Terpa hangat nafas Sena menyambut pagi milik Yasa. Mata sewarna karamelnya sedikit melebar menyadari semalam penuh ia tidur dalam pelukan si tampan.
Getar telfon genggam beradu permukaan nakas yang tadi menjadi alasan Yasa melepas lelap kini kembali terdengar. Membiarkan si pemilik tetap nyenyak, Yasa mengulurkan tangan meraih smartphone Sena yang menampilkan notifikasi panggilan masuk lebih dari satu kali.
Citra. Satu nama yang dibentuk huruf-huruf di muka layar. Merasa akan melanggar privasi jika ia mengangkat panggilan tersebut, Yasa lebih memilih bangun tanpa mengganggu Sena dan keluar kamar milik leadernya.
Baru jam delapan. Tujuan Yasa bukan kembali ke kamarnya sendiri, melainkan ke arah dapur di mana biasanya ia yang banyak menggunakan. Sudah beberapa hari ini ia jarang memasak karena harus istirahat total. Ternyata rindu juga bermain lincah dengan alat dapur seperti biasa.
Ketika langkah baru sampai lantai ruang makan, indera sang bassis sudah dimanja dengan bau semerbak masakan rumah diiringi desing gesekan anatara wajan dan spatula.
"Ji..?"
Si pria yang tengah memunggungi Yasa, fokus dengan sesuatu di atas kompor, kini menoleh dengan cengiran dan mata sayu habis bangun tidur.
"Eh, udah bangun Yas?" Aji bertanya retoris, melanjutkan kegiatannya.
Yang ditanya mengangguk canggung. Teringat kemungkinan Aji tahu ia tidur di kamar Sena karena tak kembali ke kamar mereka semalam.
"Wah, nasi goreng. Gue sarapan duluan boleh nggak siih??" Girang Yasa melihat menu nasi goreng yang Aji bawa ke meja makan. Keinginannya untuk memasak sontak bergeser jauh dengan keinginannya kini untuk makan. Ia benar-benar lapar.
Tapi sang gitaris malah menjauhkan nasi gorengnya dari jangkauan Yasa. Bukan karena mereka harus menunggu ketiga anggota lainnya yang belum bangun. Melainkan karena -
"Nggak boleh, ini pedes Yas. Lo nggak bisa makan pedes kan?"
Cebikan Yasa jadi jawaban. "Ish, asal nggak pedes banget bisa kok."
"Nggak, pokoknya nggak. Lo makan omelet aja, gue juga udah masakin khusus buat lo. Bentar gue ambilin."
Sepiring omelet dengan segelas susu disajikan tepat di depan wajah berbinar Yasa. Tanpa pikir panjang, si pemuda berbadan dua melahapnya tanpa basa-basi.
"Aduuh, enak banget. Ada sosis sama baksonya."
"Gue kan tau selera lo, anak kucing."
Yasa tak bisa menyembunyikan merah yang meraja di muka ketika Aji memanggilnya anak kucing sambil mengusak rambutnya. Belum lagi saat Aji mencubit hidung bangir Yasa gemas lalu berujar ringan. "Habisin deh, habis itu siap-siap ya kita berangkat jam sepuluh ke bandara."
Aji sudah berniat meninggalkan meja makan untuk membangunkan Dipa dan Edwin di kamar mereka sebelum teringat sesuatu lalu kembali berbalik menoleh ke arah Yasa di ambang pintu.
"Oh, iya ..."
"Kenapa?" Dengan sendok menggantung di mulut, Yasa bertanya.
Seulas senyum tampil tulus di wajah tampan Aji. Senyum yang mampu memporak porandakan pertahanan Yasa yang tengah berusaha melupakan perasaan.
"Lo kalau mau bertingkah manis kaya tadi di depan gue aja ya Yas, jangan di depan orang lain juga."
"Kenapa?" Pertanyaan berulang yang akhirnya bisa Yasa lontarkan setelah sepersekian detik kewarasannya dihantam kata penuh gula dari Aji.
"Gue nggak rela." Lalu pergi dengan senyum tanpa dosa, meninggalkan Yasa yang langsung menyandarkan punggung di kursi dan menarik nafas panjang.
Satu tangan berada di dada meremas titik yang terasa geli namun menyenangkan. "GILA!! AJI UDAH GILA. GANTENG BANGET, BANGSAT!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
UNPREDICTABLE (BoysLove, Mpreg)
RomantizmCerita tentang lima pemuda yang tergabung dalam satu grup band. Dimana impian, perjuangan, luka, dan segala hal tak terduga terlewati bersama di antara mereka. Warning!! * Boys love * Mpreg * 18+ * Local * Once again, it's Mpreg * Don't like, don't...