panjang sebelum mendekati bangsal adiknya lalu tertegun memandangi wajah pucat Ririn yang terlelap. Pergelangan tangan adiknya juga telah diikat dengan perban, Tak ada lagi darah yang keluar seperti waktu dia menemukannya di kamar.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang