Stardust

4.2K 365 48
                                    

Pagi baru saja merangkak memulai hari. Netra bulan sabit di balik kaca mata minus mengedar menyaksikan riak nyata kehidupan yang terlalu memuakkan meski hanya dari beberapa raga di dalam apartment yang mereka huni bersama.

"Waaah, udah mau habis aja Dek. Habis ini kita mandi ya, Papa siapin air." Di ruang tengah Sena duduk memangku Arsean dengan Yasa di hadapannya membantu si kecil minum lewat dot. Tangan kanan Yasa memegang botol susu dan tangan kirinya memegang tissu yang sesekali digunakan menyeka lelehan dari bibir mungil si bayi.

Dari meja dapur Aji menatap (calon) keluarga bahagia itu dengan senyum hambar sambil menyesap kopi paginya yang mulai kehilangan kehangatan. Membuat perutnya jadi agak kembung saja.

Beralih pada si pemuda manis yang baru saja kembali dari ruang tamu sambil menenteng kotak berhias pita biru muda. Senyum dengan semburat rona menambah manis rupa yang pernah dikecewakan Aji Dharma.

"Siapa yang dateng pagi-pagi, Dip?" Sang leader melempar tanya ketika Dipa melewati posisinya duduk bersama Yasa dan Sean.

Dipa menghentikan langkah. Menyembunyikan rasa membuncah dengan coba bersikap biasa saja. "Kurir, Bang. Nganterin paket dari Arik."

Walau hanya memperhatikan dari jarak tak begitu dekat, tapi jelas Aji tahu ada sesuatu yang berbeda saat Dipa menyebut nama pria yang belakangan tiba-tiba jadi dekat dengannya. Cemburu? Entah. Rasanya Aji tak berhak berada di sana.

"Wah, jadi digantiin hapenya Dip??" Yasa ikut bertanya antusias.

Dipa mengangguk kecil. "Malah dikasih yang spesifikasinya lebih dari yang kemaren, Kak."

"Ck, gila." Tak sadar Yasa mengumpat. Untung ada Sena yang menatap tajam, mengingatkan jika ada Arsean di antara mereka. "Retak layarnya doang diganti yang lebih bagus. Coba sampai remuk tuh hape." Lanjut sang bassis.

"Ya diganti sepabrik-pabriknya kali." Sena menimpali tanpa ekspresi yang malah membuat Yasa tertawa terpingkal dengan Dipa yang menunduk malu dengan rona semu.

Memang spesial atau hanya Arik yang sebaik itu? -batin Dipa mengira rupa

"Udah ah Bang, gue duluan masuk. Kebelet boker." Buru-buru sang keyboardist berjalan masuk ke kamarnya meninggalkan Yasa dan Sena yang saling bertatapan lalu tersenyum bersama.

"Ck, dasar anak muda kalau lagi kasmaran jadi suka malu-malu badak." Cakrayasa, tolong ingatkan Barsena jika ia hanya berbeda dua tahun dari Dipa.

Kopi yang benar-benar menjadi dingin kini hanya dimainkan gelasnya oleh si gitaris. Tak habis separuh, tapi rasanya seperti dipaksa menghabiskan lima gelas penuh. Aji merasa muak. Muak pada diri sendiri lebih tepatnya.

Aji memutuskan bangkit ke arah wastafel membuang sisa kopinya lalu menyalakan kran air membasuh gelas sebiji karena tak ada yang lain yang perlu diikut sertakan. Bekas sarapan mereka sudah dicuci oleh Dipa dan dibantu Edwin tadi.

Suara pintu kamar yang kembali dibuka menginterupsi ruang dengar si kaca mata di tengah guyuran air kran yang gemericik membentur permukaan stainless wastafel. Aji menoleh mendapati si anggota termuda yang keluar dengan penampilan rapi macam jika mereka akan perform di acara festival kampus saja.

Celana jeans biru pudar, kaos putih bergambar siluet karakter Himura Kenshin dari manga Samurai X dibalut kemeja navy polos yang tak digunakan kancingnya, Rolex hitam di pergelangan kiri, sepatu high top sneakers putih dengan aksen biru dan hitam berlogo check list senada serta tatanan rambut penuh pomade yang membuat rema Edwin bak ditata hair stylish profesional. Bahkan wangi aroma aqua dengan sentuhan ocean dan musk dari parfum yang digunakan bisa Aji cium dari posisinya yang masih di area dapur.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang