Bukan sehari dua hari Barsena menjabat sebagai leader FATE. Semenjak awal band terbentuk sampai kini nama mereka mendengung ke setiap sudut, Sena tak pernah gagal memimpin keempat rekan lainnya.
Aura penuh wibawa, dominasi, disegani bahkan oleh Aji yang notabene usianya lebih tua beberapa bulan dari sang vokalis. Sena juga pribadi yang tak suka membuang waktu percuma. Baginya waktu terlalu berharga jika hanya dibiarkan berjalan sia-sia.
Harusnya Cakrayasa sudah hafal luar dalam soal prinsip Sena soal waktu tersebut. Bertahun jadi bagian member yang dipimpin Sena, sang bassis tahu kebiasaan Sena itu terlalu mendarah daging sampai ke urusan di luar band-nya.
Oleh karena itu siang ini keduanya sudah kembali mengisi jok depan mobil Sena lagi untuk mengunjungi rumah orang tua Yasa. Si manis kaget tentu saja awalnya. Tak menyangka akan secepat ini Sena mengambil langkah. Belum lagi orang tuanya yang sering tugas ke luar, namun anehnya Sena begitu yakin jika siang ini kedua orang tua Yasa sedang ada di rumah.
"Apa nggak lebih baik besok aja?" Cicit Yasa menatap dari samping raut tegas Sena yang tengah menyetir. Jujur saja Yasa lebih takut saat akan menghadap orang tuanya sendiri daripada saat akan menghadap orang tua Sena. Papanya walau kandung namun jarang sekali ia temui. Membuat hubungan mereka tak terlalu erat layaknya anak dan ayah secara normal.
"Besok atau lusa?" Tantang Sena dengan pertanyaan balik tanpa menolehkan fokus dari lampu lalu lintas yang baru saja hijau.
"Euung.. lusa?"
Suara lirih Yasa dibalas tawa kecil namun menusuk oleh satu-satunya lawan bicara. Membuat sang bassis makin ciut, meremas ujung kemeja flanelnya yang makin kusut.
"Nggak ada untungnya ngulur-ngulur waktu gini, Yas. Makin cepet makin baik kan?" Kali ini Sena sejenak menoleh dengan senyum tampan.
"Iya tau. Tapi kalau ternyata Papa sama Mama nggak di rumah gimana?" Alasan saja sebenarnya.
"Ada kok, pasti mereka ada di rumah." Mantap Sena.
"Dih, yakin amat? Cenayang, Pak?" Yasa mulai berani menatap mata Sena, mengajukan sanggahan tak suka.
Tawa berderai kembali terdengar dari si vokalis. "Hahhaa, bukan gitu juga. Tapi aku yakin banget sih ini. Anggep aja insting calon mantu."
"Idiiiiih, yakin calon mantu nih?"
Sena hanya mengangguk, membuat Yasa malas untuk kembali menanggapi. Si manis memutar tubuh, penuh menghadap ke depan pada kaca besar mobil yang menunjukkan jalanan tak asing pertanda rumahnya semakin dekat.
"Waktu kita nggak banyak, Yas. Sebelum perut kamu makin besar, sebelum Muffin lahir ke dunia, paling nggak kita harus punya ikatan demi dia. Dan salah satu langkahnya ya hari ini, menghadap orang tua kamu."
"........"
"Habis itu kita kasih tau Bang Andi, Si Boss, sama Fate Destiny."
Yasa kembali tercengang dengan kata-kata Sena yang mengisi di tengah hening yang mereka biarkan tercipta. Cara pandang Sena bahkan jelas lebih jauh dari pada Yasa yang masa bodoh jalani yang ada saja.
Dan soal Fate Destiny, apakah fans mereka akan menerima kehadiran Muffin di antara ia dan Sena? Atau ia akan dihujat dan dipaksa keluar band nantinya?
Tanpa sadar telapak tangan Yasa merambat ke arah perut, merasakan keberadaan Muffin yang tengah meringkuk nyaman di sana. Empat bulan usianya, dan tonjolan bulat itu begitu jelas Yasa rasakan mengaburkan perutnya yang dulu datar.
"Rencana kamu..... sematang itu, Sen?"
Sena mengangguk. Melepas tangan kirinya dari kemudi, ikut merambat mengelus perut Yasa yang tak rata lagi. Hanya gerakan sederhana tapi mampu meletup sengat di ulu hati Yasa. Menggelitik namun terasa nyaman. "Demi kamu sama Muffin, Yas. Kamu mau bantu realisasiin rencana-rencanaku kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
RomansaCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...