BAB 3. BIAS

3.7K 367 59
                                    

Kita lanjut aja ya kak...???
Walau target tak tercapai, sedih sih😭. Tapi aku harus terus nulis kan?.

#akuharapkalianbisamemahamibagaimanaperjuangankuagarmoodkunggakhilangdantetapsemangatmenulis😭😭😋😁#

😄😄😄

Aku lagi atur jadwal Update Karya-karya aku yang baru ya teman-teman.

So jangan heran kenapa begini dan begitu.😂😂

Semoga aku dapat jadwal yang pasti untuk semua karya, biar lebih teratur. Aku nya yang nggak molor deadline nya, dan teman-teman tidak menunggu yang nggak pasti 🤭🤭.

Semoga kalian masih setia menunggu Novel-Novel baru aku ya..

Selamat membaca
Luv💜Octoimmee





.
.
.
.

Ketika pintu membuka, Arghi melihat Ardan yang berdiri kaku. Wajahnya menyimpan marah.

Arghi tau kemarahan itu ditujukan padanya.

"Boy, lo antar Emma pulang, gue masih ada kerjaan dengan Arghi..." Ujar Ardan dengan kedua tangan mengepal erat di sisi tubuhnya.

Arghi ingin mengatakan sesuatu, tapi Ardan menggelengkan kepalanya samar. Dan Arghi sadar jika Ardan sedang tidak mau di bantah.

Arghi mengalah dan ia pun menghampiri Emma yang menatapnya dengan wajah penuh tanya. Arghi memberikan senyumnya untuk menenangkan wanita yang ia cinta.

"Em, kamu pulang dengan Boy, aku nanti nyusul...." Ucapnya lembut sambil mengusap kedua pundak Emma.

Wanita itu mengangguk, meski tak mengerti tapi ia tau ada yang serius.
"Maaf ya, ada urusan yang harus aku selesaikan.."

"Nggak apa-apa Ghi, kamu bisa selesaikan dulu urusannya.." jawab Emma dengan tenang, seulas senyum di wajahnya sanggup membuat Arghi kembali ingat jika Emma harus ia perjuangkan.

"Thanks Em.." Sahut Arghi dengan lega, Emma mau mengerti. "Boy,antar Emma ke tempatku...." Ujar Arghi, ia membuang pandang dari Ardan yang menatapnya tajam. Pun Boy tak menutupi keterkejutannya.

"Oh.. oke, Sip Boss..." Boy mencoba abaikan dengan keheranannya, ia kemudian mengambil kunci mobil Arghi dan segera membawa Emma bersamanya.

Agar Emma tenang, ia pun turut keluar dari kamar sambil menggenggam tangan mungil yang sangat ia rindukan itu.

"Tunggu aku ya?" Ucap Arghi sambil menepuk pundak kepala Emma.

Emma mengangguk dan masuk kedalam Lift. Boy pura-pura tidak melihat apa pun, ia juga tidak melihat ke arah Arghi atau Emma. Ia memutuskan untuk diam saja. Meski hatinya tahu jika semua ini salah. Ia terbiasa dengan data dan analisa, dan ia bisa menunjukkan siapa yang salah disini. Tapi tidak ada yang meminta pendapatnya kan?.

Begitu Boy dan Emma menghilang dibalik pintu besi itu, Arghi kembali ke dalam kamar. Ia bersiap untuk menjelaskan semua pada Ardan. Ia tidak mau Ardan berpikir jelek tentang Emma, jika ada yang harus disalahkan, maka dirinya adalah satu-satunya orang yang harus diberi hukuman.

Arghi membuka pintu dan ia masih melihat Ardan berdiri ditempat yang sama saat ia meninggalkannya tadi. Ardan tidak beranjak sedikitpun.

Wajah Ardan tampak sangat kusut dan seolah kehilangan semangat hidup.

"Kontrak kerjasama dengan Menara Gading sudah disetujui..." Ujar Ardan begitu Arghi menutup pintu.

Arghi terkejut tak percaya, sesaat ia berusaha mencerna ucapan Ardan barusan, dan saat ia paham, matanya membesar seolah mendapat sebuah kejutan besar.

INGKAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang