(+) Six

3.4K 356 74
                                    

Indah halaman klinik tempat praktik dokter Maya yang penuh tanaman hias menyambut Cakrayasa yang turun dari mobil yang ditumpanginya. Dengan dibantu seseorang yang buru-buru turun dari kursi kemudi, Yasa berjalan tergopoh menyangga perut yang tak lagi bisa dibilang kecil.

"Maaf ya Dip, jadi ngerepotin gini." Ujar sesal dilayangkan pada Dipa, yang berjalan di sisinya sambil menopang yang lebih tua.

Tapi sang keyboardist jelas menggeleng. "Nggak ngerepotin kali Kak, orang aku juga mau periksa kok."

Bukan bualan. Nyatanya fakta yang dibawa Dipa. Kedua lelaki yang sama-sama berbadan dua itu punya janji periksa bulanan dengan dokter Maya bersama-sama.

Jika Arik tak bisa mengantar istrinya karena harus melalukan kunjungan kerja ke luar negri, dan toh dimaklumi Dipa karena kandungannya toh masih usia muda belum butuh pendampingan Arik agar stand by di sisinya. Sedangkan Sena, si lelaki pemegang posisi vokal tengah sibuk pula dengan proyek barunya yang didapuk memproduseri seorang penyanyi muda pendatang baru besutan manajemennya.

"Kak, kok ngelamun?" Suara Dipa memecah hening yang diciptakan Yasa.

"Eh, nggak kok Dip. Kenapa kenapa?"

"Udah ditungguin dokter Maya tuh." Tunjuk Dipa pada entitas perempuan berambut sebahu yang berdiri di ambang pintu, menunggu dengan senyum tulus di wajah ayu.

Bersama awan putih yang mulai hilang digeser pendar mega penanda senja, Dipa dan Yasa masuk ke dalam klinik dengan riuh perasaan yang kontras berbeda.







....








Obsidian Dipa Lesmana tak lepas menatap jalanan petang di hadapan meski fokusnya tak penuh ke sana. Sesekali netranya melirik ke arah samping dimana sang bassis duduk menatap dashboard dengan pandangan kosong.

Dipa tak bodoh. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran Yasa sehingga sang Kakak tak baik-baik saja. Sejak beberapa hari lalu mereka membuat janji dengan dokter Maya Yasa tampak begitu bersemangat, apa lagi di usia kandungan ke tujuh ini si manis berencana menanyakan jenis kelamin sang jabang bayi yang sejak usia lima bulan belum mau mereka ketahui lebih dulu.

Dipa bahkan sempat berpikir untuk menumpang saja nantinya dengan mobil Sena sehingga ia tak perlu repot membawa mobil sendiri karena Arik tak bisa menemani.

Sayang di pagi hari tadi mendadak Yasa mengabari jika Sena tak bisa mengantarnya. Si tampan ada jadwal menemani artisnya recording katanya. Sehingga memaksa Dipa membawa mobilnya sekarang.

"Kak, mau langsung pulang atau jemput Arsean dulu di rumah Mama Kakak?" Dipa bertanya saat lampu merah menghentikan mereka.

Bukan apa, tapi Dipa terlalu muak dengan keterdiaman Yasa yang mengisyaratkan jelas jika sang bassis tengah tidak dalam fase baik-baik saja.

Yasa yang sedikit terhenyak buru-buru membenahi duduknya yang sedikit merosot. Tangan kanannya mengelus cepat bagian bawah perut dimana baru saja bayinya menendang dengan gerakan kuat.

"Pulang aja Dip, Arsean langsung dianter Mama ke rumah kok katanya." Setelah kembali berhasil bernafas normal, Yasa menjelaskan sambil menunjukkan smartphone dimana sang Mama tadi mengirimkan pesan.

Dipa mengangguk. Kembali melajukan kendaraan saat lampu sudah hijau lagi. "Bang Sena juga udah pulang?"

Harusnya jadi pertanyaan mudah jika komunikasi antara Yasa dan suaminya terjaga baik macam sedia kala. Tapi kali ini si manis menggeleng diam, tak kunjung menjawab pertanyaan. Ia bingung harus merespon bagaimana. "Mungkin udah."

Kata mungkin dalam kalimat singkat Yasa mengundang kekhawatiran di raut yang lebih muda. Dipa berdecih tanpa suara, miris. Bagaimana sang lelaki yang telah dianggap Kakak harus menghadapi masalah di usia kandungan tujuh bulan. Terlalu berat menurutnya.

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang