Sweet Chaos

4.4K 447 42
                                    

Gelap televisi mati menonton kegiatan tanpa interaksi dalam kamar VIP rumah sakit yang dihuni Aji. Satu entitas lain menunggui sang pasien yang masih menutup mata mengistirahatkan diri. Tapi matanya tak lepas, mengawasi setiap pergerakan sang kekasih meski itu hanya gerak dada naik turun pertanda nafasnya masih.

Berteman suara tetes infus yang terdengar nyaring saking ditampar sepi, Dipa Lesmana menggenggam tangan dingin Aji bagian kanan yang bebas dari perban. Walau tetap saja ada jarum tertancap di sana.

"Hari ini harusnya kita ikut press conference-nya Bang Sena sama Kak Yasa." Gumam Dipa bermonolog, seolah Aji yang tertidur bisa mendengar suaranya.

Senyum miris melirik dua handphone tanpa daya di atas meja nakas. Milik Sena dan Yasa. Benda yang tak sengaja sang vokalis tinggalkan karena buru-buru ke bandara mengejar lelaki pujaan.

"Bang, lo tau gue khawatir banget waktu tau lo masuk rumah sakit? Eh, harusnya gue pakai aku ya? Tapi kenapa canggung gini sih Bang malah?" Terkekeh sendiri. Menyadari hubungannya dengan Aji bahkan masih usia hari.

Tak lama terdengar suara pintu yang diketuk lalu dibuka dari luar. Seorang perawat masuk membawakan makan siang dan obat yang harua dikonsumsi sang gitaris. Hanya sejenak, karena setelah mengecek keadaan dan infus Aji sang suster keluar lagi.

Awalnya Dipa memilih menunggu sampai Aji bangun. Namun setelah lima belas menit berlalu dan tak ada tanda si tampan bangun, Dipa putuskan membangunkan kekasihnya agar bisa makan dan minum obat.

"Bang, bangun makan dulu." Anak rambut yang menutup dahi Aji diusap lembut. "Nanti lanjut istirahat lagi." Suaranya tepat di telinga, mengusik lelap sisa anestesi milik Aji Dharma.

Mata berbentuk bulan sabit yang biasanya ditutup lensa kaca kini terbuka sedikit demi sedikit. Beradaptasi dengan baur cahaya, netra itu memicing dengan dahi berkerut tanda ia tengah memfokus tatapannya.

"Urghh, anak kucing?"

Deg.

"Bukan Bang, ini Dipa." Senyum sepahit empedu menyadari yang dikira Aji adalah Yasa, anak kucingnya.

Bahkan setelah siuman langsung nama Yasa yang mengisi otak si pemuda sipit. Lalu dimana posisi Dipa sebenarnya?

Aji juga sempat tertegun menyadari Dipa-lah yang ia sangka Yasa. Dipa-lah yang kini membantunya duduk sambil menjaga agar lengan kirinya yang baru selesai dioperasi karena patah tak tersenggol dan makin parah. Dan Dipa-lah yang kini menjabat jadi kekasihnya.

"Dipa, maaf ...."

Kalimat Aji tak sempurna karena keburu dipotong Dipa. "Jangan banyak gerak dulu, Bang. Kata dokter harus banyak istirahat."

Bukan kode, tapi jelas Dipa menghindari topik obrolan sensitif yang hampir saja diangkat Aji. Hubungan keduanya baru seumur jagung saja, tak mau ia dibelenggu cekcok yang berimbas buruk nantinya.

"Sayang, makasih ya udah jagain aku dari semalam."

Dipa tersenyum, mengangguk. Tangannya aktif mengambil makan siang untuk Aji yang segera ia suapkan. Perhatiannya penuh, tulus meski jauh dalam hati ada luka yang mulai tumbuh dan coba diabai saja.








....









Lampu merah kembali menghentikan laju mobil Sena yang dikendalikan Edwin. Entah sudah pemberhentian yang ke berapa, tapi rasanya semakin gelisah saja. Tiga eksistensi saling beradu tatap panik menghitung detik demi detik yang terlewat sia-sia.

Jari telunjuk sang drummer mengetuk roda kemudi berkali, menengok ke belakang dimana dua kakaknya saling menggenggam tangan.

"Udah jam segini, jangan-jangan press conference-nya udah mulai, Bang?" Bodoh, kalimat Edwin hanya memperburuk keadaan meski niatnya tak demikian.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang