Pendar surya hampir sepenuhnya diganti remang senja saat derap langkah beriring semakin mendekat, mengalihkan fokus Yasa yang sedang memainkan smartphone di dekat meja administrasi. Pria muda yang masih lengkap berbusana pasien rumah sakit tersebut duduk dengan tiang infus setia di sisi kiri dibawa kemana-mana.
"Yas, kok disini??" Aji yang bertanya. Datang bersama Edwin dan Dipa diantar Andi, ia langsung menatap khawatir saat menemukan Yasa duduk sendirian di dekat meja administrasi rumah sakit.
"Iya. Lagi sakit kok jalan-jalan, Kak? Bang Sena mana?" Si drummer ikut menimpali pertanyaan dengan raut tak kalah panik.
Senyum di wajah Yasa terkembang kecil, menatap satu persatu manajer dan teman satu band-nya yang masih berdiri. "Gue nggak apa-apa kok, cuma kecapean. Sena lagi nyari makan."
"Terus kenapa disini? Harusnya istirahat di kamar aja." Sepertinya Aji kurang puas dengan jawaban Yasa.
"Bosen di kamar sepi. Pengen nyari angin aja, tadi minta dibantuin suster jalan ke sini."
Dibantu Edwin dan Dipa di sisi kanan kirinya, Yasa mencoba berdiri. Membiarkan dirinya dipapah menuju kamar yang letaknya tak begitu jauh dari posisi mereka sekarang.
Dengan telaten dua anggota termuda FATE mendudukkan Yasa di tepi ranjang. Menatakan bantal di belakang punggungnya agar sang bassis merasa nyaman.
"Kata dokter gimana, Yas?" Andi bertanya setelah meletakkan bungkusan buah di meja nakas.
Kerjapan berkali yang dilakukan Yasa luput dari tatap yang lainnya. Tak satu-pun peka atas ketakutan dan kekalutan yang tercermin dari netra cokelat Yasa. "Nggak apa-apa, Bang. Besok kalau infusnya habis juga udah boleh pulang."
Hela nafas lega terdengar bersahutan. Beberapa senyum terlukis setelah melepas beban.
"Tapi kok bisa sampai pingsan? Bahkan seminggu ini lo pingsan dua kali loh Yas. Padahal kenal lo dari dulu, belum pernah gue liat lo pingsan." Aji mengusap telapak kaki Yasa yang terbungkus selimut putih.
Pikiran Yasa berkecamuk. Kebohongan yang ia utarakan mau tak mau pasti akan berlanjut pada kebohongan-kebohongan selanjutnya. Entah sampai kapan ia akan terjebak dalam lingkar kusut dusta yang ia ciptakan.
"Darah gue rendah, Ji. Jadi belakangan gampang drop."
"Oh, gitu. Banyakin susu sama buah deh Yas." Karena Aji pikir alasan Yasa cukup masuk akal untuk ia terima.
Yasa belum merespon Aji ketika pintu kembali terbuka lebar, menampakkan sosok Sena dengan plastik berlogo minimarket di tangan kanan.
"Eh, udah pada dateng. Acara radio gimana? Lancar?" Sepertinya sang leader sudah memprediksi akan kehadiran anggota FATE yang lain untuk menjenguk Yasa.
"Lancar, Bang. Pihak radio untungnya bisa nerima pakai kita bertiga doang." Dipa yang menjawab.
"Dari mana, Sen?" Tanya Andi.
"Nyari makan, Bang Kantin RS."
"Itu apaan, Bang?" Tunjuk Edwin mengarah pada bungkusan yang Sena bawa.
"Susu buat Yasa." Sambil dengan gerakan cepat memasukkan bungkusannya ke almari nakas. Tak mau plastik tipis minimarket membuat merk susu di dalamnya terbaca oleh yang lain.
"Nah, tuh pas banget dibeliin susu sama Sena. Minum aja sekalian." Perintah Aji.
Beruntung Yasa menolak. "Gue kenyang udah makan nasi benyek rumah sakit. Nanti aja."
"Ya udah pada pulang aja yok, biar Yasanya juga istirahat. Yang penting kan kita udah tau keadaannya baik-baik aja." Andi menatap anak asuhnya satu persatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
RomanceCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...