Indah dekorasi bunga sewarna awan menghias setiap sudut halaman depan sebuah rumah besar milik seorang anggota dewan ternama. Kursi-kursi melengkapi meja yang menyajikan berbagai macam hidangan dari yang berat sampai yang ringan.
Senja mulai beradu kuasa dengan petang. Membias jingga bercampur hitam di langit yang menambah eksotisme kala menyorot sepasang sejoli di pelaminan yang menyalami tamu dengan senyuman.
Dengan segelas cola di tangan, Kusuma Wardhanu menatap sahabatnya, Wangsa Syailendra dan sang suami, Aryo Bimo dari jarak seratus meter. Mencatat dalam otak senyum manis si pemegang title cinta pertamanya. Senyum yang harusnya bisa jadi miliknya jika dulu ia tak bodoh melakukan taruhan dengan Panji Wibisana.
"Ah ternyata Om disini."
Suara husky di belakang membuat Dhanu menoleh. Arik menyapa sembari membawa Sekar di samping kanannya.
"Ini tadi saya ketemu Tante lagi ambil puding. Kayanya Tante kepisah ya dari Om?" Sambung Arik tak menyadari situasi canggung antara dua paruh baya yang mengapitnya.
Kusuma Wardhanu mengangguk dengan kesan bijaksana. "Terimakasih ya, Nak Arik. Kamu pulang kapan dari Kalimantan?" Merasa tak perlu meluruskan kesalahpahaman Arik soal status mereka.
"Dua hari yang lalu, Om. Tapi besok udah harus kembali ke sana." Jawab si pemuda dengan tuxedo hitam dan rambut disisir ke belakang.
Si lelaki berjas cokelat gelap mengangguk saja. Sedang si wanita yang nampak anggun kala dress warna broken white-nya tertimpa sinar senja hanya menunduk saja. Pudingnya yang baru habis sesuap juga sudah diletakkan di meja terdekat tanpa nafsu.
"Ah, saya ke Mama sama Om Bimo dulu ya, Om, Tante. Udah mau sesi foto kayanya." Pamit Arik.
"Iya Nak, makasih ya."
"Sama-sama, Tante. Titip salam untuk Yasa sama baby ya, pasti sudah lahir kan?"
Deg.
"I..iya."
Sepeninggal si pengusaha muda, Kusuma Wardhanu setia menyaji tatap penuh tanya pada istrinya. Ah, salah. Mantan istrinya.
"Ck, harusnya kita kasih tau Arik kalau kita bukan suami-istri lagi, Mas."
Dhanu bagai tak dengar pernyataan Sekar barusan. Di kepalanya terputar soal pertanyaan, "Kenapa nggak bilang kalau Yasa udah ......"
"Bilang pun mana kamu peduli? Yang ada di otakmu cuma Wangsa, Wangsa dan Wangsa saja kan???" Caci pedas Sekar memotong pertanyaan Dhanu. Mendelik marah meski suaranya diredam tak mau mengusik tamu lain di sekitar mereka.
"Sekar, apa-apaan???"
Sekar menggeleng. Memejamkan mata lalu lama menarik nafasnya. Seolah baru tersadar apa yang dikatakan, ia mengibas tangan. "Ah, lupain aja Mas. Maaf aku kelepasan."
".........." Dhanu paham sedalam apa luka yang ditanggung si wanita karena perbuatannya.
"Hampir tiga minggu, Mas."
"Hah?" Tentu saja Dhanu bingung. Tanpa konteks Sekar berujar dengan informasi tiba-tiba.
"Yasa. Anaknya laki-laki, Sean namanya." Tambah Sekar membuat Dhanu mengerti.
Jemari dengan kuku warna peach panjang menunjukkan layar smartphone yang menampilkan potret seorang bayi yang nampak lelap di gendongan Yasa. Sedang di samping Yasa, berpose Sena dengan senyum tampannya.
"Ini cucu kita. Kata Yasa dia jarang rewel, tampan, dan sehat. Lihat hidungnya, macung kan? Mirip Yasa waktu bayi." Cerita Sekar menuntun Dhanu mempersempit jarak. Menatap lekat foto yang memperlihatkan aura bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
RomanceCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...