Decision

6.7K 674 34
                                    

Malam merangkak ke arah pagi ketika FATE kembali dari lokasi acara konser setelah bekerja dari check sound dan gladi di sore hari sampai selesai acara di dini hari. Membawakan lima lagu di panggung outdoor cukup membuat tenaga mereka terkuras. Meskipun bahagia dan haru tetap menyapa ketika para FATE Destiny, para penggemar mereka hadir dengan semangat bertubi.

Sebagai band bentukan manajemen yang merangkak dari bawah, FATE juga pernah mengalami masa-masa sulit di awal karir mereka. Tampil dengan sedikit penonton, bahkan dicemooh atau dilempari sampah. Semuanya jadi makanan sehari-hari yang tetap disyukuri dan dijalani tanpa mengeluh sampai berbuah kesuksesan seperti sekarang.

Cklek..

"Anjir, tipis."

"Bang, gitu aja nggak kena. Payah lo."

"Lo sama aja, Edwin ege. Bolak-balik mulu nggak jelas."

Yasa yang baru keluar dari kamar mandi setelah sejenak memanjakan tubuh lelahnya dengan berendam air hangat mendapati kamarnya ramai oleh teriakan kesal dari Sena, Edwin dan Dipa yang tengah bermain game bersama di smartphone masing-masing. Sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil, Yasa duduk di tepi ranjang memandang ketiga pemuda yang duduk meleseh di bawahnya.

"Udah malem, pada balik kamar sana. Nanti dimarahin Bang Andi kalau ketahuan." Nasehat sang bassis.

"Bentar elah, Kak. Masih nanggung nih, bentar lagi si Dipa kalah tuh." Edwin yang menjawab.

"Lo yang bakal kalah duluan, Cil!!"

"Lagian flight kita besok rada siangan kok Yas, habis makan siang. Nggak usah takut telat."

"Iya nih, Kak Yasa. Kenapa sih? Mau buru-buru bobok sama Bang Sena ya?"

"Bangsat!!" Sebuah sandal hotel sebelah kanan melayang ke arah Edwin. Beruntung si drummer sempat mengelak.

Memutuskan abai, Yasa menyandarkan punggung di kepala ranjang lalu mengambil smartphone miliknya untuk mengecek beberapa media sosial. Sampai beberapa menit berlalu kemudian Edwin kembali membuka obrolan setelah game-nya kalah di tengah jalan.

"Oh iya, gue serius nanya soal bobok bareng, Kak."

Bukan hanya Yasa, tapi Sena dan Dipa juga ikut mengalih fokus dari layar smartphone menjadi penuh ke arah Edwin. Suara berat si anggota termuda memecah sepi yang awalnya diisi desis kesal dan suara pendingin ruangan.

Menyadari yang lebih tua tak ada satupun yang menyahut buka suara, Edwin kemudian melanjutkan kata setelah sejenak melirik Dipa yang mengerutkan dahinya.

"Waktu itu gue kebangun malem-malem gara-gara laper. Gue ke kamar Kak Yasa minta dibuatin mie kaya biasa, tapi adanya cuma Bang Aji. Pas gue buka kamar Bang Sena ternyata Kakak ada di sana."

"Ck. Nggak sopan, masuk kamar orang sembarangan tanpa ngetuk pintu." Decak Sena setelah mampu menguasai diri.

Sedangkan Yasa di atas kasur seolah menahan nafas. Takut rahasianya terbongkar.

"Bukan itu poinnya Edwin, Bang." Dipa ikut bersuara.

"Terus?"

"Ya lo sama Kak Yasa, kalian ada apa-apa?" Tanya Dipa memandang Sena dan Yasa bergantian.

"Maksudnya?" Bukan tidak paham. Lebih tepatnya Sena sedang pura-pura bodoh untuk mengulur waktu. Lewat ekor mata diliriknya Yasa yang kini memegang pinggiran selimut erat dengan wajah hampir pias.

"Kalian pacaran?" Tanya Edwin terang-terangan.

"Atau belum dan lagi tahap menuju itu?" Tambah Dipa makin mencecar.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang