(+) Eleven

3.6K 311 68
                                    

Gue nggak tau kenapa masih bertahan update book ini :( bosen nggak kalian?











Senyum terpancar manis di rupa indah Cakrayasa mana kala netranya tak lepas dari sosok sang putra Arsean yang sibuk bermain dengan Edwin dan Kevin di karpet depan televisi. Sambil mengelus sayang perut besarnya berkali, sang bassis duduk di sofa tak jauh dari ketiganya. Menikmati sore sembari sekedar mengistirahatkan diri.

Lepas jam makan siang lalu, Edwin datang berkunjung bersama kekasihnya setelah mengabari Yasa dan bertanya sang kakak tengah ingin menitip apa. Perlakuan tiba-tiba si termuda yang membuat Yasa sedikit mengerang lega di tengah rasa kesal karena Sena yang pergi semenjak pagi menemani Aji.

"Kak, kok cheese cake-nya nggak dihabisin?"

Ah, kenapa tiba-tiba Edwin sudah ada di sampingnya? Apa Yasa melamun sampai tak sadar kapan sang drummer beranjak dari sisi Kevin dan Arsean?

Biner Edwin melirik sepotong cheese cake pesanan Yasa yang ia bawakan di atas meja ketika sang bassis tak juga menjawab kata, masih bergulat dengan rasa terkejutnya.

"Udah kenyang, Win. Nanti kalau laper pasti dimakan lagi kok." Ujar Yasa meyakinkan, sekaligus tak mau mengecewakan si pembawa kudapan.

Si bungsu mengangguk-anggukkan kepala lalu mengikuti gerakan sang 'mama' yang menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa dan menatap lurus ke depan. Pemandangan menyejukkan mata tersaji apik, dimana Kevin tengah melayani Sean bermain mobil-mobilan. Tawa renyah saling sahut antara dua kesayangan Edwin dan Yasa.

"Kevin manis banget ya, Win. Gampang deket sama anak kecil." Gumam Yasa masih lurus ke depan pandangannya.

Edwin sedikit menoleh, lalu kembali melayangkan sorot pada sosok Kevin Liyandi yang masih mengumbar ceria bersama Sean. Senyumnya terukir tanpa sadar. "Adeknya dua kalau lo lupa."

"Ck, bukan alasan. Mau adek lo dua atau sepuluh pun kalau emang pembawaannya nggak suka anak kecil ya sama aja." Decak Yasa.

Sang drummer mengedikkan bahunya, agaknya tak paham kemana arah obrolan yang dibangun Cakrayasa.

"Semanis itu, sebaik itu, apa sih yang bikin lo ragu buat melangkah maju?"

Ah, ini ternyata. Desak Yasa atas kelanjutan hubungan mereka ke jenjang berikutnya.

"Siapa bilang gue ragu, Kak?"

"Huh?" Si pria hamil sontak menoleh menaruh atensi penuh pada si anggota FATE termuda. "Lalu?"

"Tunggu waktu yang pas, mungkin?" Jawab Edwin tak yakin atas perkataannya sendiri.

"Klise. Ada alasan yang lebih konkret nggak? Basi banget anjir."

"Ssstt, orang hamil nggak boleh cursing. Tutup telinga ya, Dek. Jangan dengerin Mama." Jemari Edwin terulur untuk mengelus permukaan perut Yasa yang menonjol besar. Menciumnya kilat membuat Yasa menahan senyum di antara decak.

"Jadi?" Pancing kakaknya lagi.

Sang drummer menghela panjang nafasnya. Menegakkan duduk untuk kembali menatap penuh kasih pada sosok Kevin yang kini membantu Sean memilih film di layar smart tv.

"Kevin adeknya dua, Kak." Datarnya.

"Ya terus??" Sumpah rasa kesal Yasa bagai dipupuk subur karena perkataan Edwin yang terlalu berputar-putar.

"Anak broken home, adeknya dua, hidup sama Mamanya yang cuma ibu rumah tangga biasa. Ya walaupun bokapnya masih kirim duit nafkah tapi tetep aja tanggung jawab dia segede itu selaku anak sulung."

"Poinnya, Win." Jangan sampai Yasa menjambak rambut Edwin saking kesalnya diajak berputar kata.

Edwin mendesah, baru ingat jika emosi Yasa semasa hamil memang luar biasa. "Gue sama Kevin udah pernah diskusi soal pernikahan. Dan dia bilang dia nggak bisa nikah kalau dua adeknya belum lulus kuliah."

UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang