45. Sepatu Yang Sama

3.7K 400 5
                                    

Lapangan saat ini benar-benar dipenuhi oleh 30 murid IPS gabungan dari dua sekolah, SMK Langga 99 dan SMA 03 Raya Mepa.

Hanya kelas 2 dan 3 saja yang diikutsertakan dalam kegiatan kerja bakti ini. Kelas 1 dan sisanya yang tidak dipilih memang melakukan bersih-bersih tapi mereka khusus area sekolah saja. Lebih-lebih lagi setiap kelasnya cuma 2 atau 1 orang yang boleh ikut.

Murid laki-laki yang dipilih juga kebanyakan memiliki tubuh tegap tinggi. Sementara murid perempuan dari dua sekolah cuma berjumlah 6 orang karena mereka hanya ditugaskan untuk membantu guru perempuan memasak.

Total ada 15 siswa IPS dari sekolah Baron dan begitu pula sebaliknya dari sekolah Kandra. Semuanya dicampur aduk menjadi satu kerumunan.
Ada yang akur, Ada juga yang tidak. Malah guru laki-laki sempat kewalahan menghadapi murid sebab acap kali mereka ribut karena hal sepele seperti bersenggolan tak sengaja, Sepatunya terinjak atau mereka yang memang bermusuhan memanfaatkan pertemuan langka ini untuk ajang mencari masalah.

Wati melambaikan tangannya, "Hai Bar!" Sapanya berusaha menonjol di antara kerumunan. Ia agak kesusahan bergerak akibat berdesak-desakan dengan murid lainnya.

Melihat itu Baron mendekat dan menarik Wati keluar dari kerumunan lalu melepaskan tangannya ketika mereka berada di kerumunan lain yang lebih bebas, "Lo juga diajak?" Dia berbasa-basi kepada Wati.

Wati mengangguk sambil mengelus-elus lengannya yang sakit, "Iya Bar, Aku kan anak IPS"

Zulkiha Sastiawati atau Wati memang anak dari desa Mepa namun dia bersekolah di SMK Langga 99. Hal itu dikarenakan Wati memiliki Bibi masih lajang yang tinggal sendirian di desa Langga. Dia adalah adik bungsu dari ibunya Wati yang saat ini masih kuliah dan kebetulan satu tempat dengan keponakannya sendiri yaitu Haris.

Baron tersenyum lalu mengulurkan tangannya menyingkap rambut Wati kebelakang telinga gadis itu, "Nah ini baru rapi, Cantik" Ia tidak tau bahwa saat ini Wati mati-matian menyembunyikan semburat merah di kedua pipinya akibat ulahnya itu.

Vito berdehem dari belakang Baron hingga Si Sipit berjengit kaget, "Ekhem! Lo berdua kalo mau jadi pemain sinetron jangan disini dong!" Sarkasnya.

Cowok sipit itu menginjak pelan sepatu sahabatnya, "Ngomong apaan sih! Gak jelas" Cibir Baron.

Wati menimpali, "Tau nih si Vito!"

Vito, "Alah si Wati, Sok-sokan polos Lo! Padahal dalam hati lompat-lompat" Ledeknya.

Gadis itu mencebikkan bibirnya lalu bertengkar kecil dengan Vito. Baron geleng-geleng kepala melihat mereka. Bahunya mendadak dirangkul, Baron reflek menoleh namun dia segera menyesali tindakannya karena nyaris saja berciuman dengan Arifin.

Lantas disingkirkannya tangan Arifin, "Lama-lama gue hajar Lo main muncul tiba-tiba!"

Arifin tertawa renyah, "Jangan marah elah, Hai Wati!"

Wati yang sedang menjewer telinga Vito kini menoleh, "Loh Kak Arifin? Bukannya Kakak sekolah di SMK Murni Sejati? Kok bisa nyasar kesini?"

Arifin, "Gue barusan pindah, Biasalah, Kakak gue yang nyuruh"

Baron dan Vito saling tatap, "Wati, Lo kenal Arifin?" Celetuk Baron.

Ia mengangguk, "Teman Facebook" Jawab Wati singkat.

"Lo liat sepatunya itu beneran mirip deh!"

"Lah iya, Baru nyadar gue"

Bisikan-bisikan itu terdengar samar Samapi ke telinga Baron. Dia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, "Mereka lagi bisik soal apaan sih?"

Pertanyaannya membuat Arifin, Vito dan Wati juga ikut-ikutan melihat murid-murid di sekitar mereka. Mengikuti arah pandang para murid, Ketiganya menjatuhkan mata pada sepatu Baron.

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang