The Beginning

4.9K 477 78
                                    

Wangi herbal khas kayu putih menyapa indera Cakrayasa mana kala netranya baru saja terbuka. Bukan di kantor manajemen seperti saat terakhir kali kesadarannya berfungsi, kali ini ia sudah ada di atas ranjang di kamar yang biasa ia bagi dengan Sena.

Lelah secara fisik dan pikiran berakibat turunnya kesehatan sang bassis. Makan tak teratur, rasa takut dipisah jarak dengan Barsena, serta pikiran-pikiran buruk dari komen netizen yang menolak terang-terangan di depan mata hingga Yasa berakhir pingsan di tengah press conference berjalan. Beruntung sang leader di sampingnya sigap menangkap sebelum tubuh berisi Yasa yang limbung harus jatuh terjerembab lantai.

Acara yang belum usai terpaksa diselesaikan walau rasa ingin tahu para wartasan belum terpuaskan. Dalam keadaan tak sadar Yasa digendong Sena kembali ke mobil untuk dibawa pulang ke apartment. Bahkan ia menolak saat Johan menawarkan ruangan nyamannya untuk beristirahat Yasa.

"Sena..." Yang namanya dipanggil pelan sedang tertidur pulas di samping Yasa.

Tak terganggu sama sekali, Sena masih larut dalam lelap tak menyadari Yasa sudah memandangi wajah tidurnya bermenit-menit tanpa bosan. Rahang tegas yang membingkai seulas rupawan, anak rambut mulai panjang yang menutup dahi, serta cekung gelap di bawah mata pertanda Sena kurang tidur dan kelelahan jua.

Telunjuk Yasa diarahkan pada kelopak mata Sena yang tertutup sempurna. Menyentuhnya sangat pelan, menyesal telah menyusahkan dominannya. Mata Sena adalah favorit Yasa. Biner jelaga yang akan nampak bersinar saat terbuka, bagai hias rupa galaksi dengan langit malam dan cahaya bintang yang bertabur di antaranya.

"Muffin beruntung punya Papa kaya kamu. Pekerja keras, leader yang hebat, suara kamu bagus, dari keluarga baik-baik, dan kamu ......... ganteng." Lirihnya makin mencicit di kata terakhir yang menimbulkan rona semu di area pipi.

Bangir hidung Sena meski tak semancung Yasa dimainkan oleh si manis. Dicapit dengan telunjuk dan ibu jari lalu dilepas. Dicapit lagi, dan lepaskan lagi berkali sampai si empunya merasa terusik dan bangun dari lelapnya dengan mata disipit.

Ketika mendapati Yasa sudah siuman di hadapannya Sena langsung tersenyum, duduk mengecek keadaan submasive-nya. "Kamu udah nggak apa-apa, Yas?"

Dengan bantuan Sena Yasa ikut duduk juga. "Emang aku kenapa? Aku baik-baik aja kok."

"Ck, baik-baik aja tapi bikin kaget satu ruangan." Ujar Sena sedikit kesal. Kedua pipi Yasa ditangkup lalu dimainkan seperti squishy dengan kedua tangan. "Kenapa bisa sampai pingsan sih?"

"Ya nggak tau. Tiba-tiba aja rasanya pusing sama lemes terus semuanya gelap."

"Kata dokter Maya kamu kecapean."

Alis Yasa dikerutkan tanda bertanya. "Dokter Maya?"

"Iya. Tadi Beliau sempet kesini meriksa kamu, aku yang panggil. Katanya kamu kecapean. Untungnya Muffin sehat di dalem sini." Telapak tangan besarnya bermain di perut bulat yang berisi janin.

Senyum Yasa terpatri cantik. Menumpukkan jemarinya dengan milik Sena yang masih bertengger di atas perut hamilnya. Matanya terpejam, menikmati sensasi geli menyenangkan saat perasaan cinta membuncah dalam dada. Ditambah Muffin yang ikut bereaksi menggerakkan diri dengan sangat halus tanpa menyakiti.









....









Ketuk suara karet sneakers Edwin mengisi lorong rumah sakit yang lumayan sepi, tak banyak pengunjung. Hanya lalu lalang para petugas kesehatan di deretan ruang VIP yang berada di lantai tiga.

Bersamaan dengan pulangnya dokter Maya dari apartment mereka, Edwin ikut keluar membawa kembali mobil Barsena setelah diberi izin pemiliknya. Tujuannya jelas, ruang rawat Aji Dharma.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang