Realize

7.2K 663 48
                                    

Jam makan siang sudah lewat setengah jam lalu. Pendar mentari tanpa riuh awan menghampar memberi semangat beraktivitas yang makin menggebu.

Sebuah mini van berwarna hitam terparkir di pinggir jalan tepat di depan gedung manajemen artis yang membawahi beberapa penyanyi solo, grup vokal dan band dalam naungannya. Termasuk salah satu di antaranya adalah FATE, band hasil audisi yang moncer dengan lagu-lagu bertema cinta dan patah hatinya.

Dalam van yang dikemudikan Andi, Yasa bersama Edwin duduk di baris kedua dengan masing-masing memainkan acak telfon genggamnya. Di belakang mereka Aji dan Dipa juga sama saja, fokus pada smartphone masing-masing entah tengah membuka aplikasi apa.

Andi yang cukup bosan memutuskan menyalakan radio, mendengarkan berita lalu lintas yang dibawakan oleh penyiar salah satu radio nasional.

Ngomong-ngomong soal radio ....

"Ck. Bang Sena lama banget dah meetingnya." Edwin mengeluh lagi setelah hampir lima belas menit diam.

"Paling bentar lagi. Udah tau Bos kita perfeksionis, Sena juga pasti keteteran." Aji yang menjawab.

"Jadwal radio kita masih sejam lagi, tenang aja." Andi menimpali.

Ya, hari ini para personel FATE punya jadwal untuk menjadi guest star di salah satu siaran musik radio anak muda. Sena yang juga punya jadwal bertemu dengan Bos mereka untuk berdiskusi tentang konsep video musik terbaru FATE lebih dulu berangkat ke kantor tadi pagi dengan transportasi online (bahkan sebelum Yasa yang tidur di sampingnya bangun). Dan kini mereka menjemput sekaligus menunggu Sena di depan kantor untuk berangkat ke acara radio bersama.

"Nah, tuh orangnya dateng." Semua mata mengikuti arah pandang Andi ke pintu lobby dimana seorang pemuda yang mengenakan kaos hijau dipadu jas casual slim fit dengan lengan hanya di bawah siku dan ripped jeans yang senada warna jasnya.

Si pemuda menengokkan kepalanya kanan-kiri lalu berjalan lurus ke arah mereka setelah menemukan dimana mobil van yang dicarinya terparkir.

"Hadeuh, lama banget dah Bang. Kita nunggunya sampai kering." Bukan sapaan, tapi keluhan-lah yang disajikan Edwin saat Sena masuk ke mobil mereka. Mengisi kursi kosong di samping kemudi yang memang selalu jadi miliknya.

"Sorry dah sorry. Si Bos ribet, biasa. Lagian kenapa nggak masuk ke tempat parkir sih? Malah di pinggir jalan begini." Sena berbalik, menatap ke belakang pada anggota-anggotanya dengan rasa bersalah.

"Gue kirain lo bentar lagi keluar." Andi ikut dalam obrolan. "Eh, bentar dulu ya gue kebelet banget. Mau mampir toilet kantor bentar."

"Ya elah Bang... Ngapa nggak dari tadi pas nunggu Bang Sena sih???" Keluh Edwin lagi pada manajer mereka.

"Orang kerasanya baru sekarang. Tunggu dah bentar." Lalu tanpa tunggu persetujuan anak asuhnya lagi, Andi keluar berlari masuk pintu yang tadi dilewati Sena. Meninggalkan kelima pemuda yang saling pandang dan tertawa setelahnya.

"Gimana hasilnya, Sen?" Setelah tawa mereda, Aji yang pertama kembali buka suara.

Sena memutuskan membalikkan badan dan menyandarkan bagian kanan badannya ke sandaran kursi agar lebih nyaman mengobrol dengan personel-personelnya di belakang. "Udah beres. Kita syuting buat MV dua minggu setelah lagunya dirilis."

Dipa melongokkan kepala ke depan. "Loh, gue kira kita langsung rilis lagu sama MV-nya sekalian? Apa nggak keburu hilang momentumnya kalau kelamaan?"

"Gue pikir cara si Bos ini malah bakal bikin momentumnya bertahan lebih lama, Dip." Yasa yang sedari tadi fokus bermain game kini ikut berbicara setelah karakter gamenya kalah. "Awalnya kita rilis lagu dulu di radio, akun-akun medsos resmi kita sama manajemen, sama di platform musik. Sebulan mungkin sampai MV kita rampung, pas harusnya lagu mulai turun, kita naikin lagi pakai MV. Orang-orang juga pasti penasaran sama MV-nya dan balik lagi."

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang