Easy to Fall

5.5K 596 39
                                    

Sembari menenteng plastik putih ukuran kecil, Yasa kembali memasuki mobil milik Sena yang terparkir di halaman minimarket. Suara pintu mobil yang tertutup membuat si empunya yang tengah memejam mata bersandar pada jendela kaca otomatis membuka kelopaknya menatap Yasa sambil dahinya berkerut meringis menahan sakit di pelipis.

"Madep sini dulu, Sen. Biar aku obatin." Pinta Yasa. Tangannya sibuk membuka cairan antiseptik, obat luka, serta kapas dari kantung plastik yang ia bawa.

Sang vokalis menurut. Duduk menghadap Yasa, membiarkan punggungnya bersentuhan dengan jendela. Sesekali Sena akan mendesis, merasakan sakit saat luka-lukanya ditekan dengan kapas oleh Yasa. Tapi Sena tak mengeluh. Sedang tak mau menunjukkan sisi lemahnya pada sang submasive di saat ia rasa Yasa sendiri sangat butuh sandaran.

Kusuma Wardhanu sama sekali tak menyambut baik itikad Yasa dan Sena. Setelah meminta sang istri untuk menyuruh Yasa dan Sena pergi (yang tak perlu disampaikan ulang oleh Sekar karena Yasa dan Sena ada di situ dan jelas mendengar), Dhanu tak repot merasa perlu menunjukkan batang hidungnya lagi.

Akhirnya dengan tatapan redup penuh khawatir dan sungkan pada dua pemuda yang berdiri bersisian, Sekar meminta putranya untuk sabar.

"Papamu mungkin masih butuh waktu. Kasih dia waktu dulu ya, kalian pulang dulu aja istirahat." Ujar si wanita paruh baya tadi sembari memeluk putra tunggalnya.

Yasa menangis sesenggukan saat itu. Merasa ditolak di rumahnya sendiri. Tapi sapuan lembut jemari sang ibu di pipinya sedikit menghalau risau. Apalagi saat telapak tangan orang yang melahirkannya tersebut tiba-tiba beranjak ke arah perutnya yang jelas tak bisa dibilang rata. Sekar ikut menangis bersama Yasa.

"Maaf ya. Nggak nyangka Papa masih sekuat ini." Yasa berbicara tanpa mengalihkan fokus dari pekerjaannya mengobati luka-luka Sena.

Sedangkan sang leader sedikit mendongak, menatap penuh raut murung Yasa dari bawah. Candaan Yasa sedikitpun tak menimbulkan tawa di tengah mereka.

"Kenapa harus minta maaf? Jelas-jelas aku yang jadi ujung tombak kesalahan." Sena merasa tertohok saat tadi Dhanu mengatakan soal mabuk tak mabuk. Karena sejujurnya Sena sama sekali tak merasa mabuk saat 'itu' terjadi. Ia hanya tak mampu menahan pesona Yasa dengan keadaan tak sadar dan wajah memerah serta raut memohon minta disentuh. Bajingan.

Senyum lembut yang diberikan Yasa sembari menempel plester luka di pelipis Sena membuat rasa bersalah makin merongrong sisi waras leadernya. "Terlambat kalau mau ngungkit soal siapa yang salah. Yang jelas saat ini ada Muffin di antara kita dan aku nggak akan pernah rela labelin dia pakai kata kesalahan."

Hening kembali melanda. Keduanya kini tak lagi berhadapan, sudah saling menatap kosong ke depan menyandarkan punggung pada jok masing-masing.

"Yas, soal Arik ......." Sampai satu nama yang mengganggu teringat lagi oleh Sena.

"..... apa yang Papa kamu maksud adalah Arik yang 'itu'?"

Si pemetik bass mengangguk tanpa daya. Dia yakin Arik yang Sena bicarakan adalah Arik yang sama dengan yang Papanya maksudkan. Seterkenal itu huh?

Ada sesak mendekap dada Sena. Tangannya memegang erat roda kemudi yang mesinnya tak dijalankan sama sekali. "Maaf udah belokin jauh masa depan kamu."

"Hng?" Bingung Yasa langsung menoleh ke arah Sena dengan mata terbelalak.

"Harusnya masa depan kamu sama Arik yang ... you know dia lebih segalanya dari aku. Tapi malah ....."

"Tapi kamu punya Muffin buat nyatuin kita yang jelas jauh lebih berharga dari segala hal yang Arik punya."

Sial. Apa Yasa tak menyadari Sena sudah merah sampai telinga macam perawan di malam pertama?

"Yas, aku udah pernah bilang kan kalau jatuh cinta sama kamu itu sesuatu yang gampang? Dan aku udah buktiin sendiri sekarang."

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang