Arik Wibisana mengenal Cakrayasa semenjak usia sekolah dasar. Bocah lelaki manis dengan tulang pipi tinggi yang ditemuinya di rumah seorang teman sang Papa. Dari sana mereka mengukuhkan diri sebagai teman, meski akhirnya semakin lama Wangsa semakin jarang menemui Dhanu. Dan intensitas interaksi antara ia dan Yasa pun ikut berkurang, hilang.
Dalam mobil yang dipacu seorang supir menuju bandara dari rumah Yasa, terduduk si pemuda hamil dengan si pemilik mobil pada bagian kursi penumpang di baris kedua. Tak ada obrolan di awal. Arik hanya mengawasi Yasa yang menatap kosong ke arah pangkuan.
Duka tak bisa dihindar, bahagia semakin pudar. Raga Cakrayasa tepat ada di sisi, hanya berjarak beberapa senti. Tapi Arik yakin hati dan fikiran sang bassis sama sekali tak mengarah padanya. Isi kepala Yasa jelas hanya ayah dari bayi dalam kandungannya.
Ngomong-ngomong soal bayi, hari ini Yasa terlihat menawan walau hanya berpakaian dengan kemeja kebesaran yang dipadu baggy pants andalan. Sebuah hoodie hitam ia bawa dalam pangkuan siap dipakai jika mulai merasa kedinginan.
Perut Yasa nampak bulat, besar. Gerakannya kembang kempis seiring nafas si manis. Sesekali Yasa akan menggerakkan tangan, mengusap di beberapa permukaan seolah tengah coba menenangkan si bayi. Gerakan yang tak luput Arik perhatikan. Sampai satu keinginan mengusik kepala, tak sadar tangannya maju hendak ikut menyentuh perut hamil tersebut.
Deg.
Bukan hanya Yasa yang kaget. Gerakan refleksnya menampik tangan Arik juga membuat kesadaran si tampan muncul seketika ikut terkejut juga. Cangung, ia menatap bingung.
"Eung, maaf Yas. Aku nggak bermaksud....."
"Nggak apa-apa. Jangan diulangi." Ketus suara Yasa meski lirih suaranya.
Dari kaca depan mobil bisa Yasa lihat mobil sang Papa yang berisi orang tuanya ada di depan mereka tepat, berhenti karena lampu yang berubah merah.
Aura dingin yang semenjak tadi menguar semakin beku saja membelenggu diri. Arik ada di ambang jurang dilema atas keputusannya membawa Yasa ke Kalimantan demi ego yang sulit dilawan.
"Kenapa nggak boleh? Bukannya anak itu nantinya juga akan jadi anakku?" Memilih memenangkan ego, Arik beranikan diri menantang Yasa.
Nafas Yasa makin berat saja. Selain karena ukuran janin semakin besar dan menekan rongga dada, beban masalah juga semakin rumit membelit menyesakkan ulu hatinya.
"Lo pikir segampang itu gantiin posisi ayah kandungnya?" Desis Yasa mengaitkan pandangan miris ke arah tatap teduh Arik.
"Gampang, selagi yang anak itu dan orang-orang tau kalau akulah ayahnya."
Yasa mendengus. Cara pikir Arik terlalu pendek. Memuakkan. "Ikatan batin antara ayah dan anak kandung bukan hal main-main, Rik. Apalagi kalau suatu saat anak ini tau lo yang udah pisahin dia dari ayahnya."
Arik tampak belum merespon, sehingga Yasa melanjutkan perkataan. "Lo aja yang ayahnya diambil Tuhan, lo bisa marah banget kan sama Tuhan? Apalagi anak ini. Cuma manusia picik kaya lo, gue yakin anak gue suatu saat bakal tuntut balas dendam."
Deg.
Obrolan Yasa mengarah telak pada sosok yang lama coba dilupakan Arik. Sosok ayah kandung yang bahkan kehadirannya belum sempat ia rasakan karena pergi di saat Arik belum genap setahun.
"Lo inget Rik, dulu lo pernah cerita kalau lo iri sama gue gara-gara gue punya orang tua lengkap dan lo cuma punya Papa. Apalagi Papa lo ngurus bisnis sana sini sampai kurang perhatian ke lo. Lo nyalahin Tuhan. Lo bilang Tuhan nggak adil karena keburu ambil Ayah lo di saat lo butuh kasih sayang. Bahkan sampai sekarang lo masih Arik yang sama kan? Arik yang nggak percaya Tuhan." Tak peduli riak muka Arik yang gelisah di tempat duduknya, Yasa terus mengumbar kata menguliti masa lalu kelam si pengusaha batu bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
RomanceCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...