58. Vito Dan Arifin

5K 472 31
                                    

Vito menatap aneh Arifin yang sejak awal diam. Haris pun tak berani menegur sebab paham akan suasana hati remaja itu.

Ketiganya baru bisa tidur setelah operasi Baron selesai pada jam 11 malam. Namun sebelum itu mereka sempat berbincang-bincang dengan ayah Kandra yang baru bisa datang dari kantor polisi usai mengurus Asni dan anak buahnya.

Seingat Haris sejak itulah Arifin berubah seperti ini.

Tak tahan, Vito menyodorkan makanan Arifin yang sedari tadi dibiarkannya tanpa disentuh, "Nih makan"

Arifin, "Eeem... Nggak deh, Kalo Lo mau makan aja Vit. Gue masih kenyang"

Bibir Vito datar bersama wajahnya, "Kenyang makan apaan Lo? Angin? Ya kali! Dari semalem gak ada tuh gue liat Lo makan. Udah gak usah banyak bacot, Makan!" Gerutunya.

Haris mengangguk, "Nasi di piring kita tinggal setengah lah Lo malah masih utuh tuh" Timpalnya.

Akhirnya Arifin pun menarik piringnya dan mulai makan. Suasana hatinya kacau, Dia kepikiran soal kakaknya yang berada dalam penjara. Kalau bertanya apa ia ingin atau tidak menjenguknya, Maka Arifin memilih menjawab tidak untuk sekarang. Ia terlanjur kesal pada kakaknya yang hampir membuat Baron meregang nyawa.

Vito, "Malah ngelamun lagi!" Omelnya.

Haris menepuk bahu Vito, Begitu pemiliknya menengok dia segera menggeleng, "Biarin, Yang penting dia makan daripada nggak sama sekali"

Berdengus, Vito kembali melahap makanannya.

Mereka diam-diaman sampai dering hp Haris menyadarkan mereka. Spontan keduanya menatap pemuda yang lebih tua.

Haris melihat layar hpnya, "Eh bentar ya gue mau angkat telepon dari Ririn" Tanpa menunggu tanggapan dari Vito ataupun Arifin, Haris langsung pergi keluar warung.

Tak lama kemudian dia kembali dan mengambil jaketnya, "Gue udahan"

Vito, "Mau kemana Lo?"

Haris, "Ririn minta tolong gue buat anterin dia ke Mall deket Rumah Sakit buat beliin makanan buat Baron sama Kandra"

Vito, "Ciee... Ada yang berbunga-bunga nih" Sindirnya.

Sekilas Haris tersenyum tipis sebelum menoyor kepala Vito, "Apaan!" Lalu berlari keluar warung.

Dengan dongkol Vito mengusap kepalanya, "Setan si Haris!" Pandangannya pindah ke Arifin yang masih makan dalam diam. Helaan nafas panjang keluar dari mulutnya, "Lo lagi mikirin apa sih? Soal Kakak Lo yang di penjara?" Tebaknya.

Sendok yang hendak masuk ke mulut seketika berhenti, "Hmmm..." Gumam Arifin membenarkan.

Vito, "Kalo cemas ya di jenguk lah, Gak usah banyakan mikir" Sarannya.

Arifin, "Gue masih marah sama kakak gue, Ini soal Baron"

Vito menatap cowok di sebelahnya dalam tatapan sulit dijelaskan, "Soal itu... Jujur sih gue masih gak bisa maafin kelakuan Kakak Lo, Sahabat orok gue hampir mati"

Arifin tersenyum kecut disela mengaduk-aduk nasi kuningnya, "Bener kata Kandra, Keluarga gue emang bawa sial buat dia sama Baron"

Deg!

Dia tertegun begitu sebuah tangan menepuk-nepuk kepalanya.

Vito, "Kalo kata Baron nih ya, Itu tuh namanya takdir dari Tuhan. Menurut gue Lo gak bawa sial kok. Lo gak ikut campur sama masalah mereka berdua malah Lo bantuin kita buat bebasin Baron sama Ririn. Jujur kalo kemarin malam Lo gak ngangkat telepon gue, Mungkin Baron udah jadi berondongnya Kakak Lo dan surat tanah almarhum bokapnya bakalan jadi milik budenya, Makasih ya" 

LOVE YOU, RASCAL!! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang